Bulan puasa seolah menjadi extravaganza konsumtif yang dipertontonkan dengan jor-joran oleh semua orang, konsumen dan produsen bersatu padu membangun sebuah pola konsumsi yang berlebihan.
Hal yang sejatinya berkebalikan dengan substansi ibadah puasa itu sendiri , yang seharusnya mengajak semua umat manusia untuk menahan diri dan berbagi.
Ramadan kali ini sepertinya mengajak kita kembali ke substansi puasa yang sebenarnya. Kita seolah diingatkan kembali oleh Allah Sang Maha Pencipta bahwa Dia lah yang Maha Tinggi Penguasa sekalian alam.
Segala pencapaian manusia dalam berbagai bidang termasuk teknologi  dan ilmu pengetahuan,  tak ada apa-apanya. Kita kembali menyadari ketidakberdayaan sebagai manusia dengan adanya ancaman penyakit dan kematian yang bisa datang kapan saja.
Kita juga dingatkan bahwa manusia selama ini sudah mengeksploitasi alam secara serampangan jauh dari kata bijak, tanpa mengenal batas.Â
Refleksi ini  sudah seharusnya digunakan untuk menata visi hidup baru  yang lebih substansial bagi kita ssbagai individu dan komunitas manusia pengisi bumi.
Sesungguhnya perilaku kita sebagai manusia akan menuntun kita kepada takdir yang kita jalani. Terdapat peran kita sebagai manusia yang dapat mengendalikan arah takdir seperti yang kita inginkan.
Ramadan  ini, saatnya kita melakukan refleksi secara lebih mendalam, lebih komprehensif, dan lebih substantif terhadap perjalanan kita sebagai individu atau terhadap perkembangan peradaban manusia yang selama ini dimotivasi oleh hedonisme.
Saatnya bagi kita untuk kembali mencari jati kemanusian yang mungkin telah terlupakan karena kesibukan pekerjaan yang selama ini menyita sebagian besar waktu yang kita miliki.
Inilah saatnya untuk mereflesikan hubungan kita dengan Allah SWT dan mengevaluasi perjalanan hidup kitaÂ
Dan di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, adalah waktu terbaik  untuk menjalaninya.Â