Â
Ilustrasi - apartemen (Shutterstock)
Hingga Oktober 2015, sektor properti mencatat terjadinya penurunan penjualan hingga 26% dibandingkan dengan kinerja penjualan pada periode yang sama di tahun 2014. Ini khusus terjadi pada pasar primer, belum termasuk pasar sekunder dan pasar sewa. Kontribusi terbesar dari pelambatan ini datang dari segmen pasar menengah ke atas, atau sekira di atas Rp1 miliar. Pasar yang melambat ini direspon pengembang dengan sejumlah langkah antara lain, inovasi dalam skema pembayaran dan penurunan target margin dengan tidak menaikan harga properti terlampau tinggi.
Sebagaimana ulasan saya di artikel terdahulu: http://www.kompasiana.com/ferdilamak/rp200-triliun-dikucur-industri-properti-siap-take-off_5620ca8024afbd34098b4569, maka kondisi pasar seperti ini bisa dikatakan sebagai Cool Market, Hot Profits! Pasar yang melambat adalah problem bagi pengembang dan perbankan, namun tidak bagi konsumen atau investor.
Nah, berikut ini 10 alasan, mengapa kondisi pasar properti seperti yang tengah terjadi saat ini adalah saat tepat untuk membeli properti, apakah bagi enduser, maupun investor.
1. Bertebaran skema pembiayaan:
Coba perhatikan sekeliling Anda, banyak billboard properti yang menawarkan berbagai kemudahan pembayaran dengan tujuan untuk menggenjot penjualan dari para pengembang. Ada yang menawarkan paket libur bayar, cicilan bertahap langsung ke developer hingga 100-an kali/bulan, pembayaran uang muka dicicil seumur hidup hingga beli apartemen berhadiah rumah gratis.
2. Inovasi produk:
Karena harga properti kelas menengah ke atas kurang peminatnya, sejumlah pengembang menurunkan grade produknya dengan menelorkan item produk yang lebih terjangkau, kendati berlokasi premium. Hanya dengan Rp800-an juta saja, sudah bisa mendapatkan rumah di kawasan 'mahal' seperti Gading Serpong.
3. Pasar melambat, harga pun naik tipis:
Dibandingkan dengan kondisi pasar pada tahun-tahun sebelumnya, terutama kurun waktu 2012-2014, tingkat kenaikan harga properti di tahun 2015 ini masih di batas rasional. Setidaknya, pengembang mulai rela melepaskan opportunity margin yang seharusnya bisa mereka dapatkan pada kondisi normal. Jika sebelumnya, kenaikan harga bisa mencapai 25% dalam setahun, tahun ini diperkirakan maksimal naik hanya 5% saja.
4. Pelambatan non fundamental:
Pelambatan karena faktor non fundamental seperti psikologis macam begini, hanya menanti datangnya sebuah momentum untuk recovery. Lantaran tidak ada masalah dalam indikator-indikator ekonomi makro yang menghambat, maka proses market recovery pun tidak butuh waktu yang lama. Artinya, ketika momentum itu tiba maka harga akan melejit, meski kita berharap lejitannya tidak membabibuta hingga overheat.
5. Suku bunga stabil:
BI Rate masih bertahan di angka 7,5%, ini logis jika dikomparasikan dengan tingkat inflasi September yang turun hingga 6,8%. Nah, indikator ini menandakan bahwa tidak ada dinamika yang berarti di tingkat suku bunga KPR.
6. Perekonomian bergerak cepat:
Dengan mulai berjalannya sejumlah proyek infrastruktur dan proyek lain yang mengalirkan dana hingga ratusan triliun ke tengah masyarakat, maka potensi bergeraknya roda ekonomi masyarakat akan semakin tinggi. Ini berarti, Anda pun tidak perlu terlampau khwatir, tidak bisa membayar cicilan properti Anda.
7. Suplai properti terjangkau melimpah:
Dalam periode setahun silam, Anda mungkin sulit mendapatkan properti dengan harga terjangkau dari pengembang dengan reputasi jempolan. Nah, coba tengok sekarang, suplai properti residensial baik landed house maupun apartemen pada kisaran harga Rp100-an juta melimpah. Salah satu yang menggebrak pasar Oktober ini adalah Agung Podomoro Land dengan proyek rusunami (mirip Kalibata City) di kawasan Cimanggis dengan starting price di bawah Rp200 juta.
8. Rupiah menguat, birokrasi dipermudah, sentimen pasar jadi positif:
Ini memang urusan pengembang, bukan konsumen. Tetapi pelatuk ini akan memicu kembali bergairahnya pasar dengan cepat, dan imbasnya adalah, harga properti akan melambung tinggi ketika sentimen pasar kembali positif dan bergairah. Jika terlambat, Anda bisa kejebak harga tinggi, tetapi bila lebih cepat membeli maka Anda segera akan menikmati lonjakan harga properti Anda.
9. Infrastruktur dan kawasan pertumbuhan baru:
Anda mungkin pernah mengatakan, ogah tinggal di Cikarang, Cibubur atau Cibinong-Gunung Putri. Tunggu dulu, jangan lagi katakan itu karena kawasan-kawasan ini akan menjadi yang terdepan dalam pertumbuhannya karena banjir infrastruktur dan pengembangan proyek-proyek mercu suar. Beruntunglah Anda yang sudah memiliki properti di kawasan Cikarang, karena harga tanah di sana sudah melonjak tinggi pasca masuknya proyek Orange County.
10. Setiap saat adalah waktu yang tepat, tetapi lebih tepat saat ini:
Harga beli, skema pembayaran, suku bunga, perkembangan infrastruktur dan pilihan properti yang menghambur di depan mata adalah sejumlah faktor yang tidak selalu hadir di pasar dalam waktu dekat nanti. Memang, tidak ada kata terlambat dalam membeli properti, tetapi ingatlah selalu bahwa dalam dunia properti, berlaku sebuah kredo 'lebih cepat, lebih baik.'
Â
Ferdinand Lamak, jurnalis senior properti! | Penulis pernah menjadi jurnalis di Majalah Warta Ekonomi, KBR 68H, Majalah MATRA, News Producer di Radio Smart FM, Chief Editor Majalah Bisnis Properti dan Tabloid Transaksi Properti, Head of Editor di iProperty Group.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H