Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penanganan Covid-19, Ada Apa dengan Indonesia, Kok Kentang?

29 Maret 2020   11:41 Diperbarui: 29 Maret 2020   12:13 1863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah 14 hari saya mendekam di rumah, keluar hanya untuk membeli kebutuhan pokok. Hari-hari yang normal nya di isi dengan berbagai kegiatan kantor seperti meeting internal dan eksternal, koordinasi dan melakukan berbagai assesment terkait pekerjaan, kini tak dilakukan lagi. Hanya assesment yang masih bisa dilakukan itu pun dengan cara Work from Home (WFH).

Tapi ini lah harga yang harus dibayar agar kita, saya dan semuanya menjadi tetap sehat. Penyebaran virus SARS NCov-2 sudah dalam tahap sangat mengkhawatirkan.

Rantai penyebaran virus yang berasal dari Wuhan China ini harus diputus, caranya ya dengan menjaga jarak sosial, menghindari kerumunan dan menjaga imunitas dan kebersihan diri.

Untungnya sejak awal di kantor tempat saya bekerja WFH diterapkan, saat imbauan itu dikeluarkan oleh Presiden Jokowi untuk belajar di rumah, bekerja di di rumah dan beribadah di rumah.

Walaupun sebenarnya jauh lebih nyaman melakukan pekerjaan di kantor, namun sekali lagi inilah harga yang harus dibayar jika kita semua mau sehat saat ini.

Di Indonesia menurut pengumuman resmi dari Juru Bicara penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto per hari Sabtu(28/03/20) yang sudah positif terinfeksi Covid-19 mencapai angka 1.115 kasus.

Dengan angka kematian yang cukup tinggi sebanyak 102 orang, sementara yang berhasil sembuh berjumlah 59 orang.

Jadi total kasus aktif Covid-19 di Indonesia sebanyak 994 kasus. Angka ini disebutkan banyak pihak tak menggambarkan jumlah kasus sebenarnya yang ada di masyarakat Indonesia.

Para pengamat kesehatan menyatakan bahwa kasus sebenarny bisa 7 hingga 11 kali lipat angka resmi yang dirilis pemerintah.

Mungkin saja itu benar, namun sejauh ini yang harus kita jadikan pegangan ya pengumuman resmi dari pemerintah tersebut, karena validitasnya memang sudah teruji. Walaupun memang masih sangat jauh dari sempurna.

Rapid test yang digadang-gadang dapat memetakan sebaran kasus, belum optimal dilakukan pemerintah, semua masih terikat birokrasi dalam melakukan test nya.

Sementara untuk memastikan seseorang terinfeksi melalui test PCR delaynya masih sangat lama, seseorang yang sudah ditest membutuhkan waktu rata-rata 6-7 hari untuk mengetahui hasilnya.

Artinya yang setiap sore diumumkan Jubir Covid-19 itu merupakan kondisi 6-7 hari yang lalu. Seharusnya pemerintah bisa lebih cepat lagi untuk mengetahui secara pasti seseorang positif atau negatif terinfeksi.

Memang tidak hanya Indonesia yang tergagap menghadapi pandemi Covid-19 ini, bahkan Amerika Serikat saja negara Adi Kuasa betul-betul gagap menghadapi penyebaran virus ini.

Persoalannya hal itu tak juga bisa dijadikan justifikasi kelambanan pemerintah Indonesia dalam menangani Pandemi Covid-19.

Saya merasa penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Indonesia itu , meminjam istilah anak-anak muda "Kentang"!! Ya, "kena tamggung"

Social distancing hanya di imbau, tanpa penegakan hukum semestinya padahal kita punya Undang-Undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Rapid test yang dilakukan pun terlihat masih mencari bentuk. Informasi yang disampaikan pun validitasnya banyak  diragukan banyak pihak.

Belum lagi kesiapan infrastruktur kesehatan, mulai dari Alat Pelindung Diri (APD), Masker, ruang isolasi, dan sumberdaya manusia untuk merawat orang-orang terinfeksi.

Oke, memang betul tanpa peran serta masyarakat pemerintah juga tak bisa berbuat apa-apa dalam menangani Covid-19, but please beri kami arahan yang jelas dan terukur untuk membantu pemerintah.

Contohnya, untuk masalah mudik yang terjadi lebih awal akibat banyak perusahaan yang tutup, seharusnya sejak awal sudah diperhitungkan oleh pemerintah dengan segala konsekuensinya termasuk memitigasi perihal kehidupan sehari-hari mereka yang tetap dirumah namun tak bekerja.

Dilain pihak masyarakat kurang sekali memiliki kesadaran untuk menahan dirinya agar  tak melakukan perjalanan antar daerah yang potensial menyebarkan virus, apalagi dari kawasan Jaboderabek yang sudah dikategorikan zona merah.

Tetapi kabar baiknya tak sedikit pula soliditas masyarakat dalam bersolidaritas makin tinggi akhir-akhir ini. Bagaimana mereka melakukan pengumpulan dana bagi memenuhi ke butuhan APD Paramedis.

Terus mereka  juga bahu membahu membantu sesamanya yang harus tertekan secara ekonomi karena dampak pandemi Covid-19.

Betul pemerintah juga sangat membantu dengan berbagai kebijakan sosial ekonomi yang diharapkan akan mengurangi tekanan keadaan akibat wabah ini.

Namun tataran kebijakan itu baru di Jakarta dan Televisi saja, penundaan pembayaran kredit contohnya Otoritas Jasa Keuangan(OJK) telah menyebarkan surat edaran kepada seluruh lembaga keuangan dalam rangka menindak lanjuti pernyataan Presiden Jokowi, baik Bank maupun non-bank terkait penundaan pembayaran kredit selama satu tahun bagi semua pihak terdampak wabah Covid-19.

Fakta di lapangan lembaga-lembaga keuangan sebisa mungkin menolak siapapun yang mengajukan penundaan kreditnya, mereka beralasan bahwa si pengaju itu tak terdampak.

Aneh kan, padahal kalau mau jujur tak ada satupun manusia di Indonesia yang tak terdampak pandemi Covid-19 ini baik secara sosial maupun ekonomi.

Petunjuk teknis ke bawahnya sama sekali tak di buat dengan jelas, dan untuk mitigasi sosial ekonomi pun pemerintah kembali melakukan kebijakan "Kentang"

Ayo dong gunakan kekuasaannya sebagai pemerintah untuk benar -benar serius  menahan penyebaran virus ini.

Dan masyarakat pun ya tak perlu ngeyel juga, ikuti arahan dan aturan pemerintah, jangan kumpul dalam jumlah banyak ya jangan lakukan.

Lihat kejadian di Gowa yang mengumpulan banyak orang, akibatnya kasus positif di Sulawesi Selatan naik dua kali lipat.

Tak perlu lah berdalih agama atau apapun, karena virus ini tak mengenal agama, status, ras atau apapun. Jika pengen cepat kembali hidup normal ikuti aturan mainnya dengan benar.

Atau sekalian saja pakai konsep Herd Immunity?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun