Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada di Tengah Pandemi dan Polemik Dinasti Politik

28 Juli 2020   09:41 Diperbarui: 28 Juli 2020   09:39 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amerika Serikat saja yang dianggap sebagai mbah nya demokrasi, politik kekerabatan itu terjadi bagaimana keluarga Kennedy, saat John F Kennedy menjadi Presiden AS, saudaranya Robert Kennedy menjadi Jaksa Agung.

Atau keluarga Bush, George Bush Sr menjadi Presiden AS, kemudian sang anak George W Bush Jr menjadi Presiden AS beberapa waktu kemudian bersamaan dengan saudaranya Jeff Bush menjadi Gubernur di salah satu negara bagian AS.

Demikian pula di Indonesia, Keluarga Ratu Atut Chosiyah benar-benar menguasai provinsi Banten, mulai dari anaknya, adiknya, adik tirinya hingga iparnya memimpin kota dan kabupaten di wilayah tersebut.

Lantas salahnya politik kekerabatan itu dimana? Ya itu tadi dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidaksempurnaan demokrasi akibat adanya ketidaksetaraan perlakuan dan kemungkinan adanya conflict of interest, yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadi korban.

Pilkada 2020 kali ini memperlihatkan betapa politik kekerabatan itu menguat. Bayangkan keluarga Presiden Jokowi anaknya Gibran Rakabuming Raka maju menjadi Cawalkot Solo dan menantunya Bobby Nasution maju dalam Pilkada Walikota  Medan.

Kemudian Putri dari Wakil Presiden Maaruf Amin, Siti Azzizah juga maju sebagai Cawalkot Tanggerang Selatan, putra dari  Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Hanindhito Hirmawan maju dalam pemilihan Walikota Kediri, tak ketinggalan juga keponakan Menteri Pertahanan Prabowo maju sebagi Cawawalkot Tanggerang Selatan.

Pro dan kontra keikutsertaan mereka menjadi kontestan Pilkada 2020  terus mengemuka di publik. Pihak yang pro menyebutkan bahwa mereka itu tak bisa disebut sebagai dinasti politik karena mereka tak ditunjuk oleh keluarganya, mereka mengikuti prosedur proses dan rakyat pemilih lah yang menentukan.

Artinya apapun hasilnya mereka tak bisa mengintervensi. Sementara pihak yang kontra menyebutkan bahwa ini merupakan oligarki politik yamg bisa menimbulkan preseden buruk bagi demokrasi.

Demokrasi bisa menjadi asimetris, hal itu dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap dsmokrasi yang kini dipakai sebagai sistem di Indonesia.

Silang kata antara yang pro dan kontra terhadap politik kekerabatan sepertinya tak akan pernah ketemu ujungnya karena sudut pandangnya berbeda, yang pro melihatnya by result, sementara yang kontra angle yang dilihatnya by proses.

Dengan kondisi ini sepertinya saya sudah menyerah berharap terhadap proses politik kekuasaan di Indonesia. Harapan saya bisa melihat situasi politik bisa banyak berubah pada saat Jokowi memerintah, sepertinya sirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun