Kampung adat terletak di Cireundeu kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Asal kata Cireundeu berasal dari sebuah pohon bernama "Rendeu" secara tradisional Cireundeu memiliki orang yang dituakan  disebut sebagai Sesepuh.  Â
 Masyarakat adat Kampung Cireundeu adalah bagian dari Sunda Wiwitan. Agama leluhur yang mereka anggap sebagai sebuah agama besar. Dengan ajaran-arajan peduli terhadap alam dan sopan santun.Â
Konsep agama Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Cireundeu, yaitu Tuhan yang disebut "Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji" atau di atas segalanya pencipta mereka.Â
Penganut ajaran ini juga dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti orang Kanekes di Kabupaten Lebak, Banten dan sebagian kecil orang Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
singkong. Masyarakat setempat menyebutnya "rasi".Â
masyarakat Cireundeu tidak pernah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalahSebenarnya rasi hampir sama dengan nasi biasa, hanya saja terbuat dari singkong. Cireundeu sendiri dikenal sebagai desa swasembada pangan. Sesuai juga dengan tradisi nenek moyang mereka yang rutin berpuasa.Â
Tujuan puasa adalah untuk mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin. Sebuah ritual yang juga berfungsi untuk menguji keimanan seseorang. Serta sebagai pengingat akan Tuhan Yang Maha Esa.
Puncak salam merupakan tempat meditasi bagi masyarakat Cireundeu. Kegiatan meditasi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam. Masyarakat setempat percaya bahwa meditasi dapat mengumpulkan energi dari alam.Â
Dahulu tempat ini tak bisa dimasuki secara sembarangan. Namun, seiring berjalannya waktu, tempat ini mulai ramai dikunjungi oleh masyarakat umum. Namun ada syarat saat masuk yaitu dengan syarat melepas alas kaki baik sandal maupun sepatu. Hal itu dilakukan, karena masyarakat adat Cireundeu percaya bahwa manusia dan alam merupakan suatu kesatuan, sehingga tak ada penghalang. Melepas alas kaki menggambarkan kepercayaan bahwa 'Gusti anu ngasih' (Tuhan yang mengasihi), 'alam anu ngasah' (alam yang mendidik) dan 'manusa nu ngasuh' (manusia yang menjaga).
angklung buncis. Angklung buncis merupakan alat musik yang tidak terpisahkan dari upacara seren tau dan biasanya dimainkan saat upacara tersebut berlangsung.
Kampung ini memiliki kesenia seperti kesenian gondang, karinding, serta