Mohon tunggu...
Ferdy Salamat
Ferdy Salamat Mohon Tunggu... Insinyur - Lingkungan Hidup

Membaca dan Olah Raga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Mata Air di Kawasan Karst Banggai Kepulauan

5 Maret 2024   23:22 Diperbarui: 6 Maret 2024   08:12 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) terletak di Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibu kota kabupaten di Salakan. Bangkep menjadi daerah otonom kabupaten melalui UU No. 51/1999 dan telah diubah dengan UU No. 11/2000 yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Banggai. Luas Kabupaten Bangkep adalah ± 2.488,79 km².

Undang - Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menyatakan bahwa air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia dan dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, Sumber daya air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan antarwilayah, antarsektor dan antargenerasi guna memenuhi kebutuhan masyarakat atas air.

Luas kawasaan karst di dunia diperkirakan antara 7% - 10% dari luas permukaan bumi, di Indonesia kawasan karst mencakup sekitar 20% dari total luas daratan (Khansa, Widyastuti, Nugroho Adji, Naufal, Agus Riyanto, & Ramadhan, 2020). Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah memiliki luas kawasan karst sekitar 80% - 90% dari luas daratannya (BPEE KLHK, 2017). Akuifer karst menyediakan 25% kebutuhan air minum bagi penduduk dunia (Buckerfield, Quilliam, Waldron, Naylor, Li, & Oliver, 2019), dan menyediakan 73,6% kebutuhan air minum bagi penduduk Kabupaten Banggai Kepulauan (BPLH BangKep, 2013). 

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air pada mata air di Kabupaten Banggai Kepulauan telah tercemar oleh bakteri E. coli sedangkan untuk parameter fisik dan kimia belum menunjukan cemaran pada mata air, hal ini disebabkan belum adanya aktivitas industri yang dapat mencemari mata air.

Mengapa Daerah Tangkapan Air (DTA) mata air harus dilindungi? DTA merupakan kawasan imbuhan air hujan yang memiliki nilai penting bagi mata air bukan hanya dari kualitasnya saja, namun juga penting dari aspek kuantitas. Kecepatan imbuhan airtanah terutama dikontrol oleh kondisi geologi, tanah, penutup lahan, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng. 

Sebagai gambaran, dari seluruh air yang ada di bumi, air tawar yang bisa dimanfaatkan hanya 3% saja. Sekitar 3% dari air tawar tersebut, hanya 0,3% yang dapat dimanfaatkan langsung dalam bentuk air permukaan. Air tanah sebagai sumber mata air mempunyai potensi paling besar yaitu 3% dari air tawar yang ada di bumi.

Peningkatan kebutuhan air baku sebagai akibat pesatnya pembangunan dan pertambahan penduduk merupakan salah satu ancaman. Di sisi lain, Banggai Kepulauan secara geologi merupakan kawasan karst yang sangat rentan dari pencemaran logam berat dan mikrobiologi, Perencanaan pembangunan yang tidak tepat dengan memperluas pemanfaatan lahan untuk kegiatan pembangunan di atas kawasan karst dapat menyebabkan dampak dan bahaya bagi kuantitas dan kualitas air minum. 

Kegiatan industri, pertanian, pembuangan limbah, ternak dan permukiman dapat menginduksi pencemaran air tanah di kawasan karst melalui kontaminasi logam berat dan mikroba pada sumber air minum. Kontaminasi logam berat dan mikroba patogen yang tinggi berdasarkan hasil pengukuran kualitas air minum pada air tanah karst disebabkan oleh adanya limbah, kotoran, dan/atau kontaminan antropogenik (He, Qiu, Jiang, Wu, & Liu, 2016). 

Oleh karena itu, memahami dan mengelola pencemaran air oleh logam berat dan mikroba di lingkungan karst merupakan kunci untuk melindungi kesehatan masyarakat yang bergantung pada sumber air minum ini (L. Liu, 2021; M. I. Atta, Zehra, Dai, Ali, Naveed, Ali, Sarwar, Ali, Iqbal, Bawazeer, Abdel-Hameed, & Ali, 2023).

TINGKAT PENCEMARAN LOGAM BERAT DAN MIKROBIOLOGI 

Pencemaran pada akuifer karst erat kaitannya dengan tingkat permeabilitas air, karena memiliki kemampuan mengisi ulang pada akuifer karst. Oleh karena itu, perpindahan bahan pencemar berupa berupa logam berat seperti Merkuri (Hg), Arsen (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr) VI, dan Timbal (Pb), tinja manusia dan ternak dari area pemukiman dan penggembalaan serta penggunaan bahan kimia pada kegiatan pertanian dan perkebunan maka akuifer karst akan terkontaminasi oleh mikroba dan bahan kimia. 

Curah hujan secara berkala dapat menyebabkan pengisian ulang air yang cepat dan berdampak pada pembuangan dan pengangkutan logam berat dan mikroba ke mata air karst, sehingga sumber air tanah Karst sangat rentan terhadap kontaminasi logam berat dan mikroba patogen yang disebabkan oleh masuknya air hujan ke saluran karst yang sedikit filtrasi di dalam sistem hidrologinya (Epting et al., 2018; Atta et al., 2023).

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui tingkatan risiko tiap masyarakat berbeda-beda. Dari 230 responden, ditemui persamaan tingkatan risiko pada logam berat Hg, Cd, dan Cr sebanyak lebih dari 150 responden didominasi oleh tingkatan risiko antara 0,10 sampai dengan 0,49 (RQ<1). 

Namun pada logam berat Pb, didominasi oleh tingkat risiko 0,05 – 0,09 yakni sebanyak 127 responden. Berbeda dengan logam berat tingkat risiko yang dialami responden tersebar disetiap rentangnya bahkan sampai pada rentang tertinggi yakni lebih dari 2,50 (RQ>1) terdapat 18 responden. Lebih dari 50% responden dengan RQ>1 pada logam berat As yakni sebanyak 142 responden. 

Sehingga logam berat As diketahui memiliki potensi menyebabkan gangguan kesehatan non-karsinogen. Meskipun logam berat lain seperti Hg, Cd, Cr dan Pb memiliki RQ<1 namun risiko tidak perlu dikendalikan tetapi segala kondisi harus dipertahankan agar nilai RQ tidak melebihi.

Diketahui bahwa sebaran Risiko Arsen (As) pada 4 lokasi mata air yang diteliti di Kabupaten Banggai Kepulauan, paling tinggi terdapat di mata air Paisu Tabaak Liang dengan besar risiko 1,607 disusul oleh Paisu Olulan sebesar 1,368, Paisu Lalomo Lamelu sebesar 1,266, dan Paisu Sinangkal sebesar 0,052 (Tingkat Risiko Arsen di Mata Air: Paisu Taabak > Paisu Olulan > Paisu Lalomo > Paisu Sinangkal).

Hasil uji laboratorium pada Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar (BBLK) terhadap parameter mikrobiologi ditemukan bahwa pada sumber mata air Paisu Lalomo terdapat 200.000 coliform dan 35 Enterococcus, mata air Paisu Taabak 9400 coliform, 23 Enterococcus, 24 Staphylococcus dan 40 Pseudomonas, sementara itu di mata air Paisu Olulan 63.000 coliform, 400 E. coli, 11 Enterococcus, dan 92 Staphylococcus, serta pada mata air Paisu Sinangkal ditemukan 8200 coliform. 800 E. coli, 84 Enterococcus, dan 53 Staphylococcus. Secara garis besar, setiap mata air yang dteliti positif mengandung bakteri coliform dan Enterococcus.

Bahwa kemungkinan risiko kesehatan pada sumber air minum masyarakat di Kawasan Karst Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah, dari keempat sampel dari berbagai jenis bakteri diketahui semua sampel air memiliki risiko tinggi meskipun pada jenis bakteri yang berbeda-beda.

TANTANGAN KEBIJAKAN

  • Masih rendahnya upaya Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan kondisi alami tutupan lahan (hutan atau bentuk tutupan lahan eksisting lainnya) di dalam DTA, untuk tetap memberikan peluang bagi berjalannya siklus hidrologi secara normal atau alami;
  • Belum adanya larangan melakukan konversi pemanfaatan lahan dalam DTA dan ekoregion di sekitar DTA, mengingat sistem hidrologi mataair karst yang begitu rumit dan sulit untuk dipastikan;
  • Belum adanya larangan melakukan kegiatan budidaya di dalam DTA, yang akan menyebabkan berubahnya morfologi permukaan, terurainya tanah permukaan, terbukanya tutupan lahan alami (hutan), terbukanya lubang-lubang drainase karst (seperti: ponor, sinkhole, dan sistem percelahan lainnya), sehingga memungkinkan terbawanya sedimen dan kotoran lain oleh proses infiltrasi atau peresapan air hujan ke dalam sistem hidrologi karst, sehingga akan mempengaruhi debit aliran dan kualitas air pada sistem aliran percelahan, sungai bawah tanah, dan pemunculan mata air;
  • Belum adanya upaya penghijauan dengan penanaman vegetasi yang tepat (seperti kondisi alami yang telah ada) pada lahan-lahan kritis yang secara ekologis berfungsi sebagai kawasan lindung dan resapan air hujan, yaitu pada daerah di sekitar puncak-puncak dan lerengkaki perbukitan atau pegunungan, dalam rangka untuk melindungi kelestarian sumber-sumber mataair dan memberikan kemungkinan input atau suplai air hujan ke dalam sistem hidrologi di dalamnya dan sumber-sumber mata air di bagian bawah secara topografis ditinjau dari aspek ekoregion bentanglahan;
  • Belum adanya larangan melakukan berbagai kegiatan yang akan mengganggu dan merusak kondisi fisik aliran dan kualitas mata air, seperti: melakukan aktivitas langsung pada sumber pemunculan mata air, membuang sampah pada badan mata air, dan aktivitas lain yang dapat menyebabkan pencemaran secara fisik, kimiawi, dan biologi pada aliran mata air dan lingkungan di sekitar pemunculan sumber mata air.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan data pencemaran air pada mata air di Kawasan Karst Banggai Kepulauan  dan juga identifikasi Tantangan Kebijakan yang ada, maka dapat diidentifikasi Rekomendasi Kebijakan sebagai berikut:

  • Pemerintah Daerah mulai dari Pemerintah Kabupaten sampai dengan Pemerintah Kelurahan/Desa konsisten untuk terus mendorong warga masyarakat meningkatkan peranan  penyehatan lingkungan dalam mendukung peningkatan kualitas lingkungan dalam pengelolaan dan perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) mata air di Kawasan Karst Banggai Kepulauan.
  • Pemerintah Daerah mulai dari Pemerintah Kabupaten sampai dengan Pemerintah Kelurahan/Desa konsisten untuk terus menetapkan kebijakan untuk melindungi daerah tangkapan air, sekitar mata air dan pada mata air melalui kegiatan penyesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten dan upaya penanaman dan pelestarian vegetasi pelindung.
  • Pemerintah Daerah mulai dari Pemerintah Kabupaten sampai dengan Pemerintah Kelurahan/Desa untuk secara terus menerus melakukan edukasi melalui berbagai media yang ada (media sosial, media elektronik, leaflet, kelompok kemasyarakatan) terkait dengan praktik perilaku hidup bersih dan sehat, melindungi daerah tangkapan air, sekitar mata air dan pada mata air.
  • Pemerintah Kabupaten merancang Peraturan Bupati tentang perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Mata air di Kawasan Karst Banggai Kepulauan guna melindungi kesehatan masyarakat dari pencemaran logam berat dan mikrobiologi. 

 

KEPUSTAKAAN

Atta, M. I. … Ali, I. (2023). Amassing of heavy metals in soils, vegetables and crop plants irrigated with wastewater: Health risk assessment of heavy metals in Dera Ghazi Khan, Punjab, Pakistan. Frontiers in Plant Science, 13(January), 1–12. https://doi.org/10.3389/fpls.2022.1080635

BPEE KLHK. (2017). Penataan Pengelolaan Kawasan Karst Kabupaten Banggai Kepulauan (Vol. 53, Issue 4). BPEE KLHK RI.

BPLH BangKep. (2013). Kajian Potensi Mata Air dan Pengelolaannya. BPLH Kabupaten Banggai Kepulauan.

Buckerfield, S. J., Quilliam, R. S., Waldron, S., Naylor, L. A., Li, S., & Oliver, D. M. (2019). Rainfall-driven E. coli transfer to the stream-conduit network observed through increasing spatial scales in mixed land-use paddy farming karst terrain. Water Research X, 5, 100038. https://doi.org/10.1016/j.wroa.2019.100038.

Epting, J., Page, R. M., Auckenthaler, A., & Huggenberger, P. (2018). Process-based monitoring and modeling of Karst springs – Linking intrinsic to specific vulnerability. Science of The Total Environment, 625, 403–415. https://doi.org/10.1016/J.SCITOTENV.2017.12.272.

F. Salamat (2024). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pencegahan Pencemaran pada Air Minum Masyarakat di Kawasan Karst Banggai Kepulauan. Disertasi. FKM UNHAS Makassar.

He, Q., Qiu, S., Jiang, Y., Wu, Z., & Liu, Z. (2016). Land-use change caused microbial pollution in a karst underground river, Chongqing, China. Environmental Earth Sciences, 75(8). https://doi.org/10.1007/s12665-016-5530-8.

Khansa, S. A. A. N., Widyastuti, M., Nugroho Adji, T., Naufal, M., Agus Riyanto, I., & Ramadhan, F. (2020). Water quality analysis of Bembem Doline Pond in Gunungsewu Karst area, Gunungkidul regency. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 451(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/451/1/012061.

Liu, L. (2021). Assessment of water resource security in karst area of Guizhou Province, China. Scientific Reports, 11(1), 1–12. https://doi.org/10.1038/s41598-021-87066-5.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun