Dia lalu meminta ijin saya untuk memulai pengobatan. Perlahan dia memegang lengan putri dan mengoleskan minyak tadi. Sekilas saya melihat mulutnya bergerak membaca doa sembari melakukan pijatan dengan lembut. Entah hanya penglihatan saya atau memang nyata terjadi, pada saat itu saya melihat lengan putri saya yang dipijat tiba-tiba menjadi lentur. Ketika lengan itu ditarik perlahan, putri saya juga tidak merintih atau menunjukkan wajah kesakitan.
Proses pengobatan itu berlangsung sangat singkat, hanya sekitar lima menit. Begitu pulang ke rumah, putri saya sudah pulih seperti sedia kala. Dia bahkan sudah bermain lagi bersama teman-temannya. Putri saya betul-betul sudah sembuh.
Apa yang ingin saya sampaikan melalui cerita di atas adalah bahwa pengobatan alternatif sebetulnya sangat membantu masyarakat. Terutama yang berada jauh dari fasilitas kesehatan atau yang membutuhkan pertolongan segera. Jaman orang-orang tua dulu, pengobatan alternatif merupakan solusi andalan berbagai masalah kesehatan.
Pengobatan alternatif pada dasarnya merupakan sebuah kearifan lokal. Praktik pengobatan alternatif pun sampai saat ini dapat dijumpai di berbagai negara di dunia. Seperti akupuntur, chriropractic, akupresur, aryuveda, reiki, dan naturopati.
Satu hal yang harus di garis bawahi, pengobatan alternatif tidak identik dengan perdukunan. Pengobatan alternatif yang membantu penyembuhan putri saya, dan berbagai pengobatan alternatif yang saya sebutkan tadi jauh dari kesan praktik perdukunan. Praktisinya semata-mata mengandalkan keahlian, ramuan herbal, dan juga doa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H