Mohon tunggu...
ferry JosuaSimanullang
ferry JosuaSimanullang Mohon Tunggu... Akuntan - mahasiswa

hobby mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih dalam Kampung Adat

9 November 2022   19:47 Diperbarui: 9 November 2022   20:17 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampung adat terletak di Cireundeu kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Asal kata Cireundeu berasal dari sebuah pohon bernama "Rendeu" secara tradisional Cireundeu memiliki orang yang dituakan  disebut sebagai Sesepuh.    

 Masyarakat adat Kampung Cireundeu adalah bagian dari Sunda Wiwitan. Agama leluhur yang mereka anggap sebagai sebuah agama besar. Dengan ajaran-arajan peduli terhadap alam dan sopan santun. 

Konsep agama Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Cireundeu, yaitu Tuhan yang disebut "Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji" atau di atas segalanya pencipta mereka. 

Penganut ajaran ini juga dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti orang Kanekes di Kabupaten Lebak, Banten dan sebagian kecil orang Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Dokpri
Dokpri
masyarakat Cireundeu tidak pernah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya "rasi". 

Sebenarnya rasi hampir sama dengan nasi biasa, hanya saja terbuat dari singkong. Cireundeu sendiri dikenal sebagai desa swasembada pangan. Sesuai juga dengan tradisi nenek moyang mereka yang rutin berpuasa. 

Tujuan puasa adalah untuk mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin. Sebuah ritual yang juga berfungsi untuk menguji keimanan seseorang. Serta sebagai pengingat akan Tuhan Yang Maha Esa.

Dokpri
Dokpri
Puncak salam merupakan tempat meditasi bagi masyarakat Cireundeu. Kegiatan meditasi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam. Masyarakat setempat percaya bahwa meditasi dapat mengumpulkan energi dari alam. 

Dahulu tempat ini tak bisa dimasuki secara sembarangan. Namun, seiring berjalannya waktu, tempat ini mulai ramai dikunjungi oleh masyarakat umum. Namun ada syarat saat masuk yaitu dengan syarat melepas alas kaki baik sandal maupun sepatu. Hal itu dilakukan, karena masyarakat adat Cireundeu percaya bahwa manusia dan alam merupakan suatu kesatuan, sehingga tak ada penghalang. Melepas alas kaki menggambarkan kepercayaan bahwa 'Gusti anu ngasih' (Tuhan yang mengasihi), 'alam anu ngasah' (alam yang mendidik) dan 'manusa nu ngasuh' (manusia yang menjaga).

Dokpri
Dokpri
Kampung ini memiliki kesenia seperti kesenian gondang, karinding, serta angklung buncis. Angklung buncis merupakan alat musik yang tidak terpisahkan dari upacara seren tau dan biasanya dimainkan saat upacara tersebut berlangsung.

Angklung buncis dikembangkan oleh masyarakat paseban, dinamakan angklung buncis karena lagu yang dimainkan adalah lagu tersendiri yaitu " " budaya urang nurutkuen ciri sunda " angklung ini terbuat dari bambu hitam yang berumur 3-4  tahun.  Bagian bawah sampai tengah sampai atas bambu digunakan sebagai bahan utama membuat angklung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun