Pendekatan herd Immunity ini sempat terlontar dari mulut Perdana Menteri  Belanda Mark Rutte, dalam sebuah acara televisi.
Ia berucap dengan mengekspos lebih banyak orang untuk tertular Covid 19, peluang untuk sembuh akan semakin besar, dan penghentian penyebaran pun akan semakin cepat.
Namun, karena mendapat respon yang negatif dari para  ahli, Rutte kemudian menarik ucapannya itu seraya berkilah itu merupakan pendekatan keilmuaan saja, tidak untuk dilaksanakan.
Sebenarnya Herd Immnuity ini pernah dianggap berhasil  ketika mengakhiri penyebaran virus Zika di Salvador, Brasil pada tahun 2002, ketika 63 persen penduduk Salvador terpapar virus Zika, dan kemudian virus itu berhenti menyebar.
Menurut ahli epidemologi asal Harvard University, Marc Lipsitch, hal yang sama pernah terjadi pada pandemi Flu Spanyol pada tahun 1918.
Yang saat itu membutuhkan 50 persen populasi yang kebal baik karena terpapar maupun di vaksinasi  agar pandemi itu berakhir
Nah, masih menurut MIT, virus corona diperkirakan menulari 2- 2,5 orang, sehingga secara matematis butuh 60-70 persen orang terinfeksi untuk bisa herd immunity.
Semakin cepat penyebaran, semakin banyak pula yang dibutuhkan persentase populasi terpapar untuk mencapai herd immunity.
Selain itu, sampai sekarang belum dapat dipastikan yang sudah dapat disembuhkan dari terinfeksi Covid 19, punya kekebalan tubuh untuk tak terinfeksi lagi.
Namun karena virus ini bersifat dinamis dan terus berubah ada kemungkinan yang pernah terinfeksi bisa saja terinfeksi lagi.
Namun konsep herd Immunity ini tak akan pernah dipilih karena sebagian besar pihak lebih memilih konsep physical distancing dan agrresive testing. Karena kedua pendekatan tersebut sudah menunjukan bukti dan manusiawi dibanding Herd Immunity.