Terlepas dari urusan jumlah, imbas dari pandemi ini kepada masyarakat, secara sosial kita menjadi seperti terasing karena harus tetap berada di rumah dan ekonomi kita menjadi benar-benar terpuruk, gelombang orang yang kehilangan pekerjaan terus bertambah, hingga saat ini menurut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenanker), korban PHK di Indonesia akibat imbas pandemi ini sebesar 2,8 juta pekerjaÂ
Kondisi ini terjadi karena mobilitas manusia sebisa mungkin dihentikan. Saya saja sampai hari ini sudah lebih dari 1 bulan terkurung di rumah.
Keluar hanya untuk membeli kebutuhan pokok, bekerja saja sudah dengan cara online alias WFH. Bosan dan jenuh kini sudah mulai menghinggapi, meskipun saya mencoba untuk tetap aktif dan produktif, selain mengerjakan tugas kantor, saya mencoba memasak, berolahraga atau membaca dan menulis.
Tetapi tetap saja kejenuhan datang melanda, lantas sampai kapan saya atau kita semua mampu bertahan dalam situasi seperti ini?Â
Apalagi kita semua sepertinya tak pernah tahu kepastian berakhirnya situasi seperti ini, antivirus Covid-19 belum jelas sampai kapan dapat digunakan secara masal, bahkan beberapa ahli epidemologi dari Harvard University Amerika Serikat menyebutkan, bisa saja kondisi seperti sekarang berlangsumg hingga tahun 2022.Â
Apakah kita mampu menyesuaikan situasi abnormal ini menjadi "the new normal"?
Berdasarkan berbagai literatur yang saya baca dalam menyikapi pandemi ini. Pada dasarnya, jika kita mengacu pada diagram Maslow, ada 5 tingkatan piramida yang menggambarkan kebutuhan manusia.
Tingkatan paling dasar adalah kebutuhan fisik, seperti makanan, minuman, tidur yang berkualitas, baju untuk dipakai, dan tempat tinggal untuk bernaung.
Tingkatan ke-2 adalah rasa aman, misalnya kepemilikan properti, asuransi, tabungan, dan pekerjaan.
Jika kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka manusia normalnya akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang ke-3 yakni rasa Cinta dan kepemilikan.
Walaupun berada di dalam rumah dan bersama keluarga, bukan berarti kebutuhan akan cinta seseoramg terpenuhi.