Yang jadi persoalan, apakah ada keberanian dari pihak Gubernur (khusus bagi kepemerintahan satu partai) Â atau Menteri ( yang masih menjadi bawahan dan pembantu Presiden Joko Widodo dalam kepemerintahan) berani mengkritik mereka berdua jika adan sesuatu hal tidak berjalan baik ketika mereka memimpin daerah tersebut. Seperti yang dialami oleh Gubernur Anies Baswedan saat ini (ketika mencalonkan diri merupakan lawan politik dari partai yang mendukung Presiden Joko Widodo).
Jikapun harus mengkritik, apakah berani mengkritik di depan masyarakat (pers) atau hanya di belakang saja. Atau bisa juga jika mengkritik hanya untuk sekedar meningkatkan pamor kepemimpinan. Hal ini yang menjadi persoalan di tengah-tengah pembicaraan masyarakat.
Memang jika ini dipersoalkan tidak menjadi masalah, selama pihak Oposisi (yang bersebrangan) bekerja dalam koridor sebagai diluar kepemerintahan atau masyarakat (yang tidak memilih Presiden Joko Widodo pada saat pemilihan Presiden) untuk menjadi pengawas dalam sistem kepemerintahan. Sehingga menjadi tolak ukur akan keberhasilan anak dan menantu Presiden jika berhasil menjadi pemenang menjadi Walikota Solo dan Walikota Medan.
Marilah bersama, bagi para pendukung maupun tidak untuk menjadikan pemilu serentak di tahun 2020 menjadi pembelajaran atau memberi pelajaran berpolitik yang baik. Sehingga masyarkat menjadi cerdas dan tidak terkotak-kotak karena beda pilihan.Â
Karena tidak ada satupun di dunia yang selalu sejalan. Ada siang dan malam, panas dan dingin. Tapi kedua tetap berada dalam koridor yang benar sehingga berjalan dan menjadi sesuatu yang tetap dibutuhkan dan berguna, bukan malah menjadi bomerang dan ketiadaan.
Salam Damai....Indonesiaku Jaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H