Atau jika kita konversikan dengan nilai emas saat ini kurang lebih Rp.350 miliar rupiah. Jika digabungkan dengan jarahan lain nilai totalnya mencapai US$ 120 juta atau senilai Rp 1,74 triliun rupiah.
Sebagian besar harta jarahan tersebut menurut Carey dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian yang jumlahnya US$ 400 ribu untuk membayar para perwira yang tidak tewas dalam peperangan tersebut.
Sisanya US$ 400 ribu lagi dikirim ke Benggala India untuk dibagikan kepada keluarga para perwira dan tentara yang ikur berperang dalam Geger Sepoy tersebut.
Ini merupakan pengaplikasian dari perjanjian disepakati antara Inggris dan pasukan Sepoy yang berasal dari India, bahwa mereka akan diberi persentase tertentu dari harta jarahan yang didapatkan.
Mengenai manuskrip dan berbagai benda budaya yang digondol Inggris saat itu, kini berada di dua tempat yang berbeda di London Inggris.
Sementara benda-benda budaya seperti keris  wayang dan berbagai benda lainnya tersimpan di British Library.
Ada sekitar 7.000 manuskrip kuno yang diambil Inggris yang kini tersimpan di London. 75 manuskrip diantaranya sudah dikembalikan ke pihak Keraton Yogyakarta, walaupun dalam bentuk digital karena secara fisik manuskrip itu sangat sulit untuk dipindahkan.
Ini merupakan salah satu program repatriasi dari negara-negara yang dulunya penjajah kepada negara jajahannya.
Hal yang sama juga dilakukan Raja Belanda ketika secara langsung menyerahkan Keris milik Pangeran Diponegoro kepada Presiden Jokowi.
Masalah ini tak akan ramai dibahas apabila klaim bombastis atas emas 57 ribu ton itu oleh trah HB II kepada pemerintah Inggris tak terjadi.
Klaim itu sebenarnya merupakan upaya dari keturunan HB II untuk mengusulkan kepada pemerintah  agar Sultan Yogyakarta tersebut diakui sebagai Pahlawan Nasional dengan menyodorkan bukti bahwa HB II melakukan perlawanan cukup keras dalam menentang penjajah saat Geger Sepoy terjadi.