Seperti diketahui untuk menentukan Kawasan lau ZEE Â sejauh 200 mil itu patokannya adalah base line tersebut.
Sembilan garis putus-putus tersebut ketika ditanyakan  apa maksudnya, pemerintah China tak bisa memberikan jawaban yang pasti.
Nah terkait klaim China dengan dasar nine dash line, Presiden Jokowi secara tegas menolak untuk.mengakui keberadaannya karena tak memiliki dasar hukumnya.
Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto menyatakan Indonesia lebih mengutakamkan pendekatan damai dalam menyelesaikan klaim sepihak China ini.
Lantas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan berujar tak perlu lah ini dibesar-besarkan, China itu salah satu negara sahabat dan memiliki investasi yang besar di Indonesia lagipula ini memang bukan masalah kedaulatan.
Ucapan Luhut, mengenai kedaulatan itu memang tak salah, Indonesia dan China memang tidak bermasalah dalam urusan kedaulatan (sovereign) Karena Kawasan ZEE itu tidak menjorok ke dalam wilayah teritorial Indonesia.
Namun, bila berbicara di wilayah hak berdaulat, yaitu sovereign rights, bukan sovereignty, baik di ZEEI maupun landas kontinen, maka Sembilan Garis Putus bertumpang tindih. Karena bertumpang tindih, Indonesia memiliki sengketa wilayah laut dengan China.
Dalam hukum laut internasional ada perbedaan mendasar antara Sovereignity dan Sovereign Right. Sovereign  merujuk pada konsep kedaulatan laut atau teritorrial sea.
Sementara Sovereign right memberikan hak negara pemilik pantai untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di wilayah lau lepas tertentu (ZEE) atau dibawah pemukaan laut (landas kontinen nya).
Terkait klaim Sembilan Garis Putus-putus atau Nine Dash Line , indonesia harus bersikap tegas jangan meanggap enteng atau menafikan hal tersebut, namun tentu saja dengan cara-cara persuasif.
Pendekatan militer adalah tindakan paling akhir, dan jangan sekali kali terprovokasi dengan pancingan China.Â