Saga pelarian Djoko Soegiharto Tjandra memang sudah berakhir, namun ekses dari pelariannya tersebut masih terus bergulir meluas ke berbagai pihak.
Setelah mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo dicopot dari jabatannya oleh Kapolri Jendral Idham Aziz, kemudian dalam perkembangannya  harus merasakan dinginnya tembok tahanan Rutan Bareskrim Mabes Polri.
Yang terbaru, Sabtu (08/08/20) hari ini Anita Kolopaking kuasa hukum Djoko Tjandra yang harus terseret kasus pelarian pemiliki grup usaha Mulia ini, dijebloskan ke Rutan yang sama di Bareskrim.
"Pagi ini tanggal 8 Agustus 2020 sampai dengan 20 hari ke depan yang bersangkutan ditahan di Rutan Bareskrim Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Polisi Awi Setiyono, di Mabes Polri Jakarta. Seperti dilansir Kompas.com
Setelah diperiksa dari hari Jumat (07/08/20) kemarin hingga Sabtu dini hari  untuk menjawab 55 pertanyaan yang dilontarkan penyidik, akhirnya penyidik memutuskan untuk menahan Anita Kolopaking.
Alasan penyidik menahan Anita, agar  ia tak mengulangi perbuatannya dan agar tak menghilangkan barang bukti.
Selain itu ditahannya Anita ini demi mempermudah penyelidikan kasus pembuatan surat jalan palsu dan Surat Keterangan bebas Covid-19 yang melibatkan Brigjen Prasetyo Utomo.
Seperti diketahui sebelumnya Anita telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas dugaan membantu pelarian Djoko Tjandra yang disebutkan melanggar Ayat 223 KUHP tentang pertolongan terhadap orang yang ditahan dan penggunaan Surat Palsu yang melanggar ayat 2 Â pasal 263 KUHP.
Drama pelarian Djoko Tjandra sepertinya tak akan berhenti sampai disini, saat ini Polisi telah meningkatkan status penyidikan ke penyelidikan atas kasus menghilangnya nama Djoko dalam red notice Interpol.
Dengan meningkatnya status kasus  tersebut ada indikasi akan ada tersangka baru dalam drama pelarian Djoko Tjandra ini.
Sebelumnya untuk kasus red notice ini,  Polri telah mencopot Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Polri Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.
Dan telah melakukan penyelidikan terhadap salah satu pejabat Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari, terkait hal tersebut pihak Kejagung telah membebas tugaskan Jaksa Pinangki dari jabatannya sebagai Kepala Sub bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Selain Jaksa Pinangki, Kejagung yang pernah mengakui adanya kelemahan dalam fungsi intelejen pihaknya terkait kedatangan Djoko ke Indonesia,disebutkan juga mencopot Jaksa Agung Muda Bidang Intelejen Jan. S Maringka.
Namun kemudian dugaan pencopotan Jaksa Marimgka akibat kasus Jaksa Pinangki ini dibantah oleh Kepala Pusat Penerangan Kejagung Hari Setiyono.
"Pergantian itu  tak ada kaitannya dengan kasus dan perkara  lain, apapun," ujar Hari. Senin (05/08/20).
Kasus Djoko Tjandra ini serupa tentakel yang menjalar dan membelit banyak pihak dari lingkaran penegak hukum.
Namun yang agak sedikit mengherankan adalah sikap Kejaksaan Agung yang hanya memberikan hukuman administratif  kepada Pinangki berupa pencopotan jabatannya.
Padahal menurut  Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman seperti yang ia beberkan dalam program televisi Indonesia Lawyers Club (ILC) edisi Selasa 6 Agustus 2020.
Ia memiliki bukti terkait dugaan aliran dana yang cukup besar yang besar kemungkinan mengalir kepada Jaksa Pinangki, walaupun belum jelas benar kemana uang itu mengalir.
"Ada dugaan uang ndak tahu mengalir kemana dari mana, setidaknya ada 500 ribu dollar Singapura,"ujar Boyamin.
Selain itu Boyamin menenggarai bahwa Jaksa Pinangki melakukan perjalanan setidaknya lebih dari 9 kali ke Malaysia untuk menemui Djoko Tjandra.
Namun yang pasti seperti yang terlihat dalam foto di laman medsos milik Pinangki ada 2 perjalanan Jaksa Pinangki ke Negeri Jiran Malaysia masing-masing tanggal 12 November 2019 bersama seorang pria dan tanggal 25 November 2019 bersama pria yang sama berikut kuasa hukum Djoko, Anita Kolopaking.
Informasi ini disebut oleh Boyamin telah dilaporkan kepada pihak Kejagung.
"Jumahnya tidak bisa saya sebutkan, tapi tadi sudah saya serahkan (Jampidsus). Dugaan adanya uang setidaknya untuk katakan lah kira-kira untuk akomodasi, hotel dan segala macam," ujar Boyamin di Kejaksaan Agung, Kamis (06/07/20) seperti dilansir Kompas.TV.
Gurita bisnis Djoko memang masih membuat dirinya mampu menghasilkan pundi-pundi uang dalam jumlah yang luar biasa besar.
Sehingga Djoko mampu "membeli" hukum dan kebebasannya, sebelum kemudian ia ditangkap dan kini sudah dijebloskan ke Lapas Salemba untuk menjalani hukumannya yang telah berkekuatan hukum tetap.
Namun bisa jadi dari perkembangan kasus terbarunya akan menambah panjang  hukumannya, dengan tuduhan pemalsuan surat dan gratifikasi.
Episode baru kasus Djoko yang menyeret banyak pihak ini, akan lebih baik jika tak terbatas hanya pada masalah pemalsuan surat saja, gratifikasi terhadap banyak aparat penegak hukum harus diusut hingga tuntas.
Rencananya menurut pihak Kepolisian dalam beberapa hari ke depan akan ada gelar perkara kasus pelarian Djoko Tjandra yang rencananya akan dihadiri juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Harapannya Polisi, Kejaksaan dan KPK dapat mengungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya. Jika memang terdapat bukti yang cukup siapapun yang terlibat harus disikat, jangan tebang pilih.
Hal ini membuktikan juga bahwa mafia hukum masih bercokol mencengkram proses hukum di indonesia, jadikanlah momen sebagai momen bersih-bersih aparat hukum di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H