Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembatalan Reklamasi, Anies "Direstui" KPK dan Menteri Susi

31 Oktober 2017   08:14 Diperbarui: 31 Oktober 2017   12:14 7948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016). Ia ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Ibarat mendapat durian runtuh, rencana Gubernur Anies membatalkan Reklamasi Teluk Jakarta, secara tidak langsung mendapat "restu" dari KPK serta Menteri Susi.

Melihat perkembangan pemberitaan di media masa minggu yll, "restu" ini bisa jadi modal besar bagi Anies-Sandi untuk menuntaskan pembatalan Reklamasi secepatnya.

Menurut pengamatan penulis, membatalkan proyek reklamasi Jakarta secara legal tanpa gaduh sebenarnya mudah. 

Dengan 3 syarat, Anies harus bisa mengkapitalisasi "restu" KPK dan Menteri Susi tersebut dan secara legal berlindung di balik UU No 27 Tahun 2007 atas izin-izin reklamasi yang Gubernur DKI terdahulu keluarkan.

UU No 27 Tahun 2007 ini, satu-satunya UU yang memuat Perencanaan dan Pelaksanaan Reklamasi secara rinci. 

Ini bisa menjadi kartu truf dan pintu masuk bagi Anies-Sandi  untuk menyapu semua peraturan dibawah UU yang membenarkan proyek reklamasi.

Ini kesimpulan atas kajian penulis pada belasan peraturan dari setingkat  UU, Presiden sampai setingkat Gubernur.

"Restu" KPK

Anies perlu menggandeng KPK untuk menghadapi persoalan reklamasi ini, sebab sudah ada bukti proses reklamasi ini berlangsung kotor, tidak tanggung-tanggung salah satu Presiden Direktur pengembang pulau reklamasi terkena OTT KPK dan sudah divonis tiga tahun pada bulan September 2016 yll.

Terbukti Ariesman Widjaja bekas Presdir PT. Agung Podomoro Land menyuap Mohammad Sanusi Rp 2 milyar untuk memuluskan pembahasan rancangan Perda reklamasi teluk yaitu Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang disebut RZWP-3-K.

Terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja saat akan mengikuti sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016). Dalam kasus ini, Ariesman Widjaja didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar secara bertahap terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja saat akan mengikuti sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016). Dalam kasus ini, Ariesman Widjaja didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar secara bertahap terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Saat diwawancara oleh wartawan setelah vonis Ariesman dijatuhkan, PLH Kabiro Humas KPK saat itu, Yuyuk Andriati mengatakan pada pers bahwa KPK masih bisa mengembangkan kasus tersebut terkait Chairperson APL Sugianto Kusuma alias Aguan.

"Masalah Aguan masih bisa dilakukan pengembangan selanjutnya nanti," ujar Yuyuk.     

Perkembangan terakhir pada Jumat 27 Oktober yll, KPK memeriksa Sekda Pemprov DKI Saefullah terkait pencabutan reklamasi teluk Jakarta. Ia antara lain diminta menjelaskan KLHS yang disusun pemda DKI.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah usai dimintai keterangan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (27/10/2017).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah usai dimintai keterangan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (27/10/2017).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
Menurut Saefullah, pemeriksaan KPK ini berfokus pada reklamasi di Pulau G. Pertanyaan yang diajukan penyidik tidak menyinggung tentang tersangka. "Kalau tersangka itu tanya ke dalam (penyidik), ini fokus korporasi," ujarnya.

Untuk anda ketahui developer reklamasi Pulau G adalah PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

Dapat disimpulkan, KPK terus mengembangkan kasus suap Ariesman tersebut dan mulai membidik korporasi Pulau G.

Anies bisa mengambil momentum ini, dengan cara memberikan karpet merah pada KPK untuk "meneropong" proses kebijakan reklamasi yang telah diambil oleh pejabat terdahulu.

"Restu" Menteri Susi

Untuk Kompianer's ketahui, di jajaran Pejabat Tinggi Pemerintahan hanya Menteri Susi yang konsisten sejak 2015 yll sampai sekarang menolak keras reklamasi Jakarta. Penolakan ini berdasarkan pertimbangan aspek hukum dan nasib nelayan nantinya.

Yang disoal Menteri Susi atas proyek reklamasi ini adalah Perpres No 122 Tahun 2012, kewenangan Reklamasi Teluk Jakarta ada di tangan Menteri KKP. Untuk argumentasi ini penulis setuju 1.000% dengan Menteri Susi, dan akan dibeberkan lebih lanjut di sub topik berikut.   

Penolakan Menteri Susi secara resmi diutarakan kembali pada Rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Januari 2017 yll.

Dalam kesimpulan rapat kerja dengan DPR RI Komisi IV, Menteri Susi dengan tegas setuju pembangunan reklamasi dihentikan. Hal itu dikatakan Susi saat membuat simpulan rapat kerja dengan DPR RI Komisi IV.

Menteri KKP Susi Pudjiastuti (dok; Tribun News)
Menteri KKP Susi Pudjiastuti (dok; Tribun News)
"Komisi IV memberi apresiasi yang tetap mempertahankan perikanan tangkap tetap masuk daftar negatif investasi asing di sektor perikanan tangkap, serta tidak memberikan izin reklamasi teluk Jakarta. Bu Menteri setuju?" tanya Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo kepada Susi, Kamis (26/1/2017).

"Setuju," jawab Susi tegas yang disambut tepuk tangan para anggota DPR dan pegawai KKP yang hadir.

Perkembangan terakhir minggu yll, konsistensi Menteri Susi terlihat saat Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut moratorium izin reklamasi Pulau C, D, dan G di Teluk Jakarta.

Saat itu Menko Luhut menjamin nasib nelayan yang terdampak reklamasi Teluk Jakarta.

Lantas, bagaimana Menteri Susi menanggapi hal ini?

"Saya belum tahu detailnya seperti apa, kamu tidak bisa konfirmasi ke saya. Kita instansi negara mesti lihat aturannya seperti apa, sudah benar atau tidak, kita (Indonesia) negara hukum bukan negara 'katanya'," kata Susi, di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).

Dia mengaku tak bisa asal bicara karena ada ketentuan hukum yang berlaku. Susi mengatakan, stakeholder atau pemangku kepentingan terkait perlu berbicara terlebih dahulu mengenai keinginan-keinginan nelayan. Perlu proses panjang dalam memutuskan sebuah kebijakan.

"Nelayannya kan kita mesti tanya seperti apa, mau tidak? Enggak semudah itu. Enggak bisa kita bicara, 'oh oke selesai cabut (moratorium sanksi reklamasi pulau), terus (reklamasi) jalan terus dan nelayan nanti dapat (jaminan kehidupan lebih baik)'. Enggak begitu kan? Prosesnya ada, aturan-aturannya disesuaikan," kata pengusaha asal Pangandaran ini.

Dapat disimpulkan, Menteri Susi sampai sekarang tetap konsisten membela nasib nelayan serta peraturan perundangan yang berlaku.

Anies seharusnya berdiskusi dengan Menteri Susi secepatnya untuk menuntaskan pembatalan reklamasi secepatnya.

UU No 27/2007, Kartu Truf Pembatalan Reklamasi

UU No 27 Tahun 2007|Dokumentasi pribadi
UU No 27 Tahun 2007|Dokumentasi pribadi

Debat legalitas reklamasi pantai Jakarta adalah isu yang paling sering mencuat selain dengan isu lingkungan. 

Menurut penulis, Anies terlebih dahulu masuk ke azaz legalitas dibandingkan dengan isu lingkungan. Sebab legalitas adalah pintu masuk pengusaha reklamasi untuk menjalankan usahanya.

Untuk anda ketahui, hanya ada satu undang-undang yang spesifik mengatur perencanaan dan perizinan Reklamasi, yaitu UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) yang kemudian diubah menjadi UU No 1 Tahun 2014.

Berdasarkan penelusuran penulis atas semua izin prinsip dan izin pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI, maka semuanya gagal memenuhi persyaratan UU PWP-3-K, sebab:

Pertama:

Secara kelahiran, semua izin Gubernur DKI dikeluarkan setelah UU PWP-3-K lahir dan ditandatangani oleh SBY pada 17 Juli 2007. 

Sedangkan izin prinsip terlama yang dimiliki Pulau C, D dan E, ditanda-tangani oleh Gubernur Sutiyoso dua hari sesudah UU PWP-3-K terbit yaitu 19 Juli 2007 (Surat Gubernur Nomor 1571/-1.711, sumber: Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta, Rujak Center for Urban, Oktober 2017).

Pengesahan UU No 27 Tahun 2007 Oleh SBY|Dokumentasi pribadi
Pengesahan UU No 27 Tahun 2007 Oleh SBY|Dokumentasi pribadi
Tahun Dimana Izin Prinsip dan Izin Pelaksanaan Reklamasi Jakarta Yang Dikeluarkan oleh Gubernur (dok: olahan dari berbagai sumber)
Tahun Dimana Izin Prinsip dan Izin Pelaksanaan Reklamasi Jakarta Yang Dikeluarkan oleh Gubernur (dok: olahan dari berbagai sumber)
Kedua:

Secara substansi semua izin-izin dari Gubernur di tabel atas bertentangan dengan:

Pasal 7 Ayat 1.b:

Di ayat ini, sebelum ada pelaksanaan reklamasi, Pemda DKI wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K dalam sebuah Perda.

RZWP-3-K memuat Norma, standar, dan pedoman penyusunan perencanaan reklamasi didalamnya.

UU No 27 Tahun 2017 Pasal 7 |Dokumentasi pribadi
UU No 27 Tahun 2017 Pasal 7 |Dokumentasi pribadi
Untuk anda ketahui, sampai sekarang DKI belum mempunyai Perda RZWP-3-K. 

Pembahasan Perda ini terhenti sejak Mohammad Sanusi dicokok oleh KPK karena terbukti di suap oleh Presdir PT. Agung Podomoro Land.

Walaupun tidak ada Perda Zonasi, Gubernur DKI tetap memberikan izin prinsip dan pelaksanaa reklamasi ke pengembang.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016). Ia ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016). Ia ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Pasal 34 Ayat 3:

(3) Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

UU No 27 Tahun 2007 Pasal 34|Dokumentasi pribadi
UU No 27 Tahun 2007 Pasal 34|Dokumentasi pribadi

Perpres No 122 Tahun 2012:

Sebagaimana amanat UU PWP-3-K Pasal 34 Ayat 3 diatas, pada tanggal 5 Desember 2012 keluar Perpres No 122 Tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Perpres inilah yang menjadi dasar Menteri Susi untuk menyatakan bahwa reklamasi tidak sah, seperti yang penulis ungkapkan diatas.

Inti Perpres ini mengatur:

Pasal 4 Ayat 1; 

Penentuan Lokasi, lagi-lagi ditegaskan persyaratan adanya Perda RZWP-3-K yang mana DKI belum mempunyai.

Pasal 4 Perpres 122 Tahun 2012|Dokumentasi pribadi
Pasal 4 Perpres 122 Tahun 2012|Dokumentasi pribadi
Pasal 16 Ayat 2;

Dikarenakan Jakarta masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN), Menteri KKP  adalah orang yang berhak memberikan izin lokasi.

Perpres No 122 Tahun 2012 Pasal 16|Dokumentasi pribadi
Perpres No 122 Tahun 2012 Pasal 16|Dokumentasi pribadi
Singkat kata, dalam mengeluarkan izin prinsip dan pelaksanaan reklamasi yang lalu, Gubernur DKI tidak menunggu Perda Zonasi dan Persetujuan Menteri KKP. Inilah dua kesalahan fatal Gubernur DKI dalam hal legalitas proyek reklamasi.

Padahal dari hierarki perundangan, jelas UU atau Perpres diatas Keputusan Gubernur. 

Silahkan anda lihat UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 Ayat 1 dibawah ini.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Selain itu, sebuah keputusan yang cacat bisa dibatalkan sesuai amanat UU No 30 Tahun 2014 Tentamg Administrasi Negara, lihat pasal 66 dibawah ini..

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Jadi tunggu apalagi Pak Anies........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun