Mohon tunggu...
Feri NauvalAmzaar
Feri NauvalAmzaar Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Keep your thoughts to others, yall

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bumi Asing

23 Februari 2020   19:24 Diperbarui: 23 Februari 2020   19:39 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kringggg..... (suara bel bebunyi pertanda upacara akan segera dimulai)  

Para siswa baru pun segera menuju ke lapangan dan langsung berbaris dengan tertib.  Hari itu sangat cerah dan bernuansa seragam putih abu , awan-awan seakan tersenyum manis kepadaku.

Upacara pun dimulai, aku berbaris di bagian depan. Tubuhku gemetar, mencoba beradaptasi dengan SMA Taruna Bangsa. Ya, ini adalah sekolah yang aku impikan sejak kecil.

Aku akan berbagi sedikit cerita tentang usahaku untuk bersekolah disini .Awalnya aku tidak menyangka jika aku bisa besekolah di sini, sekolah terfavorit di kalangan taruna-taruna Indonesia. Aku hampir dikirim ayahku keluar negeri, karena masa SMP ku yang begitu berantakan, ibu dan ayah merasa sangat kecewa kepadaku. Aku begini juga karena mereka yang selalu berantem setiap hari, dan selalu pilih kasih kepadaku dan adik perempuanku yang benama Gimmi.

Sejak kecil Gimmi yang selalu dimanja dan dipenuhi kebutuhannya, sedangkan aku hanyalah seorang anak yang kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Bahkan masuk ke sekolah ini pun dengan usahaku sendiri, ya aku mendapatkan beasiswa, meskipun sekolahku berantakan dan sering berantem, tapi aku termasuk siswa yang berprestaasi di bidang akademik maupun non-akademik.

''Hai, namaku Alfa'', ucap seseorang menghampiriku dan menjabat tanganku
''Oh hallo, namaku Gamma'', balasku sambil menerima jabatan darinya
''Kamu jurusan apa?'',tanya Alfa kepadaku.
''Jurusan IPA, sebenarnya aku ingin masuk jurusan IPS, tapi karena dipaksa orang tuaku untuk masuk jurusan IPA, jadi ya sudah apa boleh buat hehe'',jawabku sambil sedikit mencurahkan isi hatiku.
''Aku berharap kita satu kelas ya, salam kenal'', ucapnya sambil melambaikan tangan kepadaku dan langsung kembali ke barisannya.
Akhirnya upacara pun dimulai, suasana menjadi sedikit sunyi ,hanya tedengar suara para petugas upacara yang sedang menjalankan tanggungjawabnya.

Seketika tubuhku mendadak melemas dan pandanganku mulai buram,dan.... pluk, tubuhku terjatuh ke tanah dan semuanya menjadi gelap.
''Argh...ini dimana?'', tanyaku kepada petugas UKS.
''Kamu sedang di UKS, tadi kamu pingsan dilapangan'', jawab petugas
''Gamma, ini diminum dulu obatnya, tadi aku sempat mampir ke apotek terdekat untuk membelinya'', ucap Alfa yang tiba-tiba datang ke ruangan UKS dan memberikan sebuah pil obat untukku.
''Terima kasih banyak Alfa'', ucapku sambil menerima obat yang diberikan oleh Alfa.
''Oh iya, tadi aku sudah melihat papan madding tentang pembagian kelas, kabar baiknya kita sekelas'', ucap Alfa dengan wajah gembira.
''Wah aku merasa sangat senang, salam kenal Alfa, aku senang bertemu denganmu'', ucapku tak kalah senangnya dengan Alfa.
Aku dan Alfa pun bergegas menuju ke kelas X MIPA 2, dan kita mendapatkan kursi paling depan dipojok dekat pintu. Suasana kelas pun masih terlihat canggung, kita saling bekenalan satu sama lain, mereka semua baik.
Kringggg...... (bel kedua berbunyi pertanda pelajaran akan dimulai).
Semua siswa pun mempersiapkan diri untuk memulai pelajaran pertama, yaitu kimia. 5 menit kemudian, Bu Meli tiba dikelas. Seketika suasana kelas berubah menjadi hening, karena katanya Bu Meli termasuk guru yang killer di sekolah ini.
''Baiklah, kita akan mulai pelajaran hari ini dengan perkenalan terlebih dahulu'', ucap bu Meli.
''Perkenalkan nama saya, Gammastar Jacksonant, panggil saja aku Gamma, putra dari Alexander Xiomio, dan Famella Chintyabella''
''Hai, namaku Alfa Bettagam, panggil saja aku Alfa''
''Hai namaku Agatha Ainsley Arabella, panggil saja aku Bella''
Begitulah kegiatan perkenalan sampai seluruh siswa mendapatkan giliannya untuk memperkenalkan diri.
Tiba-tiba bu Meli mendatangi meja Gamma....
''HEI KAMU! Siapa yang suruh kamu makan!'', ucap bu Meli dengan keras
Semua siswa pun tekejut mendengar suaranya. Suara yang keras, tegas, dan lantang.
''Oh, iya maaf bu, tadi pagi saya tidak sempat sarapan, makanya saya makan karena tidak kuat menahan lapar'', ucap Gamma
''Iya bu, tadi Gamma juga pingsan ditengah-tengah upacara'', sahut Alfa mencoba membelaku.
''Tidak ada alasan, sekarang kamu keluar dan tidak boleh ikut pelajaran saya, dan waktu istirahat nanti temui saya diruang guru'', tegas bu Meli.
''Baik bu'', ucap Gamma dengan nada pasrah.
Gamma pun segera keluar dari kelas dan pelajaran kimia dilanjutkan kembali.
''Huft andai saja di dunia ini tidak ada aturan, pasti akan sangat menyenangkan'', ucap Gamma di dalam hati.


Sambil menungu jam istirahat, Gamma duduk di koridor taman dekat lapangan sambil menonton kelas 11 mipa 4 sedang bertanding basket. Gamma melirik satu gadis yang tengah memegang bola basket itu dan berhasil mendapatkan satu poin.
''Wah cantik dan hebat teknik pemainan basketnya'', ucap Gamma sambil melirik gadis itu dengan tatapan kagum.
Tiba-tiba sebuah bola melambung ke arah Gamma, dan pandangan Gamma pun pelahan-lahan kabur dan semuanya menjadi hitam.
''Argh kepalaku pusing sekali'', jerit Gamma sambil memegang kepalanya.
''Kamu Gamma?'', ucap gadis yang menyebabkan Gamma pingsan.
''Hah? Kamu tahu namaku?,'' ucap Gamma.
''Aku Emelia, cewek yang selalu kamu bully ketika kita masih SMP, kamu ingat? Kamu pernah mendorongku hingga aku tersungkur di lapangan dan sampai bajuku kotor dan tangan serta kaki ku terluka'', ucap gadis itu.
''Emelia? Cewek cupu, hitam, kotor, jelek, berkacamata, dan kutu buku itu? Tapi mengapa kamu berubah drastis begini?'', tanya Gamma dengan nada sedikit terkejut.
''Ya, aku Emelia yang baru, bukan Emelia yang selalu diam saat harga dirinya diinjak-injak'', ucap Lia dengan tegas.
''Tapi mengapa kamu sudah kelas 11, sedangkan aku baru saja masuk SMA?'', tanya Gamma kepada Lia.
''Aku memang siswi yang cerdas dan aku diizinkan untuk lompat dua tingkat kelas sekaligus'', ucap Lia dengan sedikit menyombongkan diri.
''Kamu cantik dan cerdas, ternyata dulu kamu sangat menawan dan aku baru mengetahuinya sekarang'', ucap Gamma.
Lia hanya terdiam melihat perubahan sikap Gamma kepada dirinya.
''Aku minta maaf ya karena sikapku yang sangat keterlaluan saat SMP lalu'', ucap Gamma memohon dan mengulurkan tangannya kepada Lia.
''Iya sudah lupakan saja, btw aku juga minta maaf banget ya karena lemparan bola ku membuat kamu menjadi seperti ini'', ucap Lia dengan rasa bersalah.
Ya begitulah Lia, gadis cantik, cerdas, dan baik hati. Dia tidak pernah dendam kepada siapa pun, sekalipun orang itu sudah menyakitinya. Dia mempunyai hati yang lapang untuk memaafkan segala kesalahan orang lain.
''Iya tidak apa-apa, terima kasih karena kamu telah memaafkanku Lia,''ucap Gamma lembut.
''Terima kasih kembali, kamu baik-baik ya disini, aku akan melanjutkan pertandingan basketku dengan tim putra'', ucap Lia santun.
''Semagat Lia, kamu pasti menjadi juaranya'', ucap Gamma.
Lia pun tersenyum dan segera bergegas menuju lapangan karena pertandingan akan segera dimulai kembali.
''Emelia, gadis yang dulu sangat aku benci, kini menjadi cinta pertamaku di SMA, memang benar kata pepatah jika kamu sangat membenci seseoang, barangkali itu adalah takdirmu dan perasaan cinta yang terlampiaskan oleh rasa benci'', ucap Gamma dalam hati.


Kringgg...... (bel berbunyi pertanda Gamma harus segera ke ruang guru untuk menemui bu Meli).
Gamma pun bergegas menuju ruang guru. Tibanya Gamma disana, dia menjadi pusat perhatian para guru karena parasnya yang cukup tampan.
Gamma pun bertanya kepada salah satu guru.
''Assalamualaikum, bu. Saya Gamma dari kelas 10 MIPA 2 ingin menanyakan keberadaan bu Meli'', ucap Gamma dengan santun.
''Waalaikumsalam, mari saya antar ke meja bu Meli'', ucap guru piket itu.
Gamma pun mengikuti guru piket itu menuju tempat keberadaan bu Meli.
''Gamma silahkan duduk dan berikan surat ini kepada orang tua kamu'', ucap bu Meli sambil memberikan amplop putih yang berisikan secarik kertas.
''Saya mohon bu, maafkan kesalahan saya tadi dan jangan berikan surat  peringatan ini kepada saya, lagi pula makan disaat jam pelajaran tidak termasuk kesalahan yang fatal'', ucap Gamma membela diri.
''Jangan mencoba merayu, berikan saja surat ini kepada orang tuamu, dan kamu tidak boleh mengulangi kesalahanmu itu terutama di jam pelajaran saya, biasakan sarapan dulu sebelum memulai aktivitas'', ucap bu Meli sambil menasehati Gamma.
''Baiklah bu, saya akan memberikan surat ini kepada orang tua saya,'' ucap Gamma.
''Dasar guru tak punya perasaan, seandainya dia berada diposisi aku, pasti dia akan melakukan apa yang aku lakukan'', gerutu Gamma di dalam hati sambil berjalan meninggalkan ruang guru.
''Argh, aku benci peraturan, sangat merepotkan dan membosankan'', rintih Gamma.


Kring... kring.... Kring.... (bel bebunyi pertanda pelajaran hari ini selesai dan seluruh siswa siswa dipersilahkan pulang).
Seluruh siswa pun bergegas bersiap-siap untuk menemui kasur mereka masing-masing. Berbeda dengan Gamma, dia selalu merasa malas untuk pulang dan bertemu orang tuanya, karena tiada hari tanpa perkelahian kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan baginya. Tapi Gamma hari ini harus pulang untuk memberikan surat peringatan yang menyusahkan ini.
Gamma pun segera menuju parkiran untuk mengambil motor kesayangannya itu.
''Sial aku harus menyiapkan telingaku lagi untuk mendengar pertengkaran mereka'', ucap Gamma sambil menghidupkan mesin motornya dan segera melaju menuju rumahnya.
Jarak sekolah sampai rumah Gamma sekitar 3 Km, dan memakan waktu kurang lebih 15 menit.
''Huft akhirnya sampai'', ucap Gamma dengan nafas terengah-engah.
Sesampainya dirumah, Gamma membuka helm full race-nya itu dan langsung masuk ke dalam rumah.
Baru saja Gamma mau mengetuk pintu, dari dalam terdengar suara pertengkaran kedua orang tuanya. Terlihat Gimmi sedang menangis sendiri di ruang tamu.
Aku pun langsung menghampiri Gimmi dan menanyakan penyebab dia menangis.
''De? Kamu kenapa menangis?'', tanyaku kepada Gimmi.
''Hiks....hiks.... dede mau beli mainan, tapi papa mala mala (marah-marah)... dede takut kak'', jawab Gimmi dengan isak tangisnya.
''Yaudah ya dede jangan nangis lagi, ayo kita beli mainannya sekarang'', ucapku sambil mencoba menenangkan Gimmi.
Aku pun langsung menggendongnya untuk naik ke motorku. Aku menghidupkan mesin motorku dan segera melaju ke toko mainan langganan Gimmi.
Sesampainya ditoko mainan, Gimmi langsung bergegas turun dan menghampiri mainan yang ingin dia beli.
''Selamat datang di toko kami, ada yang bisa saya bantu?'', ucap pelayan di toko itu kepada Gimmi, tapi Gimmi malah mengabaikannya begitu saja.
''Kakak, dede mau yang ini, yang ini, yang itu'', ucap Gimmi sambil menunjuk semua mainan yang diinginkannya.
Melihat Gimmi tertawa dan bahagia seperti ini membuatku sangat bahagia.
''Iya dede ambil aja ya, nanti kakak yang bayar'', ucapku.
''Asikk, siap kak, dede mau pilih-pilih dulu ya, ayo ikutin Gimmi'', ucap Gimmi dengan nada bicaranya yang menggemaskan.
Aku pun mengikuti Gimmi berkeliling toko mainan yang tempatnya sangat luas itu.
''Kaka mari kita bayar ini, dede telah memilih semua mainan yang ingin dibeli'', ucap Gimmi sambil menarik tanganku menuju kasir.
Aku pun membayarnya dan ku lihat kembali senyum Gimmi yang sangat manis. Aku sangat menyanyanginya.
Setelah selesai melakukan transaksi pembelian mainan untuk Gimmi, aku pun langsung menggendongnya kembali ke atas motorku.
''Makaci kakak sayang, dede sayang kaka'', ucapnya sambil memeluk dan mencium pipiku.
''Iya dede sayang, sama-sama, jangan nangis lagi ya, kakak juga sayang dede'', ucapku sambil mencubit kedua pipinya.
Aku pun menghidupkan mesin motorku dan bergegas menuju rumah. Sesampainya di rumah mama dan papa masih saja berdebat, dan akhirnya aku dan Gimmi langsung menaiki tangga dan masuk ke kamar.
''Kaka, dede mau bobo dulu ya... huaa'', ucap Gimmi sambil menguap.
''Iya dede, selamat tidur ya, jangan dengerin mama papa, bobo yang nyenyak dede nya kaka', ucapku.
''Oce kaka, kaka juga istilahat (istirahat) ya, babai'', ucap Gimmi dan masuk ke kamarnya.


Aku masuk ke kamarku dan langsung berbaring dikasur untuk melepas letih.
Tiba-tiba aku teringat suatu pengalaman pahitku
3 tahun yang lalu...
''Mah, Gamma berangkat sekolah dulu ya'',ucap Gamma.
''Ini sarapan dulu sayang'', tutur mama.
''Iya mah nanti aja di sekolah,ini udah telat'', ujar Gamma.
Tiba-tiba.. drakkk...drakk..drakk..(terdengar suara kaca yang pecah).
''GAMMA!! Berani-beraninya kamu! Kamu tau ini apa? Ini vas bunga yang mama beli saat liburan di Brazil, kamu keterlaluan! Makanya kalau jalan,mata itu digunakan dengan baik'',ucap Mama.
''Iya mah, maaf , lagian itu juga ga seberapa kok'',ucap Gamma.
Plak... apa kamu bilang? Ini ga seberapa? Kamu tau? Ini berharga banget buat mama!'',ucap Mama dan menampar Gamma.
''Ya, nanti Gamma ganti dengan uang Gamma sendiri'',ucap Gamma.
''Keluar kamu dari rumah ini!'',ucap Mama sambil membereskan semua barang-barangku.
''Mama jahat!, Mama tega mengusirku gara-gara vas ini? Lalu,aku ini siapa mah? Anak mama bukan? Hiks...hikss.hikss...'',ucap Gamma sambil menangis.
Aku pun langsung angkat kaki dari rumah itu, dan pergi ke rumah nenek, dan memutuskan untuk libur sekolah beberapa hari sampai hatiku benar- benar pulih.
Aku cukup lama berada dirumah nenek, beliau sangat baik kepadaku. Setiap pagi dia selalu memasak untukku, selalu menemaniku, dia sangat menyanyangiku..
''Huf, kejadian itu membuatku trauma akan marahnya mama'', ucap Gamma dalam hati.
''Huaaa, daripada aku terus memikirkan hal pahit, lebih baik aku tidur sejenak'',tutur Gamma sambil menguap.
Akhirnya Gamma pun tertidur..
Mentari pun mulai terbenam, burung-burung berterbangan, awan mendung seakan mau menangis melihat keadaan bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun