Video yang viral terkait para pekerja Departemen Store Ramayana Kota Depok yang menangis dan berpelukan saling menguatkan, saat pihak manajemen Ramayana mengumumkan bahwa toko tersebut akan ditutup dan seluruh karyawannya akan dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Â membuat kita terenyuh.
Kurang lebih 300 karyawan Ramayana Cabang Depok ini, terpaksa harus di PHK karena omset penjualannya terus anjlok akibat dampak pandemi Covid-19, sehingga tak mampu lagi menutup biaya operasinya.
Itulah gambaran kondisi perusahaan dan ketenagakerjaan saat ini, akh memang pandemi ini sudah nyata merangsek ke setiap sendi kehidupan, temasuk ekonomi yang berimbas pada pasar kerja.
Menurut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) sampai saat ini sudah mencatat lebih dari 1 juta pekerja di seluruh Indonesia kehilangan pekerjaannya akibat dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan data dari Kemnaker per tanggal 7 April 2020, jumlah buruh/pekerja untuk sektor formal yang di rumahkan dan di lakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena terdampak pandemi Covid-19 sebanyak  1.010. 579 orang dari 39.977 perusahan.
Dengan rincian, 837.090  pekerja dari 17.224 perusahaan di rumahkan, sementara sisannya  137.489 pekerja dari 22.753 di-PHK. Di sektor informal tercatat 189.452 pekerja yang berasal dari 34.453 perusahaan.
Jadi secara keseluruhan baik dari sektor formal maupun informal jumlah tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaannya sebanyak 1.200.031 orang.
Yah, itu kenyataan yang ada dan tercatat di Kemanaker, mungkin saja jumlah sebenarnya yang ada dilapangan lebih banyak lagi.
Terlebih jika pandemi ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, jumlah pekerja yang akan kehilangan pekerjaan akan jauh lebih banyak lagi.
Pariwisata  dan berbagai industri penunjangnya seperti penerbangan dan hotel merupakan sektor yang paling dalam terdampak pandemi Covid-19 ini, semenjak Pemerintah membatasi mobilitas  penduduknya otomatis sektor ini akan terhantam hebat.
Kebijakan physical distancing yang diaplikasikan pemerintah Indonesia lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar, tampaknya akan menggerus sangat dalam ekonomi Indonesia, yang ujungnya tentu saja akan berdampak pada pasar kerja yang ada.
Shock akan terjadi di kedua sisi, supply dan demand. Dari sisi supply terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. Gelombang PHK yang terus terjadi dan tak terelakan akan membuat daya beli masyarakat menurun, akibatnya konsumsi barang pun akan menurun pula.
Dari sisi demand  kebijakan PSBB membuat keleluasan masyarakat untuk mengkonsumsi barang juga menurun. Akibatnya produksi barang pun turun dan akhirnya pendapatan perusahaan mengikuti arah penurunan ini, dan ujungnya perusahaan akan menurunkan biaya produksinya, termasuk melakukan PHK.
Untuk mencegah agar gelombang  PHK tak berlangsung masif Pemerintah diharapkan bisa mengeluarkan berbagai stimulus.
Diantaranya relaksasi PPh21, PPh 22, dan PPh 25 serta pembebasan PPN selama 6 bulan. Instrumen ini diberikan secara terbatas, terutama bagi industri yang paling terdampak dan menyasar UMKM dan sektor padat karya seperti manufaktur dan Pariwisata.
Pembebasan Iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dalam kurun waktu 6 bulan.Â
Kemudian  memberikan insentif khusus bagi perusahaan yang mengubah lini bisnisnya untuk memenuhi kebutuhan alat-alat medis.
Restrukturisasi pembayaran dan bunga kredit, termasuk di dalamnya  kelonggaran angsuran kepada UMKM dan driver transportasi online.
Beberapa hal memang sudah dilakukan oleh pemerintah, walaupun masih kita tunggu praktik di lapangannya , karena terkadang kebijakan diatas tak sesuai dengan kebijakan di tataran pelaksanaan.
Untuk urusan kartu pra-kerja saja pelaksanaannya terus diundur-undur dengan berbagai alasan. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa tanggal 9 April 2020 Kartu Pra-Kerja sudah siap berjalan, nyatanya diundur hingga tanggal 11 April 2020.
Saya coba memahami kesulitan yang terjadi, namun dalam kondisi tertekan masyarakat terutama para pekerja yang terkena PHK bisa berbuat apa saja.
Jika memang diperlukan setelah melalui kajian, dan ditemukan hasil bahwa RUU Omnibus Law bisa mengakselerasi recovery perekonomian terutama di sisi ketenagakerjaan, ya bahas dan sahkan.
Dampak ekonomi termasuk di dalamnya gelombang PHK, jika tak antisipasi dengan benar bisa menjadi kerawanan sosial dan politik. Ujungnya krisis multi dimensi seperti tahun 1998 bisa terulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H