Jujur, saya merasa ngeri, ketika melihat kenyataan bahwa lebih dari 80% hutan indonesia telah mengalami kerusakan.
Ditambah lagi saat ini sebagian wilayah Indonesia sedang ditutupi asap akibat pembakaran hutan dan terbakarnya lahan gambut kering. Korbannya bukan hanya hutan beserta ekosistemnya, namun juga penduduk yang tinggal dalam radius ribuan kilometer, bahkan hingga manca negara.
Akar permasalahan dari kondisi ini adalah para pengusaha yang tidak memiliki wawasan lingkungan bekerja sama dengan pemerintah yang korup, untuk mengeruk hasil bumi Indonesia sebesar-besarnya demi kemakmuran mereka dan kroninya.
Masih ingatkah, wawancara menteri kehutanan jaman SBY (Zulkifli Hasan) dengan Harrison Ford?
Dalam video tersebut juga ada gambaran kerusakan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo. (Video dan terjemahannya pada bagian bawah tulisan saya ini).
Salah satu yang membuat saya kaget adalah kenyataan bahwa perusahaan milik pengusaha-pengusaha yang imagenya bersih seperti Sandiaga Uno yaitu PT Langgam Inti Hibrindo (anak usaha PT. Provident Agro Tbk) merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pembakaran lahan dan hutan.
Terus terang tadinya saya sangat bersimpatik dengan Sandiaga Uno dan seringkali mengikuti kiat-kiat sukses beliau melalui You Tube. Sebagai pengusaha saya memang harus belajar dari pengusaha lainnya.
Tentu saja ini mengherankan, bukankan Sandiaga Uno adalah penerima penghargaan PROPER Level Emas dari KLH (Program Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup), 2 tahun berturut-turut pula.
Meski menurut saya pemberian penghargaan ini juga salah.
Hal ini dikarenakan perusahaannya PT Adaro Energy yang bergerak dibidang penambangan batu bara, menutup salah satu site tambangnya dan menanami kembali, inipun mereka lakukan setelah mendapat raport merah dari KLH.
Jadi setelah merusak alam, mengeruk hasilnya sebanyak-banyaknya, kemudian setelah hasilnya habis, ditutup dan ditanami kembali itu termasuk memperjuangkan terhadap lingkungan hidup.
Lah wong isinya sudah dikeruk habis, jadi mengembalikan ekosistem-nya adalah wajib, tidak perlu penghargaan sebenarnya.
Saya jadi berfikir, bahwa di Indonesia itu logika pelestarian lingkungan hidup sudah ngawur dan keblinger.
Kasus lain adalah penghargaan Kalpataru yang diterima oleh pengusaha Hashim Joyohadikusumo pada tahun 2014 lalu.
Beliau mendapat HPH sebanyak 27.000 hektar melalui PT. Tidar Kerinci Agung. Kemudian dari lahan seluas itu, 2.400 hektar beliau jadikan wilayah konservasi.
Ini artinya beliau merusak hutan HPH beliau sebanyak 91,1% atau sebanyak 24.600 hektar, dan melestarikan 8,9%. Lah orang yang merusak hutan Indonesia sebanyak itu malah dapat penghargaan Kalpataru. Tentunya ini tanda tanya besar ???
Tidak heran sebenarnya jika kredibilitas pernghargaan Kalpataru kemudian dipertanyakan.
Bahkan banyak pelestari lingkungan hidup yang kemudian mengembalikan penghargaan Kalpataru yang mereka peroleh, diantaranya Marandus Sirait dan Hasoloan Manik. Mereka malu, karena penghargaan tersebut tidak sejalan dengan idealisme mereka.
Bumi itu adalah ibu kita, memeliharanya adalah kewajiban kita, tidak perlu penghargaan ba bi bu ...... yang akhirnya hanya merusak kesakralan kewajiban tersebut.
Oya, berikut ini terjemahan percakapan antara Zulkifli Hasan (sekarang ketua MPR) dan Harrison Ford dalam video ini (https://www.youtube.com/watch?v=E6fKSwyNIkU)
HF : Terima kasih atas waktunya, kami telah berkeliling negara anda selama beberapa minggu, kami ada beberapa pertanyaan. Pada 15 tahun terakhir ini 80% hutan Indonesia telah mengalami kerusakan parah. Saya menanyakan kepada banyak orang indonesia, mengapa ini terjadi?, mereka mengatakan pak, bahwa ada 2 hubungan yang sangat kuat antara bisnis dan politik di negeri ini
ZH : Yang lain, anda tau kita baru berdemokrasi, tapi saya yakin kita dalam waktu yang panjang mungkin akan terjadi titik seimbang.
HF : Saya tahu ada proyek untuk melindungi hutan gambut harus meminta persetujuan selama bertahun-tahun, tahap terakhir dalam proses ini adalah tanda tangan anda pak. Akankah anda memberikan tanda tangan untuk melindungi sumber daya alam yang kritis ini.
ZH : saya kalo tidak salah baru separo yang disetujui, sekitar 100 ribu hektar.
HF : Anda akan menandatangani 50% yang mereka minta? Kapan hal itu akan terjadi?
ZH : Kalo mereka setuju, saya pikir lusa, minggu depan selesai
HF : Kami di Tesso Nilo ........
ZH : Tesso Nilo (sambil tertawa terkekeh)
HF : Taman Nasional, itu tidak lucu, itu tidak lucu (menanggapi ZH yang mentertawakan). Hanya 18% tersisa, kami melihat ada jalan baru, jala ilegal baru, hutan dibabat, pohon-pohon tumbang di jalan, dibakar diitempat mereka tumbang. Ini benar-benar kerusakan yang luar biasa, hancur hati saya melihatnya. Anda melihatnya juga? Anda seharusnya membuat resolusi, apa yang telah anda lakukan?
ZH : Kita baru lihat terkaget-kaget, kami tiap hari untuk mencoba menyelesaikan masalah ini. Kami baru mengalami apa yang disebut demokrasi.
HF : Pak, mereka tidak jatuh dari langit ke hutan tersebut, mereka datang kesana dalam kurun waktu yang panjang, dan banyak waktu untuk menghentikan mereka, menghentikan aktivitas mereka.
ZH : Tadi saya sudah jelaskan, ini bukan America, memang berbeda, kami baru mengalami apa yang disebut dengan reformasi, baru ini. Sekarang orang baru bebas, kadang-kadang memang surplus apa yang disebut demokrasi. Oleh sebab itu kami sekarang buat program untuk mencoba memindahkan mereka, mencari lahan pengganti.
HF : Saya mengerti, saya mengerti, anda sudah berniat untuk kalah perang, itukah yang anda maksudkan? Ok, saya melihat masalah ini pada titik panas yang tertinggi, tidak lagi pada level rendah. Disini ada ketidak-adilan, tindakan ilegal, korupsi. Terima kasih untuk waktunya.
Â
Jujur, menterjemahkan video ini ada rasa gimana gitu, kok ada ya pejabat kayak gitu.
Paling tidak kalo kurang mengerti bahasa inggris pake penerjemah kek, biar jawabannya tidak ngawur-ngawur amat, memalukan orang se-Indonesia saja.
Satu-satunya solusi yang dikemukakan oleh Zulkifli Hasan adalah program pemindahan lahan, itu artinya dia akan memberikan ijin perusahaan perambah hutan untuk mengajukan lokasi lain untuk dirusak ....... tepok jidat.
Menurut saya Zulkifli Hasan tidak hanya tidak menguasai masalah tetapi adalah bagian dari masalah.
Setelah solusi ngawur Zulkifli Hasan diterapkan, apa hasilnya?
Hasilnya ya saudara-saudara kita di Sumatra dan Kalimantan hidup ditengah asap selama berbulan-bulan setiap tahunnya, anak-anak mereka meninggal karena sesak napas, setelah segala aktivitas mereka lumpuh total, dll.
Belum lagi kerusakan ekologis lain yang tidak berani saya bayangkan.
Sungguh saya menangis membayangkan anak dan cucu saya hanya akan mengenang orang utan, burung enggang, bekantan, harimau sumatra, dll hanya lewat gambar.
Kemudian apa yang bisa kita lakukan, apakan berfoto memakai masker dengan hastag #Melawan_Asap bisa menyelesaikan masalah.
Tentu tidak, kita semua harus melek ekologis, melek lingkungan hidup, kita harus melakukan hal-hal yang yang tidak merugikan lingkungan hidup, demi Bumi, demi masa depan generasi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H