Ratna Sari Dewi perempuan Jepang molek  dan cerdas, istri Sang Proklamator nan Flamboyan Ir Soekarno, merupakan satu-satunya istri Presiden Republik Indonesia Bung Karno yang berani berbicara secara terbuka mengenai masalah politik Indonesia.
Dewi Soekarno merupakan salah satu saksi sejarah bagaimana komplikasi keadaan saat menjelang dan sesudah  G30S PKI terjadi serta saat-saat berakhirnya kekuasaan Soekarno.
Bahkan, seperti dilansir oleh laman Historia.id, Dewi Soekarno sempat bertemu dengan Jenderal Soeharto di Lapangan Golf Rawamangun beberapa hari setelah keluarnya Supersemar.
Pertemuan ini menurut Probosutedjo, adik tiri Soeharto diatur oleh Bob Hasan. Dalam pertemuan tersebut Soeharto, memberikan 3 opsi kepada Dewi agar dipilih Soekarno  terkait perkembangan situasi saat itu.
Pertama, Soekarno pergi keluar negeri untuk beristirahat, tetap tinggal sebagai Presiden namun hanya simbol saja, atau terakhir mundur total alias mengundurkan diri sebagai Presiden.
Untuk rekomendasi pertama Soeharto menyarankan Soekarno untuk pergi ke Jepang atau ke Mekah sebagai tempat peristirahatan.
Menurut Sejarawan Jepang Aiko Kurosawa, tak jelas apakah Dewi menyampaikan 3 opsi tersebut pada suaminya atau tidak, namun yang jelas ia sadar bahwa implikasi dari keluarnya Supersemar itu sangat berat bagi Soekarno, dan ia merasa Soekarno sudah kalah.
Padahal sebelum pertemuan Dewi Soekarno masih yakin bahwa Soekarno dan kekuasaannya masih baik-baik saja.
Selanjutnya Dewi diketahui diminta dengan sangat oleh Suaminya, Soekarno untuk segera keluar dari Indonesia dan ia kemudian pergi ke negeri leluhurnya, Jepang dan disanalah Ratna Sari Dewi melahirkan utri tunggalnya dari pernikahan dengan si Bung Besar yang kemudian di beri nama Kartika Ratna Sari Dewi Soekarno dengan nama panggilan Karina.
Setelah itu Dewi menghabiskan hidupnya di luar Indonesia, namun ia masih terus memonitor kondisi suaminya di Indonesia.
Ketika ia berada di Paris Perancis, dan mendapat informasi kondisi suaminya terus memburuk pada tanggal 6 April 1970 ia menulis Surat Terbuka kepada Penguasa Orde Baru, Soeharto.