RUU KPK, RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja berhasil menggemparkan masyarakat, sekarang DPR kembali lagi membuat masyarakat gempar dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
RUU yang sedang dalam tahap penyusunan ini belakangan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, ada yang pro terhadap RUU ini dan banyak juga yang kontra terhadap RUU ini, lantas apa hal yang mendasari keresahan masyarakat tersebut?
Banyak yang berpendapat bahwa RUU ini akan membunuh sektor pariwisata, hal ini didasari kepada fakta bahwa kebiasaan turis asing yang sering mengonsumsi alkohol, sehingga apabila dilakukan pelarangan terhadap mengonsumsi minuman beralkohol maka turis tidak mau datang ke Indonesia.
Selain sektor pariwisata, dikhawatirkan juga RUU ini akan menghilangkan kebudayaan minuman fermentasi yang telah diwariskan nenek moyang kita yang seharusnya menjadi warisan budaya atau kearifan lokal seperti tuak dan arak. Pandangan-pandangan di atas tidak sepenuhnya salah namun perlu ditelaah lebih dalam lagi bagaimana pengaturan larangan terhadap minuman beralkohol dalam RUU tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap pariwisata dan kebudayaan lokal.
RUU yang terdiri dari VII Bab ini dibuat dengan maksud untuk membuat lingkungan yang baik dan sehat serta melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat membuat orang menjadi mabuk/hilang kesadaran, orang yang mabuk dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas serta dapat mengakibatkan konflik antara perorangan bahkan dapat berakibat sampai pada konflik antar kelompok. Dampan negatif dari mengonsumsi minuman beralkohol tersebut yang coba dikurangi dengan RUU ini.
Perlu diketahui juga bahwa yang diklasifikasikan sebagai minuman beralkohol dalam RUU ini adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 persen sampai dengan 55 persen, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan.
Terhadap jenis minuman beralkohol tersebut setiap orang untuk memproduksi, menyimpan, mengedarkan dan/ atau menjual serta mengonsumsi. Terhadap larangan tersebut diberikan pengecualian untuk kepentingan terbatas, kepentingan terbatas tersebut antara lain: kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, dan farmasi. Pengaturan tersebut memiliki makna bahwa terhadap kegiatan-kegiatan yang dikecualikan, tidak dilarang untuk memproduksi, menyimpan, mengedarkan dan/ atau menjual serta mengonsumsi.
Selain terhadap kegiatan tertentu, dibuat juga pengecualian terhadap tempat tertentu yang boleh untuk memproduksi, menyimpan, mengedarkan dan/ atau menjual serta mengonsumsi minuman beralkohol yaitu pada toko bebas bea, hotel bintang 5 (lima), restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, bar, pub, klub malam, dan toko khusus penjualan Minuman Beralkohol.
Pengaturan yang demikian dimaksudkan untuk membatasi peredaran minuman beralkohol sehingga dapat diawasi oleh pemerintah dengan mudah. Bentuk pengawasan yang dilakukan ialah dengan memberikan izin bagi tempat-tempat tertentu yaitu toko bebas bea, hotel bintang 5 (lima), restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, bar, pub, klub malam, dan toko khusus penjualan Minuman Beralkohol.
Judul dari RUU tersebut memang menggunakan frasa “larangan” sehingga dipandang akan melarang minuman beralkohol sepenuhnya. Apabila dilihat lebih dalam lagi, pembentuk UU tidak bermaksud untuk melarang minuman beralkohol. Melainkan RUU ini dimaksudkan agar peredaran minuman beralkohol lebih terkontrol sehingga mudah diawasi oleh pemerintah agar mengurangi dampak negatif dari mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
Namun, RUU memiliki beberapa kekurangan yaitu bahwa tujuan dari RUU yang untuk membuat lingkungan yang baik dan sehat serta melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol dengan melarang setiap orang untuk memproduksi, menyimpan, mengedarkan dan/ atau menjual serta mengonsumsi, yang kemudian terhadap larangan tersebut diberikan pengecualian terhadap kegiatan dan tempat tertentu, namun tidak diberikan pengaturan mengenai subjek yang boleh mengonsumsi minuman beralkohol.
Dengan pengaturan yang demikian berarti orang boleh mengonsumsi minuman beralkohol selama orang tersebut mengonsumsinya di tempat atau pada kegiatan-kegiatan tertentu yang dikecualikan, meskipun orang tersebut masih di bawah umur.
Apabila terjadi hal demikian maka RUU yang semula ditujukan untuk memberikan lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada masyarakat malah menjadi justifikasi bagi anak-anak untuk boleh mengonsumsi minuman beralkohol.
Oleh karena itu, menurut penulis bahwa akan lebih baik apabila pemerintah juga mengatur mengenai subjek yang dapat atau tidak dapat mengonsumsi minuman beralkohol, sehingga dalam praktiknya penjual/ pengedar minuman beralkohol tidak menjual atau mengedarkan kepada subjek yang salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H