Data kependudukan.yang masih belum akurat menjadi permasalahan menahun walaupun saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya.
Sebagai contoh kemarin, saya mendapat WA dari sepupu yang tinggal di wilayah Tanah Baru Bogor Utara Kota Bogor.
Seluruh keluarga di wilayah tersebut diminta untuk mengumpulkan data Kartu Keluarga (KK) oleh Ketua Rukun Tetangga (RT)-nya. Menurut Ketua RT tersebut  "yang penting kumpulin dulu KK, perkara nerima Bansos itu sih rejeki dari Tuhan saja"
Aneh kan? Artinya belum ada ukuran yang jelas siapa penerima bantuan tersebut sehingga Tuhan harus dilibatkan dalam hal ini.Â
Sementara, masih menurut sepupu, di RT sebelahnya bahkan pengumpulan data berupa KK itu tak dilakukan, karena sang pengurus warganya itu tak aktif, jadi pendataan sama sekali tak dilakukan.
Hal-hal seperti inilah yang harus diantisipasi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Karena bisa saja terjadi penerima bantuan tak tepat sasaran, dan di daerah -daerah itu sering kali keluarga pengurus warga saja yang mendapat bantuan sosial tersebut.
Dalam kondisi seperti ini bantuan sosial masif, situasi darurat sehingga pengawasan menjadi longgar, moral hazard biasanya muncul.
Seharusnya petugas-petugas dari Kelurahan atau Kecamatan atau Pemda Kota/Kabupaten langsung turun ke lapangan untuk mendata secara benar siapa yang pantas menerima bansos tersebut.
Tak aneh jika kita mendapati yang berkecukupan malah mendapat bansos sementara yang benar-benar kesulitan dan terdampak secara ekonomi pandemi Covid-19, tak mendapatkan apapun.
Selain akan menimbulkan kegaduhan, bansos ini menjadi tak sesuai dengan harapan pemerintah. Mungkin bagi para pekerja informal semacam ojek online lebih mudah disasar karena datanya valid lewat kantor operator transportasi online tersebut.
Tapi yang lain, relatif lebih sulit, apalagi bagi para pekerja informal seperti pedagang asongan. Belum lagi bagi para tunawisma yang saya yakin dalam data kependudukan saja tak tercatat, bagaimana pendekatan pemerintah terhadap mereka?