Masa semua hal termasuk urusan privat seperti ini juga harus diatur oleh negara. Ada hal yang perlu diatur tapi tak diatur, sementara yang tidak perlu diatur malah diatur.
Hal yang perlu diatur oleh negara adalah segala macam yang berurusan dengan khalayak umum dan kepentingan publik, sementara untuk urusan privat seperti urusan internal keluarga biarkan itu menjadi ranah pribadi warga negara.
Kemudian jika terjadi perselisihan antar personal dalam satu keluarga antara ayah, ibu dan anak-anaknya, potensi untuk membawa hal ini ke dalam ranah hukum pidana sangat tinggi karena sudah diatur dalam sebuah UU, padahal sejatinya masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena memang mereka sebuah keluarga.
Aturan yang lain yang masuk ke dalam aspek ketahanan fisik, bahkan urusan menentukan kamar di sebuah rumah tangga pun harus masuk menjadi ranah sebuah Undang-Undang. Hal ini diatur dalam Pasal 33 Draf RUU ini yang bunyinya seperti ini.Â
Setiap keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi aspek ketahanan fisik bagi seluruh anggota keluarga, antara lain memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni.
Tempat tinggal yang layak huni sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a memiliki karakteristik antara lain: a. memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik ; b. Memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua, anak laki-laki dan anak perempuan; c. ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dan dapat dikunci, serta aman dari kejahatan seksual.
Jadi bagi  warga negara yang saat ini belum memiliki rumah yang layak huni  tapi sudah berkeluarga dan memiliki anak harus bersiap  dirazia oleh satpol PP karena jika UU Ketahanan Keluarga ini sudah resmi negara berhak mengintervensi kehidupan rumah tangga kita semua.
Selain urusan rumah tangga dan cinta, negara pun kemudian merasa perlu juga mengatur hasrat seks warga negaranya. Hal ini diatur dalam penjelasan Pasal 85 draft RUU Ketahanan Keluarga ini.Â
Di pasal ini negara melarang aktivitas seks sadisme dan masochisme yang termasuk dalam kategori BDSM (Bondage, Discipline, Sadism and Masochism). Kemudian Homosexual dan Lesbian serta masalah perilaku seksual Incest hubungan sedarah yang memiliki garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.
Dalam Pasal 86-87 Draft RUU ini selanjutnya disebutkan bahwa pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan dirinya ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan.
Bayangkan ketika negara yang seharus mampu menjaga privacy warganya, diberi kewenangan untuk memasuki ke ruang duduk dan ruang tidur keluarga. Menurut Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsara, jika RUU ini jadi diundangkan maka dalam titik tertentu berpotensi melanggar Hak Azasi Manusia warganya.Â