Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urusan Cinta dan Seksual pun Negara Berminat Mengatur

20 Februari 2020   12:04 Diperbarui: 20 Februari 2020   12:07 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita amati, Negara Republik Indonesia ini tak sedang mengalami defisit masalah, namun anehnya niat untuk menambah masalah itu sangat tinggi.

Bagaimana tidak ranah privat dan norma etika pun kini sedang coba mau diatur oleh negara lewat Undang-Undang, seperti tercermin dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga.

Dalam RUU Ketahanan Keluarga tersebut terlihat jelas bahwa ruang privat milik masyarakat coba di intervensi Pemerintah, untuk diseret ke ruang publik.

Draft RUU Ketahanan Keluarga ini kini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020. Padahal sebenarnya masih banyak masalah lain yang harus segera diatur lewat Undang-Undang.Seperti UU pemindahan Ibukota Negara misalnya, aturannya belum ada namun proses pemindahannya sudah berjalan.

Selain itu secara substansi pun RUU Ketahanan Keluarga ini berpotensi menimbulkan polemik yang berkepanjangan hingga patut untuk dilakukan pengkajian ulang.

Sejumlah aturan dalam RUU Ketahanan Keluarga dianggap terlalu mengatur etika moral dan kehidupan pribadi warga negaranya.  Dari mulai masalah rumah tangga hingga orientasi seksual diatur begitu rupa dalam RUU tersebut. Bahkan urusan 'Perasaan Cinta" juga diatur. Aturan macam apa seperti ini.

Nih, coba perhatikan, Pasal 24 dalam draft RUU Ketahanan Keluarga disebutkan bahwa 

"sepasang suami istri yang terikat perkawinan yang sah harus saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia serta saling memberi bantuan lahir dan batin yang satu terhadap yang lain". 

Bagaimana bisa hal seperti ini harus diatur ke dalam sebuah undang-undang. Inikan masalah perasaan, bagaimana cara mengukurnya? terus bagaimana pemerintah mengetahui bahwa sepasang suami istri itu menikah atas dasar cinta atau bukan?

Lantas, apabila misalnya salah satu dari pasangan suami istri menikah dengan alasan lain misalnya ekonomi, lantas pernikahannya akan dibubarkan oleh negara? 

Buat saya ini merupakan aturan yang paling aneh yang pernah di buat oleh sebuah negara, jangan-jangan nantinya ada aturan lagi yang mengatur kepada siapa kita harus jatuh cinta.

Masa semua hal termasuk urusan privat seperti ini juga harus diatur oleh negara. Ada hal yang perlu diatur tapi tak diatur, sementara yang tidak perlu diatur malah diatur.

Hal yang perlu diatur oleh negara adalah segala macam yang berurusan dengan khalayak umum dan kepentingan publik, sementara untuk urusan privat seperti urusan internal keluarga biarkan itu menjadi ranah pribadi warga negara.

Kemudian jika terjadi perselisihan antar personal dalam satu keluarga antara ayah, ibu dan anak-anaknya, potensi untuk membawa hal ini ke dalam ranah hukum pidana sangat tinggi karena sudah diatur dalam sebuah UU, padahal sejatinya masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena memang mereka sebuah keluarga.

Aturan yang lain yang masuk ke dalam aspek ketahanan fisik, bahkan urusan menentukan kamar di sebuah rumah tangga pun harus masuk menjadi ranah sebuah Undang-Undang. Hal ini diatur dalam Pasal 33 Draf RUU ini yang bunyinya seperti ini. 

Setiap keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi aspek ketahanan fisik bagi seluruh anggota keluarga, antara lain memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni.

Tempat tinggal yang layak huni sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a memiliki karakteristik antara lain: a. memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik ; b. Memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua, anak laki-laki dan anak perempuan; c. ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dan dapat dikunci, serta aman dari kejahatan seksual.

Jadi bagi  warga negara yang saat ini belum memiliki rumah yang layak huni  tapi sudah berkeluarga dan memiliki anak harus bersiap  dirazia oleh satpol PP karena jika UU Ketahanan Keluarga ini sudah resmi negara berhak mengintervensi kehidupan rumah tangga kita semua.

Selain urusan rumah tangga dan cinta, negara pun kemudian merasa perlu juga mengatur hasrat seks warga negaranya. Hal ini diatur dalam penjelasan Pasal 85 draft RUU Ketahanan Keluarga ini. 

Di pasal ini negara melarang aktivitas seks sadisme dan masochisme yang termasuk dalam kategori BDSM (Bondage, Discipline, Sadism and Masochism). Kemudian Homosexual dan Lesbian serta masalah perilaku seksual Incest hubungan sedarah yang memiliki garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

Dalam Pasal 86-87 Draft RUU ini selanjutnya disebutkan bahwa pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan dirinya ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan.

Bayangkan ketika negara yang seharus mampu menjaga privacy warganya, diberi kewenangan untuk memasuki ke ruang duduk dan ruang tidur keluarga. Menurut Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsara, jika RUU ini jadi diundangkan maka dalam titik tertentu berpotensi melanggar Hak Azasi Manusia warganya. 

"Untuk hal-hal seperti itu saya kira negara tidak perlu masuk ke ruang keluarga. Akan jadi aneh kalau negara masuk. Negara bisa masuk dalam ruang yang merugikan publik, kalau di ranah privat masuk juga itu kesalahan fatal dan tentu melanggar HAM," Ujar Feri di Kantor Mendagri Rabu (19/02/20). Seperti yang saya kutip dari Kompas.com.

RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan oleh lima politisi, 2 dari PKS, Netty Prasetyani dan Leida Hanifa kemudian dari Fraksi PAN Ali Taher, Sodik Mudjahid dari Fraksi Gerindra Serta Endang Maria Astuti dari Fraksi Golkar.

Namun, Fraksi Golkar kemudian menyatakan menarik diri dari pengusulan RUU ini. Mereka merasa kecolongan ada anggota fraksinya yang ikut mengusul RUU Ketahanan Keluarga ini.

Saya sih sebenarnya tak terlalu heran kalau RUU Ketahanan Keluarga ini terdengar sangat aneh dan terkesan memaksakan ideologi kelompok agama tertentu ke dalam RUU ini, ketika usulan RUU ini di motori oleh fraksi PKS.

Saat ini RUU ini sudah dibahas di Badan Legislasi, dan prosesnya menjadi sebuah UU masih panjang namun tetap harus terus dipelototi, jika tak ingin urusan cinta dan ranjang kita di obok-obk oleh negara.

Sumber.

satu, dua, tiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun