Kemudian Dewas menjual istilah jati diri bangsa dalam konten siaran TVRI. Discovery Channel yang sarat informasi teknologi , lingkungan, dan Sains secara umum, mereka anggap tak mewakili jati diri bangsa.
Sebagai sebuah Lembaga Penyiaran Publik tentu saja TVRI harus berperilaku berbeda dengan Televisi Swasta. Namun Helmy Yahya juga bukan orang bodoh yang tak tahu aturan itu.
Buktinya, menurut Jajaran Direksi TVRI minus Helmy Yahya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya 0,06 persen konten asing dari seluruh konten siaran TVRI.
Lagipula, konten siaran TVRI seperti DC itu tak melanggar apapun terkait jati diri bangsa, pemahaman Dewas tentang konten siaran jati diri bangsa ini bagai katak dalam tempurung, sempit tanpa visi yang jelas.
Atau Dewas pura-pura berpikiran sempit demi membela kepentingan tertentu, seperti banyak gosip beredar.Â
Walaupun kebenaran gosip ini belum clear, tapi rasanya DPR atau siapapun yang berhak melakukan audit pengawasan menilisik gosip ini.
Kuasa Dewas dalam Struktur organisasi TVRI ini terlalu besar, sehingga potensi pemecatan semena-mena yang berujung konflik itu sangat besar.
Helmy sempat bercerita pula, bagaimana dalam operasional sehari-hari Dewas begitu aktif dan ketat .
Selama ia memimpin di tahun 2018, 168 surat dilayangkan kepada direksi dalam setahun perihal segala kegiatan yang sedang berjalan di TVRI.
Setiap konten harus diketahui mereka, Â bahkan untuk perjalanan ke Bandung pun harus atas izin mereka secara tertulis.
Dewas sudah tak seperti sebuah komite pengawas lagi, namun sudah berlaku direksional dimana Dewas membuat kontrak manajemen.