Pernyataan Sikap dan Tuntutan Cipayung SBD (GMNI, PMKRI, GMKI) bersama Komisi Keadilan Perdamaian Keuskupan Weetebula
Terhadap DPRD Sumba Barat Daya
Bahwa sesungguhnya hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri seseorang dan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh diambil oleh orang lain baik disengaja maupun tidak dengan sengaja.
Bahwa Konvensi Internasional telah menetapkan dan mendeklarasikan Hak Asasi Manusia secara universal. Deklarasi tersebut di antaranya, bahwa setiap manusia terlahir bebas dan mendapat perlakuan yang sama, menyandang  hak tanpa ada diskriminasi, hak untuk hidup, hak tanpa perbudakan, bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan termasuk hak menikah dan berkeluarga.
Bahwa Negara Indonesia telah meratifikasi dan menetapkannya dalam UUD 1945, Tap MPR Nomor XVIII/MPR/1998 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bahwa tim advokasi Cipayung Sumba Barat Daya dan Komisi Keadilan Perdamaian Keuskupan Weetebula, telah melakukan identifikasi lapangan yaitu pada tanggal 22 Oktober 2020, pada tanggal 24 Oktober 2020, pada tanggal 28 Oktober 2020 dan pada tanggal 02 November 2020.
Bahwa hasil temuan tim advokasi Cipayung Sumba Barat Daya dan Komisi Keadilan Perdamaian Keuskupan Weetebula, telah mengidentifikasi dan membenarkan telah terjadi  tindakan kekerasan yang dialami oleh saudara Mario Mardi Nariti berupa perbuatan penyiksaan, penganiayaan, perampasan berat atas kebebasan fisik dan perbuatan tidak manusiawi yang mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan.
Bahwa berdasarkan hasil identifikasi dan kajian dari Tim Advokasi Cipayung Sumba Barat Daya bersama Komisi Keadilan Perdamaian Keuskupan Weetebula, kami menyimpulkan bahwa tindakan kekerasan yang dialami oleh saudara kita Mario Mardi Nariti (23) adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang merendahkan martabat manusia, maka dengan ini kami menyatakan:
Mengutuk tindakan kekerasan dalam bentuk penyiksaan, penganiayaan, perampasan atas kebebasan fisik mengakibatkan penderitaan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD Sumba Barat Daya, oknum TNI dan oknum lainnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap korban, saudara Mario Mardi Nariti.
Meminta pertanggungjawaban Badan Kehormatan DPRD Sumba Barat Daya atas hasil pantauan dan evaluasi atas pelanggaran kode etik dan/atau moralitas yang dilakukan oleh dua oknum anggota DPRD Sumba Barat Daya.
Menuntut Badan Kehormatan untuk segera menyampaikan laporan hasil evaluasi terkait dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD Sumba Barat Daya dalam sidang paripurna DPRD dan kepada masyarakat terkait keputusan Badan Kehormatan DPRD Sumba Barat Daya.
Menuntut pertanggungjawaban oknum anggota DPRD Sumba Barat Daya, oknum anggota TNI, dan oknum lain yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam tindakan kekerasan ini, atas pemulihan kesehatan korban secara fisik maupun mental yang sedang ditanggung oleh keluarga korban.
Menuntut Ketua DPRD Sumba Barat Daya dan Badan Kehormatan DPRD Sumba Barat Daya agar menonaktfkan oknum anggota DPRD Sumba Barat Daya yang sedang menjalani proses hukum sampai mendapatkan keputusan yang inkrah berkepastian hukum tetap.
Menuntut para anggota dewan yang terhormat agar tidak menjadi wakil mavia dan/atau premanis tetapi sungguh-sungguh menjadi wakil rakyat yang berpihak pada masyarakat demi keadilan dan kesejahteraan hidup rakyat.
Menuntut Ketua DPRD agar menindaklanjuti tuntutan ini sebagai aspirasi masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya.
Demikian pernyataan sikap dan tuntutan disampaikan dengan sesungguhnya, semoga pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumba Barat Daya dan Badan Kehormatan DPRD Sumba Barat Daya terus melaksanakan tugasnya sesuai Pancasila dan UUD Tahun 1945 dalam naungan Tuhan Yang Maha Esa.
Tambolaka; 16 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H