Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bonus Demografi, Bukti Kontrasepsi Tak Dianggap Penting di Indonesia

2 Februari 2020   10:41 Diperbarui: 2 Februari 2020   11:06 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara keseluruhan jumlah penduduk dunia pada tahun 2019 menurut worldometer sebanyak 7,7 milyar jiwa. Angka tersebut tumbuh 1,08 persen di banding tahun 2018 yang sebesar 7,6 milyar jiwa.

Selama 10 tahun terakhir pertumbuhan pendudukan cenderung meningkat secara stabil dalam kisaran pertumbuhan sebesar  1 hingga 1,2 persen pertahun.

Walaupun pertumbuhan penduduk di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun namun data pertumbuhan penduduk dunia mengalami tren pelambatan.

Pada tahun 2050 pertumbuhan penduduk dunia diproyeksikan hanya sebesar 0,53 persen.

Asia masih menjadi benua yang memiliki penduduk terbanyak di bumi ini. Jumlah penduduk Asia  tercatat 4,6 miliar jiwa disusul Afrika dan Eropa yang penduduknya masing-masing berjumlah 1,43 miliar jiwa dan 747,2 miliar jiwa.

Databoks.com
Databoks.com
Sementara untuk negara China yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan 1,43 miliar jiwa, India di tempat ke-2 dengan jumlah penduduk 1,37 miliar jiwa.

Amerika Serikat di tempat ke-3 dengan jumlah penduduk sebanyak 329 juta jiwa. Dan Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak dengan jumlah penduduk sebanyak 270,6 juta jiwa.

Tahun 2020 penduduk Indonesia diperkirakan akan tumbuh 1,05 persen dengan proyeksi jumlah penduduk sebanyak 273,5 juta jiwa.

Artinya akan ada kelahiran baru sebanyak 2,9 juta bayi baru sepanjang tahun 2020.

Puncak pertunbuhan penduduk indonesia terjadi pada tahun 1970 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 2,74 persen.

Setelah tahun itu hingga tahun 2019 lalu terus menunjukan penurunan persentase kelahiran baru, tahun 2019 pertumbuhan penduduk Indonesia hanya 1,1 persen.

Apakah angka -angka ini berarti pengendalian jumlah penduduk Indonesia melalui program Keluarga Berencana yang dicanangkan oleh Pemerintah Orde Baru bisa dianggap berhasil?

Bisa lah dianggap menunjukan hasil positif namun tetap saja rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain kecuali Pakistan dan Nigeria.

Pakistan pertumbuhan penduduknya 2 persen sedangkan Nigeria lebih tinggi lagi ada di angka 2,58 persen. 

Sebenarnya pertunbuhan penduduk yang tinggi yamg kemudian berkorelasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan suatu negara, bisa bermakna positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Apalagi jika kemudian dihubungkan dengan bonus demografi dimana jumlah penduduk usia muda produktif antara usia 15 hingga usia 64 tahun, lebih banyak dibandingkan dengan usia tua.

Tingkat defedensinya menjadi sangat rendah, usia produktif dalam komposisinya lebih banyak dibandingkan usia non produktif.

Namun harus diingat bonus demografi seperti yang sekarang dialami Indonesia ini tak akan berarti positif, bahkan akan menjadi katastropi jika tak terkelola dengan baik.

Pemerintah Indonesia harus menyiapkan fasilitas pendidikan dengan kualitas yang mumpuni serta kuantitas yang  memadai.

Tanpa sistem pendidikan yang sesuai maka bonus demografi itu bakal menjadi beban. Karena nantinya outputnya tak akan mampu diserap oleh di dunia kerja.

Tantangan lain dari keberadaan bonus demografi adalah penyediaan lapangan kerja, tanpa lapangan kerja yang memadai maka bonus itu bisa menjadi liabilitas yang sangat besar bagi Indonesia.

Jadi bonus demografi itu sekali lagi akan menjadi sebuah bonus yang menguntungkan jika mampu dikelola dengan baik oleh sebuah rezim pemerintahan.

Jadi jumlah penduduk suatu negara bagaimana pun komposisinya, eksesnya bisa negatif atau positif tergantung bagaimana sebuah pemerintahan mengelola kondisinya.

Banyak negara berhasil memaksimalkan bonus demografi yang terjadi di negaranya, seperti Korea Selatan,  Malaysia, Thailand. Namun ada yang gagal memaksimalkan keadaan bonus demografi yang dimiliki negaranya seperti di negara-negara Benua Afrika.

Jika kita kembali hubungkan keberadaan bonus demografi dengan efektivitas pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia rasanya seperti blessing in disguise.

Belakangan peran pemerintah  pasca reformasi hingga saat ini dalam mengendalikan jumlah penduduk tak se intens saat pemerintah orde baru.

Pengendalian jumlah penduduk relatif merupakan kesadaran para pasangan oramg tua yang tak menginginkan memiliki anak banyak karena faktor kekhawatiran masa depan anak secara ekonomi.

Tak ada lagi sosialiasasi masif dalam hal pemggunaan alat-alat kontrasepsi yang dipakai untuk mengendalikan jumlah penduduk.

Bahkan dengan semakin mengerasnya praktek keagamaan, ada banyak pihak yang mengharamkan penggunaan alat-alat kontrasepsi sebagai sarana pengendali jumlah penduduk.

Mereka beranggapan Tuhan-Nya akan mengendalikan jumlah penduduk sesuai kapasitas yang ada, jadi kontrasepsi sama sekali tak dibutuhkan.

Jadi keberadaan alat-alat kontrasepsi yang saat ini ada di Indonesia dalam mengendalikan jumlah penduduk tak terlalu dianggap penting lagi.

Bukti nyata nya yah bonus demografi yang kini Indonesia dapatkan.  Walaupun bersiap saja jika tak terkelola dengan baik, saat periode bonus demografi ini berakhir pada tahun 2036 beban berat akan terjadi bagi Indonesia.

Usia lansia saat bonus demografi berakhir menurut proyeksi Biro Pusat Statistik (BPS) akan tumbuh 19 persen per tahun hingga tahun.

Referensi:

satu, dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun