Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Barisan Sakit Hati Membakar Simbol Partai Penguasa

26 Juni 2020   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:06 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timesindonesia.co.id

Aksi massa PA 212 di depan Gedung DPR/MPR  Rabu (24/06/20) dalam rangka menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila(HIP) yang berujung pembakaran bendera PKI dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara bersamaan tampaknya akan berbuntut panjang.

Seperti diketahui PA 212 merupakan kumpulan pihak-pihak yang selama ini selalu berhadapan dengan pemerintah Jokowi dan PDIP sebagai partai penguasa.

Kelompok PA 212 ini dimata saya tak lebih dari barisan orang-orang sakit hati saja, residu dari proses politik yang terjadi dalam 7 tahun belakangan. 

Karena syahwat berkuasanya mulai dari Pilpres 2014 kemudian Pilpres 2019 berhasil digagalkan oleh Jokowi dan PDIP.

Ketika dipersonifikasikan sebagai barisan sakit hati, mereka dengan keras akan menolak itu. Mereka beralasan bahwa yang mereka lakukan selaras dengan ajaran Islam.

Ketika mereka bergerak simbol-simbol Islam selalu mengiringinya, seolah tak ada lagi yang paling Islam di Indonesia ini selain kelompoknya.

Politik identitas benar-benar dipraktekan nyaris sempurna oleh mereka dalam melakukan pergerakannya.

Sentimen Cina (merujuk pada etnis dan negara) dan Partai Komunis Indonesia(PKI) merupakan jualan favorit mereka.

Namun itu tak lebih dari kedok belaka, yang jelas tujuan mereka itu sangat politis dan berkaitan langsung dengan kekuasaan.

Isu SARA dan ideologi komunis mereka pakai untuk menyerang pemerintahan Jokowi, semua orang tahu berita hoaks bahwa keluarga Jokowi adalah anggota PKI disebarluaskan dalam pilpres 2014 hingga pilpres 2019 lalu.

Jika kemudian kita menelisik siapa saja yang ada di dalam kelompok tersebut dimotori oleh ormas Front Pembela Islam (FPI) yang pentolannya Riziq Shihab kini berada di Arab Saudi untuk menghindari proses hukum.

Kemudian ada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang organisasinya secara resmi dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Jokowi beberapa tahun lalu.

Dan oknum-oknum dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), walaupun secara resmi PKS tak terlalu jelas dukungannya terhadap PA 212, namun sebagian besar masyarakat tahu bagaimana keterlibatan PKS dalam PA 212 ini.

Jika kita amati secara seksama, cara mereka bergerak dan isu  Cina dan PKI yang mereka jual itu nyaris sebangun dengan orde baru.

Orde yang harus kehilangan kekuasaannya yang cukup panjang akibat reformasi yang terjadi tahun 1998. Dan kita tahu lah mantan penguasa orde baru memiliki keterikatan juga dengan kelompok PA 212 ini.

Jadi sekali lagi gerakan mereka apapun tamengnya, itu merupakan upaya mereka untuk berkuasa di Indonesia. 

Dalam aksi kemarin itu, selain membakar bendera PDIP mereka juga mengajukan 4 tuntutan yang dibacakan oleh Ketua Pelaksana Pergerakan Aksi PA 212, Edy Mulyadi.

Salah satunya adalah meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) segera memberhentikan Jokowi.

"Kita minta mendesak agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan Presiden Jokowi," kata Edy dalam orasinya di depan gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarat Pusat, Rabu (24/6/2020). Seperti dilansir Detik.com.

Ia beralasan tuntutan itu lahir karena Jokowi memberi peluang bagi bangkitnya PKI dan Neo-Komunisme. Jualan seperti ini rasanya buat saya sangat aneh. 

Perang ideologi itu memang pernah terjadi secara global, tapi itu tahun 60an hingga 80an akhir. Komunisme sebagai sebuah ideologi memang tidak akan mati seperti halnya ideologi-ideologi yang lain.

Tapi jaman sudah berbeda, arah kehidupan manusia juga berubah. Manusia itu mahkluk yang memiliki nalar, komunis itu sudah tidak laku dan bisa disebutkan sudah mati.

Tak ada satu pun negara besar di dunia ini yang murni mempraktekan ideologi ini. China yang sering dianggap musuh oleh mereka,  secara ekonomi merupakan kapitalis sejati, hanya saja pemerintahannya berhaluan komunis. 

China tak menjadikan komunis itu sebagai ideologi, mereka hanya memerintah dengan cara "komunis" ala China.

Jika memang merupakan ideologi sistem ekonominya pun akan merujuk kesana, dan ini kan tidak. Malah berbalik 180 derajat dengan sistem ekonomi komunis.

Komunis dan PKI itu hantu, dihidupkan sebagai simbol perlawanan saja oleh kelompok PA 212 itu. Kemudian agar simbol itu dianggap nyata mereka mencoba mengasosiasikan PKI dengan PDIP yang kebetulan didirikan dan dipimpin oleh trah Soekarno Presiden Indonesia pertama, yang ditumbangkan oleh Soeharto penguasa orde baru.

Soeharto itu lah yang memberikan stigma bahwa Proklamator Kemerdekaan Indonesia itu merupakan bagian atau paling tidak simpatisan PKI.

Walaupun asumsi ini memang masih sangat debatable, namun saya membaca begitulah alur peng-asosiasi-an antara PKI dan PDIP 

Saya bukan pendukung PDIP,sepanjang umur saya tak pernah rasanya menjadi simpatisan partai berlambang banteng moncong putih ini. 

Namun saya menghormati mereka sebagai sebuah institusi politik resmi sesuai undang-undang yang setahu saya sudah pasti memiliki azas dasar Pancasila.

Dan Jangan lupa mereka itu pemenang dua kali pemilu terakhir 2014 dan 2019, pemilihnya dalam Pemilu 2019 jumlahnya 27 juta orang. Itu fakta

Jika kemudian mereka diasoiasikan dengan partai terlarang tentu saja mereka akan kesal karena nama baik mereka bisa tercoreng dan sependek pengetahuan saya mereka tak ada hubungannya sama sekali bahkan beririsan tipis dengan PKI-pun tidak.

Apalagi kemudian dalam aksi massa PA 212 kemarin bendera yang merupakan simbol kehormatan partai dibakar! ya jelas lah PDIP bakal meradang.

Walaupun demikian, Megawati Ketua Umum sekaligus patron PDIP bertindak sangat tepat, ia tetap berusaha menenangkan kadernya. Ia mengeluarkan Perintah Harian.

"Rapatkan barisan,tempuhlah jalur hukum, perkuat persatuan dengan rakyat, karena rakyat cakrawala partai," ujar Megawati dalam Perintah Harian tersebut.

Terbayang jika ia mengeluarkan pernyataan yang memancing kader-kadernya untuk bergerak secara serentak, Syukurlah itu tidak dilakukan.

Provokasi memang tanpa henti terus dilakukan oleh barisan sakit hati ini, apalagi jika kita mengamati media sosial, tagar silih berganti diapungkan oleh mereka, yang maksudnya agar Jokowi diturunkan dari jabatan Presiden.

Sepertinya mereka kebelet ingin berkuasa, mereka selalu mencari celah untuk menyerang pemerintahan Jokowi. Mereka  terus mengintip momen setiap langkah Pemerintahan Jokowi, mana tahu ada kesalahan yang dilakukan Jokowi dan jajarannya yang mereka bisa tunggangi.

Semoga saja jajaran petinggi PDIP bisa meredam kadernya diakar rumput untuk tak menyerang balik dengan cara frontal sehingga berujung rusuh.

Saya sih tak pernah berharap kepada jajaran petinggi kelompok PA 212 untuk meredam langkah pengikutnya agar berhenti memprovokasi, karena sejatinya merekalah provokatornya alih-alih mendinginkan situasi mereka malah mamanaskan suasana.

Seperti yang diucapkan oleh Ketua Presidium  PA 212 Slamet Maarif, 

"PDIP harus introspeksi dan koreksi diri, kenapa ada oknum yang membakar bendera partainya bersamaan dengan pembakaran bendera PKI," ujar Slamet, Kamis (25/6/2020). Seperti dilansir oleh Tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun