Mohon tunggu...
Humaniora

LGBT & PREDATOR ANAK

11 Februari 2016   09:38 Diperbarui: 11 Februari 2016   09:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini sangat marak di timeline facebook saya bahasan mengenai LGBT.
Kami tinggal di Bali dan sudah tentu kehidupan kami tidak bisa dilepaskan dari kaum LGBT.
Kenapa begitu, yup, karena tetangga, teman, klien dan rekanan bisnis kamipun ada yang merupakan kaum LGBT.

Permasalahan mengenai LGBT ini fitrah alias dari sononya atau penyakit, saya tidak tau pasti.

Yang jelas saya tahu bahwa ada orang-orang yang memang dulunya berorientasi sex normal kemudian menjadi LGBT karena mereka mencoba berhubungan badan dengan sesama jenis. Mereka bilang "Only a man knows how to satisfied another man" ..... jijai ya ..... iya banget .... hoek.
Bahkan dalam beberapa kasus mereka sampai cerai dengan pasangan normalnya, meski sudah punya anak.
Jangan ditanya gimana mental anaknya mengetahui hal tersebut ..... saya ga tau karena saya belum kepoin mereka sampe segitunya tongue emotikon

Tetapi dalam kasus lain saya juga menemukan ada seorang anak laki-laki (8 tahun) yang sudah memilki orientasi sex menyimpang. Dia mulai mengejar dan meminta anak laki-laki lain untuk memberikan seksual affection kepadanya. Saya sudah komunikasikan dengan ayahnya, yang kebetulan expatriate dari Pakistan. Yup ini anak muslim, ayah ibunya juga normal, dan saya lihat mereka sangat perhatian dengan si anak.
Perlu diingat juga bahwa si anak ini terlihat normal, tidak ada tanda-tanda transvestite atau banci.
Apakah yang model ini fitrah atau penyakit? Wallahualam

Trus benarkah LGBT itu identik dengan HIV dan penyakit kelamin?

Bali juga area pandemik HIV/AIDS, artinya jumlah penderita dan orang yang terinveksi HIV sudah jauh diatas rasio dari WHO. Mereka berada disekitar kita. Salah satu pegawai saya (termasuk istri dan bayinya) meninggal karena HIV/AIDS, juga beberapa orang yang saya kenal. Mereka ini sebagian besar orang normal, ada juga LGBT.

Jadi yang harus dipahami adalah, bukan LGBT-nya yang berpotensi AIDS, tetapi perilaku bergonta-ganti pasangan itu yang menyebabkan menyebarnya HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya.

Itulah sebabnya di beberapa negara Eropa dan Amerika, pernikahan sejenis dilegalkan. Ini adalah pilihan terbaik dari yang terburuk, terutama menyangkut dampak sosialnya.

Namun saya yakin, negara kita tidak akan pernah melegalkan pernikahan LGBT. Setidaknya hingga saat ini saya belum bisa membayangkan.

Logical fallacy yang paling parah sebenarnya mengidentikkan kaum LGBT dengan predator anak.
Ini juga penghakiman yang sangat menyudutkan kaum LGBT karena sebagian besar dari mereka bukanlah predator anak.

Tetangga kami misalnya, mereka adalah pasangan gay yang mengadopsi seorang anak perempuan. Dan saya lihat cara parenting mereka jauh dari bentakan dan kata-kata kasar, mereka sangat lembut dengan putrinya dan memfasilitasi segala kebutuhan edukasi sang putri. Mereka juga terkenal sebagai philantropist.

Memang ada kasus-kasus dimana anak laki-laki disodomi oleh para predator. Tetapi bukan berarti semua kaum LGBT menyasar anak-anak.

Terus terang saat ini saya juga sedang membantu LSM yang melakukan pendampingan terhadap kasus phedophilia. Gak tanggung-tanggung korbannya lebih dari 20 anak, laki dan perempuan, pelakunya 1 orang.
Modusnya diberi iming-iming uang atau benda, selanjutnya si anak diperkosa (itu istilah kami, para pendamping).

Diperkosa benarkah? ini juga sebenarnya rancu, karena beberapa anak-anak menyatakan melakukannya dengan sukarela dan mereka menikmati. OMG

Meski begitu para LSM pendamping terus maju untuk mengkasuskan karena kami tidak ingin ada korban-korban selanjutnya.

Yup, kejahatan terhadap anak seharusnya digolongkan sebagai kejahatan luar biasa, tentunya hukumannyapun harus luar biasa.

Ini juga yang disampaikan Kak Seto dan Bang Arist Merdeka Sirait dalam beberapa kali pertemuan kami.

Terus bagaimana peran kita sebagai orang tua untuk melindungi anak anak kita dari predator anak?
Yang pasti kita harus sering berdiskusi dengan anak kita mengenai sex protection education, berikan informasi yang benar, jangan membuat anak kita phobia dan membenci suatu kaum yang kita sendiri tidak tau.

Ingat meski kaum LGBT memiliki preferensi seks menyimpang, dalam sisi lain mereka tetaplah manusia. Jauhkan diri kita dari menghakimi dan mengeneralisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun