Mohon tunggu...
Ferra Shirly
Ferra Shirly Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk berbagi dan belajar termasuk dari tulisan sendiri

Manusia penuh dosa yg hanya bisa bergantung pada ridho dan ampunanNya..

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Kisah Anak Tetangga yang Menginspirasi: Membesarkan Anak Tanpa Dimanja Harta

11 Januari 2016   12:34 Diperbarui: 10 Januari 2025   21:10 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada seorang tetangga, katakanlah bukan orang biasa. Awalnya, keduanya berasal dari keluarga sederhana. Seiring berjalannya waktu, sang suami menjadi anggota DPRD. Meskipun demikian, sang istri, yang memang memiliki mental seorang wirausaha, tetap berjualan baju, membuka toko, dan usaha fotokopi. Mereka kaya, tetapi tetap sangat ramah dan tidak membeda-bedakan orang. Hal itu pula yang berhasil diajarkan kepada anak semata wayangnya. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk teman-teman semua, terutama yang sudah atau akan menjadi ibu.

Kenyataannya, banyak anak tunggal yang dimanjakan. Apalagi jika ia adalah anak dari keluarga kaya—apa pun yang diminta, biasanya akan dipenuhi. Namun, kisah ini berbeda. Sejak kecil, anak itu diajarkan arti mencari uang. Saya masih ingat, sewaktu anak itu duduk di bangku SD, setiap bulan Ramadan, ia diajak berjualan es buah di sekitar alun-alun. Ia menawarkan es buah yang sudah dibungkus plastik kepada pengendara mobil dan motor yang lewat. Tanpa rasa malu, tanpa wajah jutek, atau terlihat terpaksa.

Ketika saya merasa malas, ibu sering menjadikannya contoh. Padahal, usia saya lebih tua daripada anak itu. Ibu berkata, “Kamu lihat dia anak siapa, tapi dia rajin, dimintai tolong ini-itu, diajak jualan juga mau dan tidak malu. Kamu yang anaknya orang biasa-biasa saja, mbok ya ngerti prihatin.”

Yang paling membuat saya terkesan adalah sopan santunnya. Sebelum pindah rumah, ibu saya adalah tetangga depan rumah suami-istri itu. Jadi, meskipun sudah pindah rumah dan beda RT, ibu saya sering diminta tolong membantu masak-masak saat ada acara. Saat menjelang Lebaran pun, anak itu selalu berkunjung ke rumah membawa hantaran untuk keluarga kami. Saya masih ingat betul momen ketika ia berdiri di depan pintu, mengucapkan salam, lalu mencium tangan bapak dan ibu setelah pintu dibuka. Dengan sopan, ia berkata, “Budhe, ini dari Ibu. Pulang dulu ya, Budhe, Pakdhe. Assalamu’alaikum…”

Dalam hati, saya hanya bisa berkata, Masya Allah, anak ini luar biasa.

Padahal, di rumah mereka ada banyak pembantu. Namun, ia tetap mau disuruh ibunya untuk mengantarkan hantaran sendiri. Bahkan, sering kali di siang bolong, ia datang ke rumah Ibu untuk membeli es batu. Pernah suatu kali ibu saya bertanya, “Lho, kok yang ambil es bukan mbaknya (pembantu)?” Ia hanya menjawab, “Disuruh Ibu, Budhe. Tidak apa-apa, Budhe…” Begitu ia pulang, ibu saya langsung berkata kepada saya, “Tuh lihat, anak jenderal saja mau disuruh-suruh siang-siang panas-panas.” Saya hanya bisa tersenyum.

Singkat cerita, setelah ia besar, sekitar SMP kalau tidak salah, ia memiliki adik. Adiknya pun dididik dengan cara yang sama. Kebetulan, adiknya ikut taekwondo. Pada tahun 2015, adiknya sempat mengikuti turnamen di Cibubur. Saya dan suami menyempatkan diri untuk menonton. Lagi-lagi saya takjub. Baru kelas 2 SD, ia sudah ikut turnamen di luar provinsi tanpa didampingi orang tua. Walaupun itu sudah menjadi peraturan pelatihnya, masih banyak orang tua yang tetap datang menemani. Tetapi, adik ini justru berkata kepada ibunya, “Ibu tidak usah lihat adek ya, adek sendirian berani.”

Dalam hati ibunya, seperti yang ia ceritakan kepada saya lewat BBM, ada rasa sedih sekaligus bangga. Apalagi, adik itu berhasil membawa pulang medali emas.

Sekarang, si kakak masih melanjutkan studi di Telkom Bandung, sedangkan adiknya masih duduk di bangku SD dan rutin berlatih taekwondo. Sayangnya, mereka kini yatim. Sekitar tiga tahun yang lalu, sang ayah meninggal dunia. Kini, mereka tinggal bersama ibu mereka.

Kesederhanaan yang mereka jalani ternyata memiliki hikmah yang luar biasa. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, belajar berjuang bukan hanya saat kita berada di bawah, tetapi setiap hari. Bukankah roda kehidupan selalu berputar? Kita tidak tahu seperti apa Allah akan menguji kita di masa depan.

Teman-teman, inilah yang ingin saya bagikan kepada kalian. Sekaya apa pun kita, jangan manjakan anak-anak kita dengan uang. Ajarkan mereka untuk mandiri dan menjadi pribadi yang rajin. Coba lihat zaman sekarang, pengangguran semakin banyak. Sarjana bukanlah jaminan sukses. Orang tua yang kaya atau berstatus pegawai belum tentu mampu mewariskan keberhasilan kepada anak-anaknya.

Satu pelajaran berharga dari ibu saya yang masih saya ingat hingga kini adalah soal tanggung jawab. Ketika saya diminta belanja ke warung, ibu selalu berpesan agar kembalian, meskipun hanya 50 perak, tidak digunakan untuk jajan. Pesan itu ternyata sangat bermanfaat, terutama saat saya bekerja di bagian keuangan. Tanggung jawab, meskipun hanya pada hal kecil, itu penting.

Namun, apakah ibu saya pelit? Tentu saja tidak. Beliau hanya ingin mengajarkan tanggung jawab. Uang jajan harian sudah disiapkan. Jika habis, itu berarti tidak boleh jajan lagi. Tetapi, saat belanja bulanan, barulah ibu saya memberi kebebasan kepada saya untuk memilih sesuatu yang saya inginkan. Intinya, ada waktunya untuk memanjakan anak, tetapi tidak setiap saat.

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan semoga kita semua berhasil membimbing anak-anak kita menjadi pribadi yang sejahtera, sukses, dan selamat dunia-akhirat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun