Pandemi Covid-19 ini memang membuat berantakan segalanya, sosial, ekonomi, budaya, hingga olahraga harus dijadwal ulang.
Realokasi dan refocusing anggaran pun terpaksa dilakukan pemerintah seluruh negara-negara di dunia. Nasib serupa pun terjadi di Indonesia, anggaran harus di hitung ulang, alokasi dan fokusnya dialihkan.
Fokus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) indonesia 2020 adalah penanganan pandemi Covid-19 dan penangulangan dampak ekonominya.
Semua belanja negara di tingkat Kementerian dan Negara serta Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten, dipangkas dan dialihkan untuk dua hal tadi.
Pemerintah pun terpaksa mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undamg (Perppu) nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Karena untuk menangani penyebaran Covid-19 dan dampak ekonominya, setelah dilakukan penghitungan, defisit anggaran  mencapai 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto(PDB), padahal Undang-Undang Keuangan Negara membatasi defisit APBN maksimal hanya boleh hingga 3 persen saja.
Nah agar tak menjadi masalah dikemudian hari terkait pengambilan keputusan ini maka Perppu no1/2020 ini diterbitkan.
Perhitungan defisit hingga 5,07 persen tersebut setelah Kementerian keuangan menghitung ulang seluruh penerimaan negara yang disesuailan kondisi ekonomi yang merosot sangat dalam akibat wabah virus corona seri terbaru.
Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati (SMI) penerimaan pemerintah dalam APBN 2020 akan berkurang hingga 21 persen, akibatnya menimbulkan tekanan pada sisi belanja.
Target penerimaan awal disebutkan SMI akan mencapai Rp.2.233,2 triliun, namun akibat pandemi ini asumsi penerimaan negara hanya akan mencapai angka Rp. 1.760, 9 triliun atau setara dengan 78,9 persen dari target penerimaan awal.
Di sisi lain, belanja pemerintah melonjak diatas target awal belanja yang telah ditetapkan menjadi sebesar Rp. 2.613,8 triliun, naik dari jumlah sebelumnya yang sebesar Rp.2.540,4 trliun.
Dengan situasi seperti ini, maka ketemu lah angka defisit hingga 5,07 persen dari Produk domestik bruto. Angka persentase ini setara dengan Rp. 853 triliun.Naik sebesar 180,9 persen dari Rp. 307, 2 triliun
Nah, karena itulah makanya Tunjangan Hari Raya dan Gaji ke 13 ASN, Polri, dan TNI tadinya akan dikaji ulang dalam rapat terbatas dengan Presiden Pekan depan.
Meskipum pihak Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) memahami kondisi ini, jika THR dan Gaji 13 ditiadakan, namun akhirnya SMI memastikan bahwa THR dan Gaji ke 13 para pensiunan, ASN, TNI, dan Polri tetap akan dibayarkan.
"Untuk TNI Polri terutama kelompok yang pelaksanaan Golongan I, II, dan III sama untuk ASN TNI Polri, THR dalam hal ini sudah disediakan," ujar Sri Mulyani, Selasa (07/04/20), seperti yang dilansir oleh CNNIndonesia.
Yang akan dilakukan pengkajian adalah THR dan Gaji ke 13 bagi pejabat negara. Artinya para pejabat kemungkinan besar tak akan memperoleh THR dan Gaji ke 13.
Keputusan tetap memberikan THR dan Gaji 13 kepada para pegawai yang digaji oleh negara ini diharapkan akan tetap  mampu memeihara pertumbuhan ekonomi saat Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
Karena seperti diketahui pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari 60 persen disumbangkan dari ekonomi domestik rumah tangga.
Dengan jumlah ASN, TNI, dan Polri yang lebih dari 5 juta orang sumbangannya akan sangat signifikan bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H