"Lima tahun kedepan, mohon maaf,saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalon lagi. Jadi apapun yang terbaik untuk negara akan saya lakukan," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (09/05/19). Seperti yang dilansir Kompas.Com
Asumsi saya "tanpa beban" itu artinya ia akan bekerja all out dan hanya menghitung kalkulasi politik dengan sangat minimal.
Namun ketika memasuki periodenya yang ke-II, setelah memenangkan pertarungan yang sangat sengit.Â
Kabinet yang dibentuk Jokowi tak sesuai dengan janjinya yang akan menempatkan para teknokrat yang profesional di bidangnya untuk duduk di Kabinet yang kemudian ia beri nama Kabinet Indonesia Maju tersebut.
Posisi Menteri dalam Kabinet tersebut  ternyata diberikan kepada partai-partai politik yang masuk ke dalam koalisi pemerintah, termasuk Gerindra yang di Injury time menyatakan dukungannya pada Jokowi.
Jokowi seperti kalah oleh tekanan politik dan rasa terimakasihnya. Menteri Agama yang biasanya di duduki oleh seorang ulama atau paling tidak personil yang memahami betul agama Islam, di duduki oleh seorang Purnawiran Tentara.
Hal ini kemudian membuat beberapa keputusannya seperti tak jelas. Dalam masalah penangan Covid-19 Menteri Kesehatan yang seharusnya menjadi ujung tombak menghilang entah kemana.
Kemudian Menteri Pertanian yang seharusnya mengurus persedian pangan malah menjajakan kalung anti virus.
Dan itu diumumkan secara terbuka, untuk kemudian diproduksi. Saya yakin Jokowi tahu itu, tapi ia diam saja seolah merestui.
Kartu Pra Kerja yang merupakan program unggulan miliknya tak terlaksana dengan baik ketika harus digunakan sebagai jaring pengaman sosial dalam mengurangi dampak ekonomi akibat Pandemi Covid-19.
Kisruh terus berlanjut ketika ada keharusan bagi para pemilik kartu pra kerja yang dianggap tak berhak untuk mengembalikan insentif yang telah diberikan pemerintah.