Gerak langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sangat cepat, dirinya melakukan restrukturisasi nyaris di seluruh perusahaan milik negara, dari mulai mengganti jajaran petingginya, memperbaiki posisi utang beberapa perusahaan yang tengah merugi, menggabungkan atau melikuidasi perusahaan BUMN yang hidup segan mati tak mau.
Kemudian ada beberapa usaha dari anak usaha BUMN dilebur menjadi satu, seperti beberapa rumah-sakit milik berbagai perusahaan BUMN menjadi satu di bawah manajemen PT Pertamedika yang dulunya merupakan anak usaha Pertamina.
Selain rumah sakit yang bakal dilebur, Dana Pensiun (dapen) yang menyebar di seluruh perusahaan pelat merah ini akan disatukan dalam sebuah manajemen baru.
Erick Thohir sepertinya telah memiliki grand design tersendiri dalam mengelola Perusahaan-Perusahaan BUMN ini. Dalam rencana Erick, BUMN bakal dipangkas setengahnya dari jumlah perusahaan saat Menteri BUMN dipegang Rini Soewandi yakni 142 perusahaan menjadi 70 perusahaan saja.
Saat ini jumlah perusahaan BUMN tinggal 107 perusahaan, 35 BUMN sudah ia lebur atau likuidasi. Namun langkah Erick yang sangat cepar ini sepertinya tak diikuti oleh kecermatannya dalam bertindak.
Penunjukan petinggi-petinggi BUMN menuai konroversi, penunjukan anggota TNI dan Polri aktif memicu polemik. Kemudian politik "ada ubi ada talas" terpampang jelas jika kita melihat komposisi posisi Komisaris-Komisaris di perusahaan milik negara ini.
Masalah peleburan atau likuidasi perusahaan pun sepertinya terlalu cepat dilakukan, walaupun saya yakin secara teknis manajerial sudah dilakukan due dilligence, namun Erick sepertinya mengabaikan aspek di luar masalah teknis. Tak heran kemudian Adian Napitupulu sempat mempertanyakan langkah-langkah Erick ini, lewat surat terbuka hingga kemudian ia dipanggil Presiden Jokowi.
Rencana Erick terbaru adalah melebur dapen di berbagai perusahaan BUMN dalam satu manajemen dan melakukan merger terhadap seluruh bank-bank syariah BUMN. Hal ini dilakukan Erick untuk mendorong peningkatan kinerja dan efesiensi di perusahaan pelat merah.
Untuk dapen Erick mengungkapkan disatukannya seluruh dapen BUMN untuk menghindari fraud dan meningkatkan asas kehati-hatian.Berkaca pada kasus Jiwasraya Erick menyebutkan bahwa seharusnya dapen itu dikelola secara prudent tak perlu tergiur dengan iming-iming imbal hasil tinggi namun disertai risiko besar,
Dana pensiun itu semestinya ditempatkan pada investasi yang memiliki risiko rendah.Â
"Saya tidak mau kejadian Jiwasraya terjadi di dana pensiun BUMN, kita sedang coba konsolidasi dapen BUMN, bahwa kita coba konsolidasikan, tapi legal hukumnya masih kami pelajari," katanya, Kamis (02/07/20). Seperti dilansir Bisnis.com.
Selain itu Erick yakin jika dana dapen itu bisa terkonsolidasi dengan baik, maka  jumlah dana kelolaan dapen BUMN  yang ratusan triliun rupiah dapat digunakan untuk membantu kebutuhan dana pembangunan infrastruktur di indonesia.
Namun menurut Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia, Suheri. Penggabungan beberapa dapen yang kini dikelola secara mandiri oleh setiap perusahaan BUMN itu dapat menimbulkan beberapa kendala.
Seperti penyusunan program kerja dapen, hingga strategi investasi yang telah diformulasikan untuk program yang ditetapkan.
"Menurut kami, yang dikhawatirkan kalau program beda, pendiri sudah menentukan arah untuk mewujudkan target, kan ada sinkronisasi juga. Tapi apa strategi itu bisa memenuhi kebutuhan program tersebut. Karena tujuan investasi dana pensiun kan untuk memenuhi kewajiban," kata Presiden Direktur Dapen Astra ini. Jumat(03/07/20), seperti dilansir CNBCIndonesia.com.
Kebayang sih menyatukan dapen itu yang memiliki berbagai karakteristik  tersebut menjadi satu, mungkin tingkat kerumitannya akan sama dengan menyatukan semua perusahaan BUMN menjadi satu dalam kompleksitas lebih rendah.
Jika memang penggabungan ini agar dapen tersebut bisa lebih prudent dalam berinvestasi, tak perlu digabungkan perbaiki saja pengawasannya. Tak ada jaminan juga setelah digabung cara mereka berinvestasi akan lebih hati-hati.
Langkah-langkah Erick dalam membenahi BUMN ini terlihat kok seperti tergesa-gesa, dalam jangka waktu 8 bulan perusahaan-perusahaan pelat merah dan anak cucunya diobrak abrik.
Jika kita mengutip pernyataan Adian Napitupulu dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TVÂ beberapa waktu lalu, sebagian langkah Erick Thohir dalam membenahi BUMN ini tak diketahui oleh Presiden Jokowi.
Langkah Erick yang "kesusu" ini tentu saja akan mendapat perlawanan walaupun tak akan dilakukan dengan cara eksplisit oleh para pengemban 'status quo" di struktur BUMN.Â
Bagaimana bisa dalam seminggu  tagar #Erickout sudah berkumandang di dunia maya, menjadi trending topik di platform media sosial Twitter, jika tak ada yang menggerakan.
Mungkin Erick Thohir lebih baik mengendurkan derap langkahnya dalam merestrukturisasi BUMN, sambil mengkaji ulang semua keputusannya tersebut agar tak menjadi gaduh dan diujungnya akan membebani Presiden Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H