politik kadang begitu keji menjarak raga antara sekawan yang pernah berpeluh bersama bertarung untuk  meraih mimpi-mimpi besar mereka tapi lantas tak dapat baku dapa karena mereka memilih jalan yang barangkali berbeda dalam menggapai mimpi-mimpi selanjutnya.Â
PilihanAda banyak potret menarik untuk menggambarkan rindu itu dalam konstelasi politik yang keras jelang pilpres mendatang, terutama dua kawan lama dari rumah yang sama PDI Perjuangan, Ganjar dan Jokowi, tapi tidak bisa jumpa bahkan untuk sekedar berjabat tangan baku sapa. Pagar-pagar pilihan politik barangkali telah membatasi mereka dengan begitu ketat, tapi siapa yang tahu di kedalaman hati mereka? Entahlah. Mungkin juga dugaan ini salah.
Tapi ada banyak hal yang  membuat kita dan publik umumnya lalu berasumsi macam-macam ketika antara Ganjar dan Jokowi saling mengikut jejak dari satu daerah ke daerah lainnya dalam rangka pemilu presiden mendatang. Ganjar tentu saja dalam rangka kampanye dan Pak Jokowi dalam rangka kunjungan kerja preseiden.Â
Ketika Ganjar ke Papua, Jokowi juga ke Papua untuk sekedar bermain bola dengan warga lokal. Ketika Ganjar ke Kupang untuk Kampanye, Jokowi juga ke Kupang untuk meresmikan Katedral keuskupan Kupang beberapa hari setelahnya. Ketika Ganjar ke Ende, Flores, beberapa hari setelahnya Jokowi lalu datang ke Labuan Bajo juga untuk bermain bola walau sedang hujan. Apalagi kunjungan ke Jawa Tengah, laksana lagu kanon yang sahut menyahut, ketika Ganjar datang berkampanye Jokowi lalu datang untuk kunjungan kerja pada hari atau pekan setelahnya. Baru-baru ini ketika Ganjar Kampanye di Yogyakarta tepatnya di Kulon Progo, Pak Jokowi bersama rombongan presiden 'mangkal' di Yogyakarta bersamaan sembari menyambangi singga sana sang Raja Jawa, Sultan Yogyakarta.
Begitu membirunya rindu antara dua 'kawan banteng' ini hingga tak bisa terlalu jauh menjarak raga. Mereka tentu pada frekuensi yang sama untuk bakti pada negara, memeluk Ibu Pertiwi dengan erat melalui program dan gagasan yang membangun agar dari rahimnya lahir banyak berkat bagi segala anak bangsa.
Ragam asusmi atas laku politik Jokowi ini diberi persepsi tertentu oleh para pengamat politik, penggiat politik, media, dan juga para cendikia. Satu perspektif menarik yang dimengemuka di publik bahwa Jokowi hendak menyapu jejak Ganjar di daerah yang telah di didatanginya untuk berkampanye dimana daerah tersebut juga sangat welcome terhadap Jokowi, sebut saja Tanah Papua, Kupang, Flores, Bali dan Jeteng-Jogja tentunya.
Benarkah begitu? Respons istana tentu saja menarik bahwa kunjungan Jokowi ke daerah telah direncanakan lama, tiga bulan sebelum kunjungan dan tidak ada niat seperti yang diduga, barangkali sesuatu yang koinsiden belaka. Tapi siapa yang dapat membatas gagasan dan asusmi  media juga para cendikia? Itulah demokrasi dimana ruang interpretasi untuk  mengekspresi kebebasan dan kemerdekaan berpikir tidak diabatasi dan itu sah-sah saja sejauh tetap mengindahkan etika dan kaidah berpikir yang wajar atau rasional.Â
Belum lagi lingkungan digital memungkinkan jagat maya menjajakan banyak cerita untuk memberi sentimen tertentu terhadap sebuah peristiwa. Penggiringan opini dan manipulasi kesadaran publik tidak dapat dielak oleh mereka yang dianggap pakar yang lebih cenderung sebagai influenser saja, bukan pakar. Maukah kesadaran Anda diperlakukan begitu saja dengan sewenang-wenangnya atau tetap menancap rasa penasaran akan kebenaran dari sebuah fakta yang hampir pasti tidak mengklarifikasi tentang dirinya?
Respon Ganjar juga sangat menenduhkan, positif dan penuh rasa hormat kepada sang Presiden. Ganjar menilai bahwa seorang presiden tentu saja dapat mengunjungi seluruh wilayah NKRI ini kapan dan kemana saja. Ganjar juga tidak menilai berlebihan terhadap dugaan bahwa Presiden Jokowi sedang menhapus jejaknya dalam berbagai kunjungannya di beberapa daerah. Pasca kampanye di Yogyakarta dan bersamaan kunjungan Jokowi ke Yogyakarta, alih-alih merasa dikuntit, Ganjar malah merasa dan menduga kalau Pak Presiden sedang memberi penguatan kapadanya.
Seperti yang saya kutip dari tempo.co pada 29 Januri 2024: "Jangan-jangan beliau datang (ke Yogyakarta) untuk menguatkan saya kan?" respon Ganjar ketika ditanya jurnalis ketika pada sebuah kesempatan, apakah Jokowi berusah menguntitnya dan mau mengbapus jejak kampanye Ganjar. Sebuah respons yang sangat positif dengan kadar etika bermutu tinggi.
Ganjar selalu merespon laku politik Jokowi dengan gestur yang postifi dan tanggapan terukur. Tidak ada benci, tapi mungkin rindu saja. Ketika Jokowi sampaikan ke publik bahwa Presiden boleh kampanye, Ganjar juga menanggapi bahwa itu diatur dalam undang-undang dan tidak ada problem dengan hal itu. Padahal Presiden Jokowi menyampaikan itu dengan  latar lanud militer dan juga kemenhan, Prabowo Subianto,  yang adalah rival Ganjar Pranowo dalam pencapresan.
Jokowi Mendukung Prabowo?
Sebuah pertanyaan yang sering kali menggelayut dalam benak adalah: apakah Presdien mendukung Capres Prabowo Subianto? Kesan itu tentu sah-sah saja, baik sebagai sebuah fakta politik dimana anaknya maju sebagai cawapres dan menteri setianya seperti Prawbowo  maju sebagai penerus karya besarnya. Tapi apakah sesentimentil itu? Apakah standart Jokowi yang selama ini begitu tinggi tiba-tiba di tarik rendah ke level itu saja? Rasa-rasanya tidak!Â
Tapi bagaimana dengan tampilan publik dimana sang Presiden sering makan bersama Pak Prabowo bahkan ketika Jokowi mengatakan bahwa presiden boleh kampanye dilatari LANUD dan juga ada Prabowo sebagai MENHAN dan capres sekaligus? Dugaan bahwa Jokowi sedang mendukung Prabowo adalah wajar setidaknya bila dilihat dari potongan gambar yang berseliweran di jagat maya. Tapi apakah yang mereka bicarakan? Jangan mau dimanipulasi oleh kesan yang hanya menyenangkan semata.
Tentu saja Jokowi akan selalu bisa dekat dengan Prabowo, sebab beliau itu menterinya, pembantu presiden. Konteks jabatan yang melekat pada Prabowo ini tidak bisa dilepas sehingga display di publik dekat dengan presiden tidak dapat dielak. Menerjemahkannya secara berlebihan itu adalah hak publik. Apalagi Prabowo menggaungkan keberlanjutan program Jokowi sehingga kedekatannya sering dipolitisir sebagai sebuah bentuk dukungan. Belum lagi gamabr-gamabr itu sengaja disebar untuk memberi kesan yang kuat atas  dukungan tersebut. Tapi, Sungguhkan begitu?
Menurut saya, Pak Jokowi itu memiliki standart yang tinggi dalam merekrut seseorang, baik itu menteri pun orang lain yang barangkali menjadi penerusnya sebagai Presiden Republik Indonesia. Dia sedang melakukan asesmen serius terhadap penerusnya, termasuk Pak Prabkwo. Melihat dari dekat dengan penuh kecermatan. Sungguhkah Prabowo Sunianto mau menjadi presiden bagi negara yang persolannya tidak sedikit ini? Mampukah ia menyelesaikannya? Dan berbagai pertanyaan retoris lainnya yang tentu saja sebagai KPI'S seroang presiden. Ia sedang menyelidik dan mungkin akan mendukungnya terus terang atau hanya mendukung dengan bayang-bayang saja.
Menjejaki kampanye Ganjar Pranowo juga adalah metode untuk menyimak dari dekat efek dari kampanye Ganjar dan ia tidak mau dengar dari cerita orang saja. Hal tersebut adalah sebuah proses validasi yang presisinya tinggi. Jokowi mau dengar langsung tanggapan warga dia pergi ke pasar yang mana menjadi pola umum kader  banteng dalam menyimak dari dekat keluhan rakyat. Ganjar hampir pasti tidak pernah di endorse dengan makan bersama walau dari 'kandang' yang sama.
Agar makin kilau bersinar emas memang harus dipanaskan, digarami, ditempa sehingga makin elok dipandang, makin berharga, dan memiliki daya juang lebih dalam menghadapi berbagai kesulitan. Kedepannya negara ini pasti akan menghadapi berbagai kesulitan yang tidak bisa diselesaikan dengan marah-marah apalagi menyalahkan orang lain karena kego*lokan diri sendiri.Â
Lenggok indah pemimpin itu adalah  kecakapannya dalam menggagas dan keberaniannya mengeksekusi sebuah program kerja demi kemaslahatan publik, bukan sekedar jingkrak-jingkrak manakala nalar tak lagi sanggup menanggap, membeku. Bukan juga merespon sesuatu dengan emosi yang kurang teregulasi dengan apik sehingga cenderung menimbulkan efek nano-nano di ruang publik, tidak elok dan tidak meneladankan yang baik kepada generasi muda apalagi untuk lembaga pendidikan.
Jokowi sedang menantang Ganjar agar tidak hanya'kendhel' dalam cakap saja tetapi juga bagaimana agar setiap laku  harus taat pada kata dan kehadiran di tengah sesama harus memberi dampak manfaat sebesar-besarnya.Â
Pemimpin besar tidak lahir dari kenyamanan-kenyamanan dan endorsment semata. Ia harus 'dibakar dan dilebur' dalam sulitnya perjuangan sehingga menjadi berdaya dan bermutu tinggi serta elok, Kalos Kagathos.
Ganjar Pranowo sedang dalam fase itu dan Jokowi memahaminya dengan sangat baik tentunya. Respon positif dan terukur Ganjar terhadap berbagai langkah politik Jokowi mengindikasikan itu. Jokowi sedang 'mendidik' ganjar yang telah cukup berjasa  menghantarnya dua periode menduduki singga sana kepresidenan.Â
Jokowi pasti tau bagaimana membalas budi dan sangat sadar bahwa negara ini jauh lebih penting bila hanya untuk mengejar hasrat kekuasaan dan demi keluarganya semata. Presiden Jokowi pasti akan selalu dikenang dan dihormati di seluruh Indonesia karena telah dengan berani meretas bebagai isolasi yang membuat negeri ini tidak bisa bergerak maju.
Hormat selalu, Pak Presiden Joko Widodo. Pun bila kelak bapak tidak mendukung Ganjar Praowo sebagai Presiden rasa hormat itu rasa-rasanya tidak akan hilang. Banyak hal yang telah Anda buat dalam memajukan Indonesia dan hal itu tidak membutakan kesadaran masyarakat untuk menilai secara objektif.Â
Tapi bila kelak masyarakat juga menilai dan memilih secara objektif bahwa Ganjar Pranowo tepat sebagai penerus karya besar bapak, maka hal tersebut kiranya dianggap wajar juga. Kiranya semua alat negara tetap pada fungsinya sebagai penjaga NKRI dan keutuhan bangsa.
Salam Hormat
Rakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H