Mohon tunggu...
Fery Arifiyanto
Fery Arifiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan sejarah peradaban Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel "Sejarah Lisan Integrasi Papua ke Indonesia: Pengalaman Orang Kaimana pada Masa Trikora dan Pepera"

11 November 2020   21:30 Diperbarui: 11 November 2020   21:34 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review

Judul : Sejarah Lisan Integrasi Papua ke Indonesia: Pengalaman Orang Kaimana Pada Masa Trikora dan Pepera

Penulis : Cahyo Pamungkas

Jurnal : Paramita 

Volume : Vol. 25 No. 1

Tahun Terbit : 2015

Jumlah halaman : 21 halaman

 Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses politik di Kaimana, Papua Barat, pada saat periode integrasi di tahun 1961 dan 1969. Kaimana adalah daerah di tepi pantai yang menjadi pusat pemerintahan dari wilayah administratif sepanjang Buruwai sampai dengan Teluk Etna. 

Fakfak dan Kaimana pada tahun 1960an ialah salah satu arena kontestasi antara identitas politik ke-Indonesiaan dan ke-Papuaan yang ditanamkan oleh pemerintah Belanda yang didasarkan atas perbedaan ras. Tokoh-tokoh Kaimana memiliki peranana yang signifikan secara politik dalam mendukung proses integrasi Papua dengan Indonesia. Dalam artikel ini, penulis menganalisis secara lebih mendalam berdasarkan penuturan pelaku sejarah tentang peristiwa integrasi Papua yang terjadi di Kaimana.

Artikel ini menggunakan metode sejarah lisan untuk menganalisis bagaimana perkembangan situasi politik di Kaimana pada masa awal integrasi sampai dengan Indonesia. Narasumber yang dijadikan sebagai sumber primer penelitian dipilih berdasarkan keterlibatan dan pengalaman yang mereka alami pada saat integrasi Papua ke Indonesia. Hasil dari wawancara kemudian didukung dengan kajian arsip untuk menentukan keakuratan temuan dan analisis.

Hasil penelitian yang dibahas dalam artikel dibagi menjadi dua bagian. Pertama mengenai Jalannya Operasi Militer di Kaimana, yaitu operasi Penerjunan di Distrik Kaimana, operasi Penerjunan Pasukan Payung Di Teluk Arguni, dan opersasi Penyusupan Di Teluk Etna. Disini dijelaskan bagaimana operasi militer tersebut dijalankan dan bagaimana respon masyarakat kaimana terhadap operasi militer tersebut. 

Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa sebagian masyarakat kaimana mendukung pasukan dalam operasi itu, namun ada juga yang menentang pasukan tersebut hingga menyebabkan gagalnya operasi. Semua penjelasan tersebut menggunakan sumber lisan dan sumber tulis digunakan untuk menentukan keakuratan sumber lisan tersebut.. Bagian kedua menjelaskan mengenai proses pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat 1969 terutama mengenai wakil-wakil DPM dari kaimana. 

Diartikel ini juga menjelaskan alasan orang-orang kaimana mendukung intergrasi dengan indonesia yang didasarkan dari sumber lisan narasumber. Orang-orang kaimana mengalami proses sosialisasi politik, terutama pada level elit yakni orang-orang Kaimana yang dibuang di Digul dan yang berinteraksi dengan para pendatang lainnya. 

Sosialisasi politik itu memberikan orang-orang Kaimana alternatif untuk mendukung integrasi dengan Indonesia. Raja-raja Kaimana dan para ulama di Kaimana juga terbukti berperan aktif dalam mendukung integrasi Papua ke Indonesia, sekaligus membangun identitas politik ke-Indonesia-an. Kita dapat mengetahui bahwa sikap politik Raja Kasim sangat menentukan pandangan kepala-kepala kampung untuk memilih Indonesia pada waktu Pepera.

Artikel ini menunjukkan dengan baik bagaimana penggunaan sejarah lisan dalam penulisan karya sejarah. Artikel ini bisa menjadi contoh yang baik mengenai karya sejarah yang menggunakan metode sejarah lisan karena dalam penelitian ini sumber lisan digunakan sebagai sumber utama dan sumber tulis dari arsip maupun buku hanya digunakan sebagai pembanding untuk menentukan keakuratan data sumber lisan. Dalam penelitian ini terdapat 26 orang narasumber yang memberikan kesaksian dan pengetahuan meraka dalam proses integrasi kaimana ke dalam bangsa indonesia.

Sejarah lisan dapat memeberikan kita sesuatu yang baru dan tidak disangka-sangka yang tidak ada dalam sumber tertulis. Hal ini terbukti dalam artikel ini. Wacana mengenai Trikora dalam perspektif nasionalisme Indonesia selalu merujuk pada nama besar Presiden Sukarno dan Mayjend Soeharto sebagai Panglima Mandala. 

Namun, dalam praktiknya seperti disampaikan dalam cerita-cerita lisan, masyarakat di Kaimana lebih mengenal dan memiliki kesan yang baik terhadap Mayor Untung Syamsuri yang kemudian terlibat dalam gerakan 30 september. Tindakan Mayor Untung mengadopsi seorang anak Papua dapat dimaknai bahwa dia mencoba membangun representasi ke-Indonesia-an di Papua dengan cara yang manusiawi. Hal ini menjadikan artikel ini menarik karena memberikan kritik terhadap teks sejarah yang diproduksi oleh rejim Orde Baru tentang Trikora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun