Erick Thohir, Menteri BUMN terus melakukan pergantian petinggi -petinggi Perusahaan Pelat Merah. Setelah sebelumnya  PT.Pertamina,PT. Bank Tabungan Negara(BTN), PT Bank Mandiri, PT. Aneka Tambang (Antam) melakukan pergantian pengurus.
Kali ini giliran BUMN pemilik hak monopoli pengelolaan listrik di negeri ini, PT.Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang akan melakukan pergantian pengurus perusahaan.
Penetapan pengurus perusahaan BUMN, direksi dan komisaris. Menjadi sangat krusial dalam tata kelola perusahaan. Merekalah yang akan menentukan arah gerak perseroaan ke depannya.
Situasi ekonomi dunia dan perubahan teknologi harus menjadi salah satu pertimbangan dalam mengangkat seseorang menjadi Direksi atau Komisaris.
Tentu saja rekam jejak yang dimiliki para calon harus sudah teruji. Tak hanya kemampuan teknis dan manajerial yang mumpuni, integritas, kejujuran, dan akhlak menjadi hal yamg utama.
Selain itu, kemampuan dirinya dalam hal berkomunikasi baik secara internal maupun eksternal sangat diperlukan. Karena dalam mengelola BUMN bukan hanya harus berintegritas dan transparan, tapi harus terlihat beritegritas dan terlihat transparan.
Apalagi jika yang kita bicarakan adalah BUMN sebesar PT.PLN. Terdapat hal sepesifik dalam pengelolaan keuangan PLN ini, hampir seluruh investasi yang dilakukannya memakai dollar sedangkan seluruh pendapatannya memakai rupiah.
Investasi yang dilakukanpun sebagaian besar melalui hutang kepada pihak ketiga memakai kurs dollar sebagai acuannya. Fluktuasi kurs dollar terhadap rupiah menjadi sangat penting dalam mengelola keuangan PLN.
Komposisi harga jual listrik kepada konsumen harus dihitung dengan cermat, karena sebagian besar listrik yang dibeli PLN dari pembangkit-pembangkit swasta memakai acuan dollar sebagai dasar transaksinya sedangkan pendapatan kembali hanya rupiah.
Ya, masalah perhitungan kurs menjadi sangat krusial dalam memanaje keuangan PLN. Walaupun belakangan  kondisi keuangan PLN  dari tahun ke tahun terus menunjukan perbaikan walaupun tanpa bantuan pemerintah melalui pembayaran subsidi kondisi keuangan PLN akan merugi.
Selain itu target pemerintah bagi PLN adalah menuntaskan penyediakan listrik sebesar 35.000 MW , bukan lah hal yang mudah, itulah beberapa tantangan bagi Dirut PLN yang baru.
Mari kita lihat, Laporan keuangan semester I 2019 PLN, mencatatkan keuntungan bersih sebesar Rp. 7,6 triliun. Naik cukup tinggi dibanding periode yang sama tahun 2018 lalu yang ada diangka Rp.5,8 triliun.
Menurut laporan keuangan yang dirilis perseroan Juni lalu, capaian ini diperoleh dari  peningkatan penjualan listrik kepada konsumen sebesar Rp. 6,29 triliun atau  4,95 persen menjadi Rp.113,45 triliun.
Pada periode yang sama tahun 2018 lalu tercatat penjualan listrik PLN senilai Rp. 127,1 triliun. Pemerintah masih mempertahankan tarif listrik untuk menjaga daya beli masyarakat.
Namun Pemerintah terus menggelontorkan dana public service obligation (PSO) Â agar kondisi keuangan PLN tetap sehat, ya PSO atau lebih dikenal sebagai subsidi yang diberikan kepada para pelanggan PLN 900 VA dan 450 VA.
Dalam laporan keuangan PLN tersebut, dicatatkan ada kompensasi dari pemerintah terkait PSO sebesar Rp. 13,15 triliun. Tanpa uang ini Keuangan PLN Â masih dalam kondisi merugi sebesar Rp. 5,55 triliun
Nah, rencananya sebagian subsidi  bagi pelanggan 900 VA akan dicabut di awal 2020 ini. Sekitar 24,4 juta pelanggan rumah tangga akan dicabut subsidinya. Sementara 7,1 juta pelanggan yang masuk kategori pelanggan miskin tetap akan dipertahankan subsidinya.
Inilah salah satu tantangan bagi jajaran Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PLN yang sore nanti akan ditentukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dua orang digadang-gadang akan dicalonkan menduduki kursi Direktur Utama PT.PLN yaitu Rudiantara dan Shintya Roesli.
Sebelum ia menjadi Menteri, kariernya cukup panjang di swasta maupun BUMN. Bahkan dirinya pada tahun 2008 sempat menjadi Wakil Direktur Utama PLN selama 1 tahun hingga 2009.
Pria kelahiran Bogor  60 tahun lalu ini selulus kuliah dari  Universitas Padjajaran Bandung, ia mulai berkarir di Indosat kemudian Tekomsel selama 11 tahun di industri telekomunikasi, ia kemudian menjadi Wadirut di PT. Semen Gresik.
Lantas Presdir  PT Bukit Asam Transpacific Railway. Masuk Rajawali, kemudian memimpin PT.XL Axiata. Karier Rudiantara memang cukup bagus, memiliki integritas yang cukup baik secara teknis pun ia sangat mumpuni. Rasanya tak ada yang salah lah kalau ia jadi Direktur Utama PLN.
Sedangkan calon yang lain Shintya Roesli, saat ini ia menjabat sebagai Ketua Dewan Direktur sekaligus Direktur Pelaksana  Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) .
LPEI atau Indonesia Eximbank adalah lembaga keuangan di bawah Kementerian Keuangan yang secara khusus dibentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2009.
Sebelum memimpin LPEI atau Indonesia Exim Bank, Shintya pernah menjabat sebagai  Direktur Utama PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia.Â
Dan Shintya bukan orang baru juga di PLN, ia sempat berkarir cukup lama di perusahaan listrik ini, selama 19 tahun. Ya, tak heran juga jika kemudian ia dicalonkan sebagai Dirut PLN yang akan menggantikan Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani.
Namun kabar terakhir yang saya dengar menyatakan bahwa Rudiantara sudah dipilih oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin oleh Presiden Jokowi.
Namun untuk pastinya kita tunggu saja nanti sore, selepas RUPS PT.PLN dilaksanakan. Yang jelas tugas berat akan menjelang siapapun Dirut PLN yang baru. Amanah, berintegritas dan memiliki kemampuan managerial mumpuni itu yang diharapkan.
Sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H