Alasan yang diungkapkan Luhut, karena ia banyak menerima laporan bahwa para pekerja di 8 sektor yang diperbolehkan beroperasi saat PSBB dilaksanakan masih banyak yang menggunakan KRL sebagai alat transportasinya.
"Pak Menko Luhut mendapatkan laporan bahwa penumpang KRL itu mayoritas adalah pekerja. Jadi kita juga tidak ingin seperti mereka yang bekerja di fasilitas kesehatan jadi terdampak jika KRL ini disetop operasionalnya," kata Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, dalam keterangannya, Jumat (17/4/20) seperti yang dilansir oleh liputan6.com.
Dan memang benar juga sih apa yang diucapkan oleh LBP tersebut. KRL tak bisa dihentikan operasionalnya sepanjang kantor-kantor yang ada di wilayah Jabodetabek masih ada yang beroperasi dan mengharuskan pekerja hadir ditempat kerjanya.
Ini akan menjadi kontra produktif bagi PSBB itu sendiri kalau dipaksakan pemberlakuannya. Seharusnya para Kepala Daerah tersebut memaksa semua kantor untuk menutup operasionalnya terlebih dahulu jadi mobilitas pekerja tak terjadi.
Namun, apakah pemerintah daerah sudah siap dengan konsekuensinya, PHK akan membengkak dan bantuan sosial berubah menjadi kewajiban sosial pemerintah untuk membayar masyarakat agar diam dirumah.
Saat ini saja bansos yang dijanjikan, mayoritas belum sampai ke publik. Jika memang mau benar-benar berhasil PSBB ini bayar semua orang untuk tetap berada di rumah, seperti yang dilakukan oleh Jepang dan Singapura, pertanyaannya apakah secara fiskal kita mampu?
Memang ini sebuah dilema dan kesulitan yang sangat besar bagi seluruh perangkat pemerintah. Tindakan LBP dalam hal ini juga tak bisa disalahkan, sependek pengetahuan saya mungkin Luhut sudah berkonsultasi dengan Presiden Jokowi terkait hal ini.
Luhut memang tampak kontroversial namun pengalaman dan pengetahuannya yang sangat luas serta loyalitasnya tak diragukan lagi, membuat dirinya menjadi salah satu orang yang paling didengar oleh Jokowi dalam menjalankan pemerintahan.
Jadi tak mengherankan juga setiap pemikiran LBP ini hampir pasti dilaksanakan oleh pemerintah, walaupun kata akhir ada ditangan Jokowi.
Kondisi ini yang kemudian dicibir oleh mereka yang menamakan dirinya oposisi, mereka menganggap Jokowi-Maauf Amin ada di bawah Luhut.Â
Ya faktanya sih menurut saya tak seperti itu, hanya saja pandangannya menjadi salah satu referensi utama keputusan Jokowi.