Mohon tunggu...
Feri Nata
Feri Nata Mohon Tunggu... Guru -

Guru di Sekolah Kristen Calvin, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Kristen Calvin: Sekolah yang Membentuk Hati

13 September 2016   13:54 Diperbarui: 13 September 2016   21:17 2692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti buah yang baik tak mungkin dihasilkan dari pohon yang tidak baik, maka sikap yang perilaku yang baik tak akan bertahan jika tidak meluap keluar dari hati yang baik. Dengan paradigma ini, Sekolah Kristen Calvin tidak hanya menekankan perubahan sikap dan perilaku yang tampak di luar, melainkan menekankan pada perubahan dari dalam hati. Ketika ada sikap dan perilaku tidak baik yang ditunjukkan oleh murid-murid, tentunya hal ini menjadi hal yang perlu dikoreksi dari diri anak-anak. Namun, alih-alih hanya mengoreksi sikap dan tindakan di luar, Sekolah Kristen Calvin mencoba untuk memunculkan ke permukaan masalah yang sebenarnya ada di dalam hati murid-murid. Setelah itu, murid-murid diajak untuk bergumul melalui konseling dan pembacaan Firman Tuhan supaya mereka menyadari keberdosaan dari sikap hati mereka yang salah dan mau bertobat di hadapan Tuhan.

Nah di sini (Lukas 6:43-45), Tuhan Yesus menjelaskan mengenai perkataan itu keluar dari hati. Maka kita jangan heran melihat kalau ada orang yang perkataannya pahit. Perkataan yang pahit, keluar dari hati yang pahit. Jikalau seseorang penuh dengan kecemasan, maka perkataan yang diungkapkannya pasti penuh dengan kecemasan. Maka tindakan berasal dari hati. Maka dengan demikian, orang Kristen berorientasi untuk mengubah hati. Lalu setelah itu, setelah hati diubah, menghasilkan perilaku yang berubah. Nah, sekarang kita akan membahas, hati itu apa? Di dalam Kitab Suci, hati adalah sesuatu sentral daripada (dari) seluruh kemanusiaan kita. Jadi, pikiran, emosi, dan kehendak, itu sentralnya adalah hati. Nah, jadi dengan demikian, maka Yesus mengatakan bahwa hati itu begitu penting. Kalau hati itu sudah gelap, maka gelaplah seluruh kemanusiaan kita. Demikian dinyatakan dalam Kitab Suci.” (Pak Ivan, Koordinator Sekolah Kristen Calvin)

Proses ini tertunya tidak mudah dan perlu waktu yang mungkin jauh lebih lama dibandingkan upaya-upaya modifikasi perilaku dengan pemberian sanksi. Namun, perubahan yang terjadi dari dalam akan bertahan, sementara perubahan dari luar efeknya hanya akan sementara saja. Tanpa pertobatan hati, perubahan sikap dan perilaku yang tampak di luar akan menjadi kemunafikan karena sejatinya isi hatinya berbeda. Murid-murid akan jatuh ke dalam legalisme dalam bersikap. Semata-mata hanya mematuhi aturan, ini boleh, itu tidak boleh. Bukan muncul dari suatu kesadaran, tetapi hanya muncul sebagai upaya menjauhi sanksi. Dalam teori klasik mengenai modifikasi perilaku, orang tersebut hanya sedang berupaya ”mendekati nikmat, menjauhi sakit”.

Perubahan dari luar itu sifatnya memang instan, tetapi juga efeknya sementara. Nah, kalau yang di luar diubah, tapi hatinya tidak diubah, yang muncul adalah kemunafikan. Dan kemunafikan adalah sesuatu yang seringkali kita lihat dalam Kitab Suci sangat dibenci dan ditegur oleh Tuhan berkali-kali. Saya ambil contoh, misalnya kita melihat ada seorang anak yang sedang bergumul, dia mengalami kepahitan. Mungkin dia dilecehkan oleh temannya. Mungkin anak ini adalah seorang yang tidak memiliki fisik yang baik sehingga dia seringkali dihina, dilecehkan karena penampilan fisiknya yang tidak menarik. Tetapi, anak yang fisiknya lemah ini memiliki kelebihan di dalam pikiran. Dia misalnya akademisnya sangat baik. Maka kemudian anak ini membuat sebuah kompensasi. Dia belajar sekuat tenaga. Ini apa yang menjadi isi hatinya, kepahitannya, dendamnya, kerinduannya ingin diakui. Kita melihat ada dosa-dosa yang muncul dalam hati, tetapi ini dikeluarkan dalam satu tindakan yang begitu halus, yaitu bekerja keras. Dia menjadi seorang pekerja keras, menjadi seorang pelajar yang baik. Ketika guru di sekolah, orang tua di rumah, guru sekolah minggu melihat, mereka senang dan puas melihat anak ini. Begitu rajin, berprestasi, nilainya baik sekali. Tetapi, ketika kita melihat sebetulnya di belakang prestasinya yang besar itu, terkandung suatu bahaya yang sangat mengerikan, yaitu bahwa semua yang dilakukannya itu adalah karena suatu dendam, satu keinginan ingin diakui, sesuatu kerinduan ingin membalas teman-temannya. ‘Ini loh, lihatlah saya.’ Dengan sesuatu cara, di mana dia tidak menemukan pendamaian dengan Tuhan dalam hatinya. Maka, kita harus berhenti melihat bentuk-bentuk di luar dan kita juga mulai melihat apa yang dikatakan Tuhan Yesus. Konsistensi dari mengubah apa yang di dalam, baru keluar. Nah, seringkali tidak demikian, kita lupa rumus begini: apa yang menjadi isi hati akan keluar di dalam tindakan. Hati yang berdosa akan mengeluarkan tindakan berdosa. Hati yang dipenuhi dengan Roh Kudus, yang disucikan, akan menghasilkan tindakan buah roh. Nah, kalau dari tindakan berdosa, langsung kemudian kita suruh dia melakukan tindakan yang baik, ini adalah legalisme. Di sini tidak melewati unsur yang namanya pertobatan. Ini adalah persis seperti apa yang terjadi di dalam diri seperti orang-orang yang memegang Taurat, seperti orang Farisi, yaitu memberikan daftar apa boleh dan apa yang tidak boleh. ‘Sekarang kamu begini, tidak boleh. Sekarang saya harus jadikan kamu seperti ini, kamu harus lakukan yang boleh.’ Baik, tidak baik. Kita hanya bermain di sini saja. Maka anak akan berubah, tetapi hatinya tidak berubah. Nah, ini adalah sebuah kemunafikan. Maka, apa yang harus dilakukan? Yang harus dilakukan lebih sulit, yaitu bahwa orang itu harus dikonfrontasi dosanya. Dibimbing untuk mengenali dosa-dosanya. Lalu, kemudian setelah itu dia bertobat. Maka, dari tindakan berdosa, kita tarik ke atas, lihat hati yang berdosa, lalu pertobatan. Pertobatan berarti bergeser menjadi hari yang disucikan. Setelah hati ini disucikan, maka secara otomatis, kita bimbing dia untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang dipenuhi dengan buah roh. Jikalau tidak demikian, maka kita akan melihat tindakan-tindakan dari seorang anak yang kelihatan begitu baik, penuh dengan karakter yang indah, tapi di belakangnya tersimpan hal-hal yang sangat mengerikan.” (Pak Ivan, Koordinator Sekolah Kristen Calvin)

dsc01281-57d7ad53159773fc42d827de.jpg
dsc01281-57d7ad53159773fc42d827de.jpg
Lalu bagaimanakah kita menjelaskan sikap dan perilaku yang berubah menjadi baik sementara hatinya belum berubah? Ada satu cerita yang menarik yang dikisahkan oleh Paul Tripp. Dia berkisah mengenai pohon apel di rumahnya yang tidak berbuah dengan baik. Lalu dia “memakukan buah apel yang baik” ke pohon apel tersebut. Buah apel yang baik itu tidak dihasilkan dari pohon tersebut, tetapi hanya ditempelkan kepada pohon tersebut. Demikianlah upaya kita memodifikasi perilaku orang tanpa mengajaknya untuk mengalami pertobatan dari dalam hatinya.

Komitmen Sekolah Kristen Calvin untuk Mengubah Perilaku dengan Membentuk Hati

Sekolah Kristen Calvin berkomitmen untuk mencari guru-guru yang cinta Tuhan dan mempunyai kerohanian yang baik. Dalam hal ini, Sekolah Kristen Calvin menyadari satu hal yang sangat penting, yaitu bahwa pendidikan karakter untuk mengubah hati murid-murid tidak akan pernah dapat dikerjakan tanpa Kristus. Hanya guru-guru yang hatinya telah diubahkan oleh Kristus, dapat dipakai oleh Kristus untuk menyentuh dan membentuk hati murid-murid. 

Namun, dengan kesadaran paling tinggi, Sekolah Kristen Calvin tahu bahwa satu-satunya yang dapat mengubah hati orang yang berdosa kembali kepada Allah hanya Allah sendiri. Oleh karena itu, guru-guru dengan rendah hati memberi diri sekiranya Tuhan berkenan memakai pelayanan guru-guru dalam dalam membawa murid-murid untuk dapat diubah dan dibentuk hatinya oleh Tuhan.

Alkitab mengatakan bahwa kita dipanggil Tuhan untuk saling menasehati satu dengan yang lain. Jadi, saya percaya bahwa setiap orang yang percaya bisa menjadi pembimbing bagi sesamanya. Seorang ayah, seorang ibu bisa menjadi pembimbing bagi anaknya. Seorang guru harus menjadi pembimbing bagi murid-muridnya. Tetapi, ada hal-hal yang Tuhan katanya sebagai sesuatu yang harus kita kejar sehingga kita bisa menjadi pembimbing yang baik. Alkitab mengatakan, hendaklah perkataan Kristus diam dengan limpahnya di dalam dirimu, dan dengan demikian engkau mengajar dan menasehati satu dengan yang lain (Kolose 3:16). Jadi, untuk menjadi seorang konselor yang baik, menjadi seorang pembimbing yang baik, kita harus membiarkan perkataan Kristus itu limpah di dalam diri kita. Sehingga dengan demikian (oleh karena itu), kita harus memperlengkapi diri, kita harus mau belajar. Sehingga dengan demikian (oleh karena itu), kita bisa melihat, kita bisa memperhatikan hati dari anak-anak didik kita. Kita juga bisa membimbing mereka untuk berjumpa dengan Kristus.” (Pak Ivan, Koordinator Sekolah Kristen Calvin)

Guru-guru Sekolah Kristen Calvin terus-menerus diperlengkapi untuk dapat lebih siap untuk membimbing anak-anak. Guru-guru sendiri terus didorong untuk mengikuti seminar dan kuliah yang baik. Dalam hal ini, bukan hanya murid-murid saja yang bertumbuh dalam proses pendidikan di Sekolah Kristen Calvin. Guru-guru pun diharapkan tidak stagnan dan terus bertumbuh dalam kematangan rohani.

Sekolah adalah institusi. Yang paling penting adalah manusia yang menjadi operator dalam sekolah tersebut. Guru-guru yang ada di situ, selama berjam-jam berjumpa dengan anak. Maka, manusianya, apakah ada manusia yang perkataan Kristus hidup dengan limpahnya dan menjadi saluran berkat buat mereka. Maka, orang yang Tuhan akan pakai untuk membentuk hati adalah orang yang juga hatinya sudah dibentuk oleh Tuhan. Itu sebabnya, maka, tadi saya katakan, dalam tiga pendekatan itu, salah satunya adalahmodeling. Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang tidak bisa dilakukan tanpa pribadi Kristus. Karena yang bisa mengubah hati, itu tentu saja adalah Tuhan. Dan hanya Roh Kudus yang mengubah hati. Maka, pekerjaan kita hanya mendekatkan anak kepada Tuhan. Lalu memberikan satu model keteladanan. Lalu mengingatkan senantiasa, memasukkan anak dalam satu situasi yang baik. Lalu, selebihnya, ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh seorang pendidik. Seorang pendidik adalah seorang pendidik yang betul-betul menyadari bahwa tanpa Kristus, tanpa pribadi Kristus, bukan sekedar teori, bukan sekedar metode, tetapi betul-betul relasi antara pendidik itu dengan Kristus. Itu yang menjadi kekuatan dan menjadi modal pendidik untuk membawa anak kepada Tuhan.” (Pak Ivan, Koordinator Sekolah Kristen Calvin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun