Dalam Perda RTRW baru yang disahkan Nopember 2012 oleh DPRD Surabaya, Tol Tengah ini sudah dihapus dan menjadi jalan bebas hambatan Aloha-Waru-Mananggal-Perak. Tapi Perda baru ini sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan dari Pusat, terutama terkait Tol tengah Kota, dimana Pemerintah pusat tetap berpegang pada Aloha-Waru-Wonokromo-Perak, juga persoalan pasal wilayah konservasi yang sempat dihilangkan Pemkot. Akibat belum disetujuinya RTRW baru ini, maka Surabaya masih menggunakan RTRW tahun 2007 yang masih menyebut Tol Tengah Kota Perak-Wonokromo-Waru. Dan tentunya semua rencana pembanngunan infrastruktur di surabaya selama RTRW ini belum disetujui tidak dapat dilaksanakan, seperti Flyover dolog, Flyover A.Yani-Morgerojo, underpass mayjend sungkono dan sebagainya, yang akan merugikan warga Surabaya.
Yang tidak kalah seru, adalah munculnya dibanyak social media, berita tentang pamakzulan TRH pada tahun 2011, yang dikesankan sedang terjadi saat ini. Tentu pada 2011 berita ini tidak seheboh sekarang, saat seluruh mata dan telinga rakyat Indonesia sedang di arahakan ke Surabaya. Sebuah peristiwa dimana akibat Perda yang dikeluarkan oleh PEMKOT Surabaya tentang kenaikan pajak Reklame, yang berbuntut dengan digunakannya hak angket oleh DPRD Surabaya yang melahirkan keputusan Pemecatan TRH sebagai walikota surabaya.
Keputusan pemecatan ini didukung oleh Fraksi Golkar, F-PKB, F-PDS, F-Amanat Persatua (PAN dan PPPP), F-PDIP dan F-Demokrat. Hanya PKS yang menolak hak angket dan pemecatan ini karena menilai kesalahan TRH sebagai walikota hanya soal teknis yang tidak layak sampai ke Pemakzulan. Sebuah peristiwa yang sangat keterlaluan dan memalukan hemat saya, seorang walikota yang sudah dengan jelas dan tegas menyelesaikan carut marut papan reklame di Surabaya, malah dijadikan celah untuk diberhentikan. Untunglah pada saat itu mendagri Gamawan Fauzi tidak sependapat dengan keputusan DPRD Surabaya, sehingga kedudukan Walikota tetap diakui sah oleh pemerintah.
Ending Apa yang diharapkan dari keributan ini
Keinginan TRH mundur akibat merasa tertekan, sudah menjadi isu yang liar, sudah bergerak kesana kemari dan mulai kait mengait dengan banyak kepentingan (tentunya politik). TRH pun entah sengaja atau tidak lebih nyaman membawa isu ini terutama terkait keberatannya dengan proses pemilihan Wawali ke pusat dibanding diselesaikan di daerah, apalagi membawanya ke ranah hukum. Sementara Partai Politik pun seperti berlomba ikut mengomentari dan terang terangan ikut memberikan dukungan pada TRH agar tidak mundur. Dan tentunya seperti analisa saya ditulisan sebelumnya, hal ini sangat menyakitkan bagi PDI-P, yang menjadi "tertuduh", biang kerok segala persoalan ini, yang menyebabkan TRH berkeinginan mundur.
Saya melihat, peristiwa ini sebagai pukulan cukup telak bagi PDI-P dalam menyambut Pemilihan Legislatif april 2014 nanti. Akan sulit kembali memperbaiki citra yang sudah terlanjur berkembang dan menjadi liar ditengah masyarakat, khususnya masyarakat online, para nettizen, yang terus menerus berkicau seputar kasus TRH ini.
Dengan melihat banyaknya dukungan, baik dari tokoh formal maupun informal, saya makin yakin sesuai tulisan saya sebelumnya, TRH tidak akan mundur dan posisinya akan semakin kuat dalam menjalankan kota dengan segala kebijakan yang akan diambilnya. TRH akan semakin banyak di dekati oleh Parpol dan akan jadi magnet yang sangat kuat bagi menaikan citra Parpol yang akhirnya menaikan perolehan suara pada pileg 2014 bahkan pilpres 2014.
Namun untuk kasus wawali, nampaknya persoalan akan semakin rumit dan memanas. DPR yang turut campur dengan segala keanehannya, akan membawa persoalan ini menjadi pusaran besar yang akan bisa menyeret banyak orang dengan segala kepentingannya. Persoalan bisa jadi berkembang tidak hanya pada soal legal formal hak walikota mengusulkan atau pendapatnya didengar, tapi juga pada kemungkinan adanya tindakan pemalsuan dalam proses penyiapan dokumen usulan maupun dokumen untuk pengesaahan ke mendagri. Dan saya duga, dengan posisi TRH yang demikian menarik saat ini, bisa jadi semua Fraksi di DPRD Surabaya akan mulai bersuara sesuai dengan intruksi dari DPP masing masing parpol.
Bagi WSB, tentu hal ini menjadi sangat tidak nyaman. Dalam persoalan ini tidak dapat dihindari kecurigaan publik adanya peran WSB dalam kekisruhan ini. Walau bagaimanapun membela diri, berita ini sudah terlanjur mengarah pada persoalan seputar pemilihan wawali dan celakanya wawali bersangkutan adalah orang yang dahulunya pernah ikut menyetujui pemakzulan TRH sebagai walikota.
Apa Ruginya jika Wisnu mundur ?
Saya tidak melihat saat ini ada manfaatnya kursi wakil walikota di isi. Selain waktu yang tersisa praktis hanya 1,5 tahun bahkan bisa kurang karena persiapan pilkada 2015, praktis akibat isu ini tingkat kepercayaan pada wawali menjadi sangat rendah, sehingga bisa jadi wawali akan hanya jadi pajangan atau sekedar pelengkap saja. Bahkan bisa jadi kambing hitam jika terjadi kegagalan suatu program pemerintah.
Bagi WSB dengan keributan yang sudah melebar kemana mana ini, bahkan sampai muncul kesan telah terjadi friksi didalam tubuh PDI-P, baik di DPC maupun dengan DPP, sangat tidak menguntungkan. Sebagai ketua DPC PDI-P Surabaya, WSB punya kepentingan menaikan citra Partai sehingga bisa berhasil mempertahankan bahkan menaikan jumlah kursi di DPRD Surabaya. Kepentingan memenangkan kursi dalam Pileg April 2014 ini tentunya terkait juga dengan agenda PILKADA 2015.
Sisi lain, saya tidak melihat ada kerugian bagi WSB maupun PDI-P melepaskan saja kursi wawali ini. Dengan cara ini keributan yang sangat merugikan PDI-P ini bisa segera diakhiri dan PDI-P bisa konsentrasi pada PILEG pada april 2014 ini.