Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi "Takluk" di Tangan Cak Imin, Lima Hari Sekolah Hanya Opsional

7 September 2017   12:45 Diperbarui: 7 September 2017   21:38 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj (kiri), Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas (ketiga dari kiri), dan pimpinan sejumlah ormas Islam lainnya memberikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (6/9). Dalam kesempatan itu, Presiden mengumumkan Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter telah ditandatangani. (dok Kompas)

Kemarin hari Rabu (6/9) Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden No 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Poin penting dari Perpers ini adalah membebaskan sekolah atau madrasah menerapkan penguatan karakter selama lima atau enam hari sepekan alias OPSIONAl.Perpres dirumuskan berdasarkan masukan dari pimpinan ormas Islam, baik NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Al Washliyah, Persis, MUI, maupun ICMI.

Istimewanya, Perpres ini ditandatangani langsung oleh Presiden di depan sejumlah Ulama seperti Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi. Nampak Presiden ingin memastikan kebijakannya ini langsung di ketahui oleh para Ulama yang hadir. Setelah gelombang penentangan disuarakan oleh para Ulama atas wacana Full Day School beberapa bulan yang lalu.

Ini terlihat dari pernyataan Presiden Jokowi "Jangan mempertentangkan hal-hal yang sudah-sudah. Senanglah menatap ke depan, begitu saja," kata Presiden.

Sederet peraturan jika sebuah sekolah akan menetapkan lima hari sekolah, sekolah harus menyepakati bersama dengan pihak sekolah dan komite sekolah. Selain itu juga harus mempertimbangkan kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana, kearifan lokal, serta pendapat tokoh masyarakat/tokoh agama.

Cak Imin "Beraksi"

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada Mujahadah untuk Bangsa di kantor DPP PKB, Rabu (18/1/2017). Dok: TribunNews
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada Mujahadah untuk Bangsa di kantor DPP PKB, Rabu (18/1/2017). Dok: TribunNews

Menurut catatan penulis, "takluknya" Jokowi menetapkan lima hari sekolah adalah opsional, salah satunya adalah berkat ancaman yang ditebarkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Wasekjen PKB Maman Imanulhaq awal bulan Agustus yll.

Tidak tanggung-tanggung ancaman PKB, Wasekjen PKB, Maman Imanulhaq menegaskan jika permintaan itu tak digubris, PKB akan mencabut dukungan terhadap Jokowi di Pilpres 2019. "Jangan sampai teriakan kita dianggap teriakan biasa, ini teriakan serius, penolakan ini akan kita rumuskan dan disampaikan ke DPR RI. Kalau tidak ditanggapi Presiden, maka dapat kita katakan Jokowi sudah tidak berpihak kepada masyarakat diniyah, Jokowi menipu umat Islam, Jokowi tidak perlu kita pertahankan di 2019,"imbuh Maman Imanulhaq.

PKB melihat penyeragaman sistem sekolah lima hari justru membuat karakter bangsa yang sesuai Bhinneka Tunggal Ika menjadi luntur. Menurut Maman, kebijakan sekolah 8 jam selama 5 hari ini menyangkut kepentingan umat. Kebijakan yang dikeluarkan melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 ini dianggap mempengaruhi eksistensi Madrasah dan Pondok Pesantren (Pondok Pesantren).

Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar menegaskan sikap DPP PKB menolak kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai kebijakan sekolah lima hari atau yang mereka sebut full day school. "Full Day School ini dipaksakan, dapat mengganggu apa yang sudah dibangun oleh ulama. Ia menggeneralisir semua warga negara dan berpotensi merusak tradisi yang telah puluhan tahun dibangun. Bahkan kebijakan Mendikbud ini tidak lebih baik dari apa yang dilakukan Belanda. Belanda lewat Snouck Hurgronje berkompromi dengan para ulama untuk menentukan kebijakan di nusantara pada saat penjajahan," ujarnya.

Bukan main narasi Cak Imin, mengancam tidak mendukung Jokowi sebagai Capres 2019 plus dengan membandingkan Permerintahan Jokowi dengan Penjajahan kolonial Hindia Belanda.

Suara Jokowi Saat Pilpres 2014 Di Jatim

Jika menilik basis suara di PKB yang sangat kuat di Jawa Timur, pasangan Jokowi-JK meraup 11.669.313 suara (53,17 persen) di Pemilihan Presiden 9 Juli 2014. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 10.277.088 suara (46,83 persen). Selisih kedua pasangan itu sekitar 1,4 juta suara.

Suara Jatim ini menyumbang 16,48 percen dari raihan Jokowi-JK secara nasional yaitu 70.997.833 sementara pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara.

Ini merupakan suara yang signifikan, apalagi PKB juga punya pengaruh yang tidak sedikit di Jawa Tengah. Padahal kita ketahui Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi kunci kemenangan Capres Jokowi JK pada Pilpres yll.

Di Jawa Tengah Capres urut 2 ini mendapat 12.959.540 suara, sedangkan pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya mendapatkan 6.485.720 suara. Artinya JKW-JK surplus sekitar 6,5 juta suara di Jawa Tengah.

Artinya gabungan Jatim dan Jateng, Capres JKW-JK mendapat surplus sekitar 7,9 juta suara, ini sangat signifikan untuk mengimbangi kekalahan mereka di Jawa Barat. Dimana pasangan Prabowo-Hatta justru surplus 4,6 juta suara (14.167.381 suara VS 9.530.315 suara).

Sehingga, dengan kemenangan besar di Jatim + Jateng sebesar 7,9 juta maka JKW-JK dapat mengatasi defisit besar di Jawa Barat. Sehingga gabungan Jabar-Jateng-Jatim pasangan JKW-JK tetap surplus 3,3 juta suara.  

Kesimpulannya, kunci kemenangan pasangan JKW-JK pada Pilpres kemarin adalah kemenangan besar yang diraup di Jateng dan Jatim dengan selisih 7,9 juta suara. Sedikit besarnya ada pengaruh PKB disana.

Penutup

Jadi tidak mustahil Jokowi gentar terhadap ancaman Cak Imin dan PKB nya, yang tidak akan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. Ini sama saja berpotensi menggorogoti suaranya nanti.

Strategisnya dukungan PKB tercermin dengan kekuatan PKB di kabinet, lihat saja 3 menteri dari PKB, dua kali reshiffle kabinet porsi PKB tetap sama alias tidak berkurang. Padahal kita ketahui prestasi menteri dari PKB tidak cemerlang-cemerlang banget.

Selain itu siapa tidak kenal sepak terjang Cak Imin masa lalu, Gus Dur yang notabene cucu pendiri NU, pamannya Cak Imin plus mantan Presiden RI ke 3  tidak kuasa berseteru dengan Cak Imin saat terjadi dualisme kepengurusan PKB tahun 2008-2009 yll.

Jadi sebagai pemimpin muda di PKB, Cak Imin punya nyali yang kuat berhadapan dengan siapapun.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun