Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masyarakat Indonesia Tak Patuh, karena Tak Percaya pada Kebijakan Pemerintah Jokowi dalam Penanganan Covid-19?

20 Mei 2020   22:23 Diperbarui: 20 Mei 2020   22:39 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang tak mudah memerintah dalam situasi Pandemi Covid-19 seperti saat ini. Tak ada satu pun negara di dunia ini yang siap dengan kondisi pandemi.

Negara maju, negara berkembang, apalagi negeri miskin semua kedodoran menanganinya. Memang ada beberapa negara yang dianggap berhasil menangani Covid-19, sehingga masyarakat mereka kini mulai bisa menikmati kembali normalitas kehidupan sehari-hari walau dalam situasi "the new normal".

Sebutlah negara tersebut New Zealand, Vietnam, Taiwan, kemudian Thailand mulai kembali membuka aktivitas ekonomi warganya, semua memang tak 100 persen normal.

Karena aktivitas mereka sehari-hari masih menggunakan protokol kesehatan sesuai arahan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO. 

Mengapa mereka bisa cepat recovery? Karena mereka menerapkan kebijakan protokol kesehatan seperti menjaga jarak fisik, tak mengijinkan kerumunan dalam bentuk apapun dengan sangat ketat.

Alur kebijakan negara-negara tersebut linier dan supporting satu sama lain, tak tumpang tindih.  Selain tentu saja ada aspek lain yang memengaruhinya, seperti sistem pemerintahannya, prasyarat penetapan kebijakan hingga karakteristik masyarakatnya, termasuk di dalam nya dukungan akurasi data kependudukan serta tingkat pendidikan dan kesejahteraan warganya.

Lantas bagaimana posisi Indonesia? Hmmmm, gimana yah, akh Speechless....

Pemerintah Jokowi tak berminat melakukan locdown atau karantina wilayah secara ketat. Pemerintah Indonesia lebih suka menggunakan lockdown secara moderat dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), untuk mengimplementasikan protokol kesehatan penanganan Covid-19.

Alasannya, kondisi negara tak memungkinkan melakukan karantina wilayah secara ketat. Karena karakteristik masyarakatnya terutama tingkat disiplinnya yang dianggap rendah.

Kemudian dari sisi ekonomi, secara fiskal Indonesia belum mampu membayar seluruh warganya untuk diam di rumah seperti yang dilakukan Jepang atau Singapura dan beberapa negara Eropa.

Masyarakat sebetulnya bisa memahami kondisi ini, namun di tengah pemahaman itu pemerintah terus menerus  menelurkan kebijakan yang tumpah tindih bahkan satu sama lain saling bertentangan.

Ketika Presiden Jokowi menegaskan bahwa mudik dilarang, dan seluruh angkutan umum dilarang beroperasi, itu keren dan tegas.

Tapi tak lama kemudian, kurang dari satu minggu kebijakan itu berjalan. Tiba-tiba larangan angkutan umum beroperasi dicabut oleh pihak yang sama, Pemerintah Cq Kementerian Perhubungan dengan syarat-syarat tertentu.

Akibatnya kemudian Bandara Soetta dipenuhi penumpang yang akan terbang menuju tujuan masing-masing, dengan mengabaikan protokol kesehatan menjaga jarak aman.

Selain itu masyarakatnya pun sepertinya tak sadar bahwa kepergian mereka untuk mudik dapat menyebarkan Covid-19 di Kampung Halamannya.

Berbagai upaya dilakukan masyarakat, agar bisa mudik. Mulai dari mencari jalan tikus, bahkan ada yang sampai rela mengeluarkan belasan juta agar mereka bisa tetap mudik dengan cara menderek mobilnya seakan itu mobil kosong.

Di luar urusan transportasi, masyarakat pun masih tetap rela berkumpul abai terhadap physical distancing untuk kepentingan yang tak penting.

Misalnya saat penutupan outlet makanan siap saji Mc Donald di kawasan Sarinah Jakarta Pusat. Kemudian pasar-pasar dihampir seluruh kota di Indonesia termasuk di Kawasan Red Zone, masih saja dipenuhi oleh orang, mereka seolah tak pernah takut terpapar Covid -19 yang penyebarannya sangat cepar tersebut.

Kombinasi kebijakan pemerintah yang tak jelas, tak sinkron satu sama lain dengan sifat abai masyarakat ini, membuat para tenaga medis frustasi, sehingga munculah tagar #IndonesiaTerserah.

Apalagi dalam waktu yamg bersamaan wacana pelonggaran PSBB sempat naik kepermukaan, masygul lah hati para Nakes yang sudah berjuang siang dan malam untuk memerangi Virus yang berasal dari Wuhan ini.

Walaupun kemudian, Presiden Jokowi secara tegas mengeluarkan pernyataan bahwa PSBB dalam waktu dekat tak akan dilonggarkan.

"Saya tegaskan, belum ada kebijakan pelonggaran PSBB," ujar Presiden Jokowi di Istana Negara Senin (18/05/20). Seperti dilansir Kompas.com.

Namun fakta ke arah pelonggaran itu seperti terkonfirmasi setelah Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Munardo menyatakan bahwa pekerja di bawah usia 45 tahun akan diperbolehkan kembali bekerja di kantornya masing-masing.

Hal senada juga diucapkan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, bahwa seluruh pegawai BUMN berusia muda wajib hadir di kantor pasca lebaran nanti.

Tetapi, kembali 2 pernyataan itu diralat oleh kedua pejabat tersebut. Kondisi ini membuat masyarakat bingung akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahan Jokowi terkait penanganan Covid-19 menurun sangat dalam.

Akibatnya, masyarakat sepertinya menjadi tak taat terhadap apapun kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19.

Hal inilah menurut saya yang membuat masyarakat abai terhadap prookol kesehatan, ditambah tungkat kedisiplinan masyarakat Indonesia yang rendah, ditambah lagi kebutuhan ekonomi yang memaksa mereka untuk tetap beraktivitas.

Di luar itu ada masalah momen juga sih sebenarnya, karena ini dalam suasana Ramadan dan sudah mendekati Idul Fitri. Berbelanja makanan dan baju baru seperti sebuah keharusan dalam kondisi apapun, membuat mereka abai.

Lantas siapa yang patut disalahkan dalam kondisi ini? Kedua-duanya salah, Pemerintah salah karena inkonsistensi kebijakan, dan masyarakat tak memiliki kesadaran akan bahaya penyebaran virus ini.

Pemerintah tak 100 persen bisa disalahkan, karena susah juga mengontrol setiap pergerakan manusia diseluruh pelosok Indonesia.

Harusnya kedua belah pihak harus sama-sama, masyarakat disiplin dan sadar, pemerintah harus konsisten atas kebijakannya. Enggak mencla mencle seperti saat ini.

Semoga istilah Indonesia terserah yang digaungkan tenaga kesehatan itu bukan tanda mereka menyerah untuk tetap berjuang melawan Corona, melainkan itu usaha  mereka agar kebijakan Pemerintah bisa lebih baik dan konsisten serta masyarakat lebih disiplin.

Jika dilakukan secara sinergis kita mampu kok melawan Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun