Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pasar Saham Gonjang-Ganjing, Obligasi Negara Menggoda

13 Maret 2020   15:40 Diperbarui: 13 Maret 2020   16:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar saham hari ini sepertinya memasuki mimpi buruk yang berkepanjangan, setelah 15 menit perdagangan dibuka Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG langsung terjun bebas ke angka 4.650,58 melemah 5,01 persen atau 245,17 poin.

Hal ini membuat otoritas bursa, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara (trading halt) 

"Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat," ujar Sekretaris BEI Yulianto Aji Sadono, seperti yang dikutip dari Bisnis.co

Tak hanya hari ini, Kamis (12/03/20) kemarin perdagangan saham dihentikan lebih awal 30 menit karena tekanan jual yang begitu tinggi sehingga membuat IHSG jatuh lebih dari 5 persen ke level 4.895, terkoreksi 5,01 persen.

Hampir seluruh sektor melemah kecuali sektor konsumsi yang mencatatkan angka positif 1,25 persen. Sementara sektor Properti menjadi sektor yang paling dalam terjadi koreksi yakni sebesar 3,59 persen.

Sementara di 15 menit pertama perdagangan hari ini saham-saham yang memiliki kapitalisasi besar atau saham big caps rata-rata mencatatkan penurun harga sahamnya 6 hingga 7 persen.

Hal ini lah yang kemudian membuat IHSG terjun bebas dan perdagangan dihentikan oleh BEI.

Saham-saham big caps yang rontok  seperti yang dilansir Investor daily antara lain Bank BRI (BBRI) turun 6,93 persen, Bank BCA (BBCA) turun 6,47%, Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 6,61%. Saham berkapitalisasi besar lainnya yang nyungsep sepeti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) turun 6,65%, dan PT Astra International Tbk (ASII) turun 6,52%.

Tak hanya di Indonesia, Bursa Saham  di berbagai negara Asia dan Amerika pun anjlok, Bursa saham Thailand anjlok hingga 11 persen, terdalam sejak Desember 2006.

Bursa Saham Filipina pun anjlok hingga 9,3 persen terburuk sejak krisis tahun 2008, begitupun Bursa Saham di Singapura turun tajam sebesar 3,9 persen, terburuk sejak 4 tahun terakhir.

Pandemi COVID 19 ini rupanya benar-benar menghajar habis bursa saham di seluruh dunia, Indeks S & P di Wallstreet Amerika Serikat dihajar anjlok hingga 9,5 persen.

Dow Jones Industrial Average Indeks pun tak luput, 10 persen indeks lain di Wallstreet ini anjlok. Hal ini sempat membuat perdagangan di hentikan sementara.

Kondisi ini memang sangat membingungkan bagi investor, dijual berarti kerugian akan segera terealisasikan. Di tahan bisa saja harganya terus drop hingga sangat dalam, dan kerugian tambah menganga.

Beberapa pengamat dan analis Pasar Modal menyatakan bahwa volatilitas harga saham masih akan terus terjadi, kondisinya sudah mendekati saat krisis keuangan 2008 yang dipicu oleh Sub-Prime Mortgage.

Ditengah kondisi seperti ini ada baiknya para investor segera melarikan dananya pada investasi-investasi yang dianggap save haven seperti surat utang, terutama Surat Utang yang dikeluarkan oleh negara.

Bagi investor yang saat ini masih memegang dana tunai mungkin sebaiknya mengalihan arah investasinya ke surat utang negara.

Selain imbal hasilnya lebih pasti keuntungan dari selisih antara beli dan jual (Capital gain) pun masih terbuka lebar.

Surat Utang Negara atau Surat Berharga Negara merupakan instrumen keuangan yang dikeluarkan negara,dengan dasar penerbitan Undang-Undang nomor 24 tahun 2002.

Dengan dijamin Undang-Undang risiko gagal bayar baik kupon/imbal hasil dan pokoknya menjadi nol, artinya jika investor menanamkan uangnya di instrumen keuangan ini tak akan ada risiko gagal bayar.

Selain itu besaran kupon/imbal hasil selalu diatas rata-rata deposito dengan tingkat keamanan seperti deposito.

SBN ini tak hanya ditawarkan bagi para pemilik modal besar dan institusi, namun juga diperuntuk bagi perseorangan, individu atau ritel.

SBN untuk perseorangan dibagi ke dalam beberapa jenis;

Obligasi Ritel Indonesia (ORI) jatuh temponya 3 tahun dan dapat diperjuabelikan di pasar sekunder.

Saving Bonds Ritel (SBR) jatuh temponya 2 tahun namun tak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, namun jika dibutuhkan redapat fasilitas early redemption (pencairan lebih awal) dengan syarat dan ketentuan tertentu.

Selain obligasi konvensional seperti diatas, terdapat pula Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang biasa disebut Sukuk negara, sama seperti Surat berharga negara konvensional, SBSN ini juga ada yang diperuntukan bagi investor perseorangan atau ritel.

Sukuk Tabungan (ST) jangka waktunya 2 tahun dan tidak dapat diperjualbelikan kembali dipasar sekunder.

Sedangkan Sukuk Ritel (SR) jangka waktunya 3 tahun namun seperti halnya ORI instrumen keuangan ini bisa diperjualbelikan kembali dipasar sekunder, jadi potensi keuntungannya bisa dari imbal hasil yang diberikan, juga dari capital gain atau selisih antara beli dan jual di pasar sekunder.

Nah, bagi yang yang ingin mencoba investasi yang aman dan bebas fluktuasi seperti pasar saham yang kini sedang mencekam instrumen-instrumen keuangan milik pemerintah ini bisa disebut sebagai safe haven.

Yang terbaru dan kini penawarannya masih terbuka hingga tanggal 18 Maret 2020 Pukul 10.00 WIB adalah Sukur Ritel seri ke 12 atau biasa disebut SR-12, imbal hasilnya cukup menarik 6,3 persen.

Sangat aman, bisa membuat tidur kita nyenyak, imbal hasilnya dibayarkan setiap bulan. Dan bisa diperjualbelikan kembali, dengan situasi yang bergejolak seperti ini, ekonomi susah ditebak arahnya, investasi di instrumen equitas seperti SR-12 ini sangat disarankan.

Jika berminat bisa cari tahu melalui 28 mitra distribusi yang telah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan. Diantaranya, semua bank BUMN, Bank BCA, beberapa perusahaan Securities seperti Danareksa, atau perusahaan keuangan berbasis Teknologi seperti Bareksa.

Semua transaksi dilakukan secara elektronik, dengan sistem transaksi yang sangat mudah.

Kita tak pernah tahu gonjang-ganjing di pasar saham ini sampai kapan, karena faktor pendorongnya, pandemi virus corona belum jelas kapan berakhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun