Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memahami Cara Berpikir Prabowo dan Luhut, Seraya Menunggu Aksi Jokowi dalam Masalah Natuna

5 Januari 2020   13:05 Diperbarui: 6 Januari 2020   16:51 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditengah hiruk pikuk kabar banjir yang melanda Jabodetabek, ada kabar menyeruak yang pelan tapi pasti akan menjadi trending topiknya pemberitaan di Indonesia.

Klaim China terhadap wilayah Perairan Natuna yang kaya akan hasil laut dan konon katanya di wilayah laut di Utara  Kepulauan Riau ini terdapat sumber kekayaan lainnya.

Masalah ini bermula ketika kapal-kapal penangkap ikan milik nelayan China dan Vietnam dengan di kawal coast guard China untuk kesekian kalinya memasuki wilayah teritori Indonesia di utara Perairan Natuna.

Melihat hal ini armada TNI AL yang sedang berpatroli langsung mencegat kapal-kapal milik China tersebut, dan menggiring mereka ke luar wilayah Indonesia.

Setelah memastikan validitas informasi ini Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengeluarkan nota keberatan kepada Pemerintah China.

Menlu Retno Marsudi menyatakan, bahwa perairan Natuna itu merupakan wilayah sah milik Indonesia, berdasarkan ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.

Rupanya Kemenlu China pun mengeluarkan pernyataan yang nyaris serupa, mereka mengklaim bahwa wlayah yang di masuki oleh Kapal-kapalnya  itu masih merupakan wilayah perairan China.

"China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan memiliki hak yuridiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang pada Selasa (31/12/19) lalu seperti yang saya kutip dari cnnindonesia.

China bersikukuh, secara historis memiliki hak di Laut China Selatan. Nelayan-nelayannya sudah sejak dahulu mencari ikan di wilayah Kepulau an Nansha , yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan Indonesia.

Landasan hukum klaim China adalah nine dash line atau sembilan garis putus-putus, merupakan wilayah historis di Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang mereka munculkan sejak tahun 1947.

Namun Pemerintah Indonesia tak pernah mengakui sembilan garis putus-putus tersebut. Indonesia  hanya mengakui Kesepakan UNCLOS yang juga ditandatangani China terkait wilayah di Laut Cina Selatan ini.

Klaim Beijing dengan dasar sembilan garis putus-putus di Laut Cina Selatan tak hanya bersinggungan dengan wilayah Indonesia, tapi juga dengan Filipina, Malaysia, Vietnam dan Brunei.

Yang paling rame adalah perebutan Kepulauan Nansha yang diklaim juga oleh Filipina dengan nama Kepulauan Spartly.

Hubungan diplomatik yang terus menghangat bahkan mulai memanas antara Indonesia-China terkait klaim wilayah tersebut. Membuat sebagian besar masyarakat Indonesia geregetan.

Mereka menilai China sudah melakukan pelanggaran serius terhadap wilayah laut Indonesia, dan ini bukan kali pertama. Saat Menteri Kelauatan  dan Perikanan  masih di pegang Susi Pudjiastuti, bekerja sama dengan TNI-AL  berhasil menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal ikan di wilayah Natuna ini.

Dorongan agar Pemerintah Indonesia bertindak tegas langsung menggema di berbagai platform media sosial.

Tapi respon pemerintah seperti antiklimaks terhadap keinginan sebagian masyarakat.  Menteri Pertahanan Republik Indonesia Letjen (Pur) Prabowo Subianto berujar bahwa kita harus bersikap cool dalam menghadapi permasalahan saling klaim di perairan Natuna.

"Ya, saya kira, kita harus selesaikan dengan cara yang baik. Bagaimanapun China adalah negara sahabat", ujar Prabowo di Kemenhan Jumat (3/1/20) seperti yang dikutip dari CNBCIndonesia.com.

Kemudian ia menambahkan melalui Juru Bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak, bahwa  langkah -langkah damai adalah prioritas utama penyelesaian masalah Natuna ini.

Hal senada juga diucapkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman yang berucap tak perlu lah membesar-besarkan masalah Natuna ini, karena China merupakan negara sahabat dan memiliki investasi yang besar di Indonesia.

Sikap kedua Pejabat yang berhubungan langsung dengan masalah ini selain Kemenlu, membuat beberapa  pihak kecewa. 

PKS misalnya melalui juru bicaranya menyatakan 

"Pak Prabowo sebagai Menhan tidak boleh anggap isu kedaulatan sebagai isu yang enteng, santai. Sikapnya harus tegas dan punya wibawa. Kalau lembek, santai-santai, maka bangsa ini akan semakin direndahkan oleh bangsa lain karena tidak punya keberanian dalam bersikap," ujar juru bicara PKS, Muhammad Kholid, dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/1/2020). Seperti yang dilansir Detik.com.

Yah kita bisa memahami lah berbagai ucapan dari para petinggi negara. Saya sih melihat ucaoan Prabowo dan Luhut sebagai upaya mereka dalam menenangkan masyarakat Indonesia.

Karena jika mereka bersuara keras dan frontal akan menggiring pada sentimen anti cina dan itu akan sangat berbahaya, bahkan bisa berefek pada masyarakat beretnis cina yang ada di Indonesia.

Jika kita amati di media sosial ,ujaran-ujaran yang memprovokasi agar  pemerintah menggunakan kekuatan militer cukup santer terdengar. Pemerintah harus berhitung benar, jika akan melakukan kekuatan militer.

Nah, lantas bagaimana sikap Presiden Indonesia, Jokowi melalui Juru Bicara Istana Fadjroel Rachman menyatakan Indonesia akan bersikap tegas jika menyangkut kedaulatan negara, dan tak akan pernah berkompromi namun tetap penyelesaian diplomasi merupakan prioritas utama.

Artimya kekuatan militer belum perlu dilakukan. Jokowi akan mengirim Menlu Retno Marsudi untuk menyelesaikan konflik perbatasan ini. Jika masih tak juga menemukan titik temu sikap tegas seperti apa yang akan diambil pemerintah?

Sumber.

[1], [2], [3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun