Ada sebuah cerita pertemanan dari sebuah Musholla dikampung, yang biasanya kami sebut dengan "langgar". Tempat dimana kami menimba ilmu agama serta tempat kami pula mengukir cerita pertemanan.Â
Ku kira cerita pertemanan hanya akan terjadi di masa sekolah saja namun ternyata tidak, di musholla pun juga mereka ukir cerita pertemanan yang pastinya ia akan ceritakan hingga tua nanti.
Hari mulai sore, sekumpulan anak yang tengah asyik bermain bola di sebuah tanah yang mereka sebut "lapangan mini" seketika membubarkan diri dengan serentak dan si pemilik bola pun mengambil bolanya.Â
Mereka mendengar samar-samar jelas bacaan-bacaan qiraah yang asalnya dari masjid terdekat, tanda dimana magrib akan segera tiba. mereka bergegas pulang untuk mandi dan bersiap menuju mushalla yang biasa kami sebut dengan "langgar".Â
Selepas mandi , ia lekas bersiap untuk beragkat ke langgar . Sebelum langsung berangkat ia menunggu di teras depan rumah, ia menunggu kawan-kawan lainnya berangkat agar bisa berangkat bersama.Â
Di kejauhan ia melihat 4 orang temannya telah berangkat ia bergegas menyusulnya dan berjalan  berangkat menuju langgar bersama. di sepanjang jalan menuju langgar, ia bercerita bagaimana tadi sekolahnya, bagaimana tadi main bolanya , bahkan bertanya "nanti kita baca iqra atau hafalan doa-doa salat ?".
Selepas sampai di musholla , mereka langsung menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, ada pula yang telah mengambil air wudhu dari rumahnya sehingga hanya membasuh kaki agar bersih saat masuk langgar.Â
Selepas masuk anak-anak yang lain sudah menghadap ke arah kiblat sambil membuka Al-Quran seraya membaca surah-surah pendek, itu tandanya pembiasaan hafalan surah-surah sebelum masuk magrib telah mulai (dilanggar kami memang  menjelang magrib diisi dengan membaca surah-surah pendek).
Bel berbunyi, tanda bahwa magrib telah tiba semua santri seketika langsung menutup Al-Quran seraya bersiap melaksanakan shalat magrib berjamaah yang setelahnya dilanjut membaca yasin berjamaah juga. setelah itu, dilanjut dengan membaca Al-Quran. Mereka semua rapi mengatri untuk diajari langsung oleh pak ustadz. tak ada yang berebutan, semua antri rapi dari depan hingga ke belakang.Â
Usai semua santri membaca Iqra dan Al-Quran, ada waktu luang sebelum Masuk waktu Isya',Ustadz pun masuk kerumahnya. secara tidak langsung mereka menutup Iqra dan Al-Quran mereka (meski jika terciduk menutup Al-Quran sebelum waktu Isya' akan dimarahi oleh Ustadz) tapi mereka tetap melakukannya, karena hendak melanjutkan cerita yang terpotong ketika sebelum Magrib ada juga yang kembali melanjutkan Gurauan yang belum usai.Â
Mereka semua bercerita ngalor ngidul,bahkan juga ada yang terbahak-bahak menedengarkan teman bercerita. Hingga tanda bel berbunyi,tanda waktu Isya' telah tiba mereka langsung menaruh Al-Quran dan berbaris untuk bersiap Shalat Isya' berjamaah lalu pulang.
Belum lagi kalau mereka bermalam di musholla, biasanya ketika libur panjang dan malam-malam ganjil di bulan ramadhan mereka menginap di musholla.Â
Rasa kantuk seketika hilang ketika bel berbunyi, tanda untuk segera bersiap shalat malam. Guyuran air wudhu seketika menjadi penyegar wajah yang masih mengantuk kala itu.
Begitulah kisah mereka di sebuah Langgar desa seaakan waktu begitu cepat berlalu, kini masing-masing dari mereka sudah mulai beranjak dewasa. Tak ada lagi panggilan nama ketika sore hari didepan rumah, tak ada lagi yang menjemput untuk berangkat mengaji di sore hari. Â
Satu-persatu dari mereka kini telah memiliki kesibukan masing-masing. Yang dulunya bertemu disetiap waktu Magrib  ke Isya', kini sudah jarang bertemu dan berkumpul.Â
Ia sangat merindukan ketika masih sering bertemu,berkumpul ketika mengaji. Kini semua punya kesibukan masing-masing, entah kapan mereka akan saling bertemu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H