Mengikuti perkembangan persoalan penutupan lokalisasi Dolly yang sudah menjadi kebijakan Walikota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur, membuat saya makin tidak simpati dengan politik yang dipertontonkan PDI-P belakangan ini. Wisnu Sakti Buana (Wisnu), Ketua DPC PDI-P Surabaya, yang juga menjabat Wakil Walikota Surabaya, menentang program yang sudah lama dicanangkan PEMKOT Surabaya dan PEMPROV JATIM ini.
Semasa Tri Risma Harini (Risma) mempertontonkan laku politik yang tidak pass saat menolak dipilihnya Wisnu sebagai Wakil Walikota, saya termasuk yang menentang cara cara Risma (baca disini ). Tidak beretika politik, tidak paham aturan, dan tidak menghargai PDI-P sebagai partai yang sudah mengusung Risma sehingga bisa menjadi Walikota. Terlebih masa itu, Risma tidak menyadari aksi yang dilakukannya sudah dimanfaatkan dan dipolitisir sedemikian rupa oleh lawan-lawan politik PDI-P. Padahal urusan Wakil Walikota ini adalah urusan sederhana, urusan yang bisa diselesaikan di internal PDI-P sendiri, sebagai sesama kader PDI-P.
Kali ini hal yang tidak pass bahkan cenderung VULGAR, dipertontonkan oleh Wisnu, sang Wakil Walikota, yang dulu keberadaanya sempat ditolak oleh Risma. Wisnu melakukan penentangan atas program kerja Walikota yang akan menutup Lokalisasi Dolly. Penentangan dilakukan secara terbuka, malah dengan cara memprovakasi warga disekitar lokalisasi untuk melakukan penolakan ( baca berita disini ).
Lebih celaka, Wisnu mengklaim penolakannya ini sebagai KEBIJAKAN PARTAI, sebagai kebijakan PDI-P. Menurut Wisnu, apa yang dia lakukan adalah merupakan bagian dari memperjuangkan nasib penghuni wisma dan warga di sekitar lokalisasi Dolly.
Wisnu seolah lupa atau mungkin tepatnya gelap mata, bahwa Risma juga adalah kader PDI-P, kader yang diusung PDI-P dan Walikota yang diminta oleh Bu Mega sang Ketum PDI-P untuk tetap mengemban amanah sebagai Walikota Surabaya, untuk tidak mundur karena alasan (diantaranya) tidak siap bersanding dengan Wisnu.
Wisnu lupa, bahwa untuk menyelesaikan persoalan TRH yang ingin mundur sebagai Walikota Surabaya, DPP PDI-P perlu turun tangan. Tidak tanggung tanggung, yang turun tangan Megawati sendiri sebagai ketua umum Partai.
Mungkin Wisnu lupa perintah/maklumat yang dikeluarkan Mega untuk menghentikan kisruh masa itu. Maklumat berupa Perintah agar Risma tetap menjabat, Perintah bagi Wisnu sebagai Wakil mendukung tugas tugas Risma sebagai Walikota, dan Ketegasan bahwa Pemilihan Wakil Walikota sudah sesuai aturan perundangan.
Point kedua dari maklumat Mega ini sangat jelas, bahwa Wisnu harus mendukung dan mensukseskan semua program yang sudah ditetapkan Risma sebagai Walikota. Wisnu punya kewajiban mensupport Risma menjalankan tugas nya, bukan malah menentang Risma menjalankan program dan tugas nya.
Bagi saya sikap Wisnu ini, yang juga dinyatakan sebagai kebijakan PDI-P, sangat tidak elok, sangat tidak pantas, dan sudah diluar kepatutan etika politik. Sebagai seorang Wakil Walikota, apalagi berasal dari partai yang sama dengan Risma, semestinya Wisnu bisa mengendalikan diri dan menyelesaikan segala perbedaan secara internal, tidak diumbar dan dipertontonkan pada rakyat.
Jika memang Wisnu merasa kebijakan Risma menjalankan program yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan PEMKOT ini bertentangan dengan kebijakan PDI-P, dan sudah mencoba membicarakan dengan Risma tapi tidak ada titik temu, maka Wisnu sebaiknya MENGUNDURKAN diri sebagai Wakil Walikota Surabaya sebelum melakukan penentangan. Tidak pada tempatnya dan tidak sepantasnya seorang Wakil Walikota menentang tugas dan program yang diusung Walikotanya.
Dan jika betul ini adalah kebijakan PDI-P sebagai sebuah partai, maka sebaiknya PDI-P terang terangan saja menarik Wisnu sebagai Wakil Walikota dan posisikan diri sebagai "oposisi" terhadap Walikota Surabaya.
Dengan tetap mengangkangi jabatan Wakil Walikota sekaligus jadi penentang kebijakan Walikota secara terbuka, hanya akan membuat rakyat bingung apa sebenarnya yang diperjuangkan Wisnu dan PDI-P. Akibat lain, bisa membuat jalannya Pemerintahan di Balaikota Surabaya terganggu. Bisa jadi akan menimbulkan perpecahan di Pegawai PEMKOT, yang pada akhirnya merugikan kepentingan Warga Surabaya.
Hemat saya, jika benar Wisnu membela kepentingan warga, jalan pertama yang harus dia tempuh adalah MUNDUR !!
Kemudian secara jantan tunjukan diri bersebrangan dengan Risma dan buktikan apakah warga Surabaya memilih mendukung Wisnu dan PDI-P atau mendukung Pemerintahan kota yang sah, Walikota Risma, yang menjalankan amanat warga untuk menutup lokalisasi sesuai program yang sudah dicanangkan.
Notes : Jika kali ini ada Gerakan #SaveRisma sebagai bentuk dukuangan atas program penutupan lokalisasi Dolly, saya akan ikut mendukung !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H