PENDAHULUHAN
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat adanya hubungan manajemen pengetahuan dan kinerja organisasi namun masih sedikit yang meneliti tentang penilaian praktik dari manajemen pengetahuan kemudian membandingkan dengan kinerja keuangan dengan indikator langsungnya. Beberapa penelitian sebelumnya yang berfokus pada aspek tertentu pada manajemen pengetahuan bukan secara keseluruhan. Seperti menghubungan kinerja organisasi dengan pengetahuan, Lee et al., (2005), Harlow (2008) menegaskan bahwa dengan tingkat pengetahuan dalam organisasi serta pengaruhnya terhadap kinerja organisasi. Kalling (2003), meneliti hubungan manajemen pengetahuan dan kinerja yang berhenti pada proksi kinerja, seperti proksi pendapatan, produktivitas. Choi & Lee (2003) menghitung kinerja perusahaan. Dengan menggunakan keberhasilan keseluruhan, tingkat pertumbuhan, pangsa pasar, profitabilitas dan inovasi barang adalah proksi keuntungan, Lin & Tseng (2005) dengan cara menghitung kinerja perusahaan dengan 7 (tujuh) item: produktivitas, kinerja biaya, daya saing, pertumbuhan penjualan, profitabilitas, pasar dan inovasi di mana empat adalah proksi keuntungan.
Di akhir tahun 1980an hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran keuangan tidak hanya untuk memahami manajemen kinerja yang diakibatkan adanya peningkatan organisasi dan pasar sebagai tujuan dari persaingan perusahaan. Kaplan & Norton (2012), menunjukkan bahwa Balanced Score Card (BSC) sebagai persyaratan menggunakan perspektif kinerja yang komprehensif dan pengukurannya antara lain proses bisnis internal, pengetahuan pelanggan (konsumen), pembelajaran dan pertumbuhan dan kinerja keuangan. Selanjutnya Kaplan & Norton (2012) bahwa manajer ketika membuat keputusan tidak hanya berkonsentrasi pada keuangan. Adanya sifat dari pengetahuan dapat memaksa suatu organisasi agar dapat mengubah indikator kinerja yang baru.
Aset terpenting bagi organisasi adalah modal intelektual dan harus dilakukan cara barudalam mengelolanya. Adanya paradigma yang menunjukkan bahwa untuk strategi bisnis yang baik dan efektif akan dicapai dengan sinergi pengetahuan untuk menciptakan inovasi baru, mampu mengurangi biaya serta meningkatkan produktivitas. Dana yang telah dikeluarkan oleh organisasi melalui investasi teknologi informasi akan bermanfaat dalam memproses pengetahuan,menciptakan, menyimpannya. Adanya dukungan dari manajemen pengetahuan untuk menciptakan nilai, proses inovasi serta dokumentasinya melalui budaya organisasi atau perusahaan.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dimiliki oleh daerah yang masih terikat dengan regulasi yang ada. PDAM harus mulai memikirkan keuntungan, disamping hal lainnya seperti pelayanan sebagai fokus utama, setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017, ada 16 hal yang perlu ditindaklanjuti dari PP No. 54 tahun 2017. Regulasi tentang PDAM akan diutamakan karena PDAM adalah yang terpenting dari sekitar 1.020 BUMD yang ada tetapi dari sisi profit, kontribusi PDAM paling kecil dan menjadi tantangan pada saat ini.
Kinerja PDAM dinilai berdasarkan aspek yaitu:
pelayanan, operasional, keuangan, dan sumber daya manusia. Cara untuk peningkatan kinerja PDAM dengan memfasilitasi peningkatan kinerja dan pendampingan penyusunan rencana bisnis. PDAM sebagai perusahaan daerah yang bergerak di bidang pelayanan air minum yang berbentuk BUMD memiliki potensi untuk dikembangkan, sebagai sumber pendapatan asli daerah.
Situasi ini harus diperhatikan oleh pihak manajemen PDAM agar menyiapkan strategi agar PDAM bisa bertahan dan berkembang, khususnya pada masa revolusi industri 4.0 dan memasuki era disrupsi. Sehingga manajemen PDAM harus melihat lagi apa yang digunakan agar dapat menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas dan lebih baik terutama dalam pelayanan kepada konsumen (pelanggan). Hal ini dapat digunakan manajemen untuk melakukan evaluasi bagi kinerja di PDAM.
PEMBAHASAN
Hasil analisis uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa sumber daya berpengaruh signifikan terhadap sumber daya dengan hubungan searah, artinya jika aspek pelayanan meningkat maka sumber daya juga akan meningkat. Jika PDAM Kabupaten Jember dapat mengelola sumber dayanya dengan baik, maka akan meningkatkan kualitas layanan perusahaan dari perspektif internal dan eksternal. Efisiensi produksi dan efisiensi distribusi yang telah dilakukan PDAM Kabupaten Jember akan meningkatkan aspek teknis pelayanan dan pertumbuhan konsumen karena dari sisi internal dan eksternal mereka merasa sumber daya yang dimilikinya telah dikelola dengan baik. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Chumaidiyah (2014); Dogan et al. (2014); Omerzel & Gulev (2011); Pasaribu et al., (2016). Hasil analisis uji hipotesis kedua menunjukkan sumber daya berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan hubungan searah, artinya jika aspek pelayanan meningkat maka kinerja perusahaan juga akan meningkat. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki PDAM Kabupaten Jember melalui efisiensi produksi dan efisiensi distribusi meningkatkan kinerja PDAM Kabupaten Jember karena secara finansial kinerja yang diukur dengan ROE, rasio operasi dan rasio kas semakin baik, selain itu manajemen penagihan juga semakin baik karena untuk mengelola sumber daya yang tersedia semakin meningkat. Hasil penelitian sesuai hasil penelitian Charbel et al., (2013); Joshi et al., (2014); Kamukama et al., (2011); R. Kaplan & Norton (2012).
Hasil analisis uji hipotesis ketiga menunjukkan sumber daya berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen pengetahuan dengan hubungan searah, artinya jika aspek pelayanan meningkat maka manajemen pengetahuan juga akan meningkat. Efisiensi produksi dan efisiensi distribusi menjadikan PDAM kabupaten Jember sebagai alokasi sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan knowledge management bagi SDM perusahaan sehingga rasio pegawai terhadap pelanggan, rasio pendidikan dan pelatihan pegawai ,dan rasio biaya pendidikan menjadi lebih baik . Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Birasnav (2014); Cohen & Olsen (2015); Donate & Sánchez de Pablo (2015); Nunes et al., (2006); Shujahat et al., (2017); Sundiman (2018).