Candi Prambanan di atas bukit dengan ketinggian 195,97 mdpl, kawasan petilasan Kraton Ratu Boko menyimpan nuansa historis dan filosofis yang lengkap dengan panorama alam yang menawan. Keindahan matahari terbenam di gerbang Kraton Ratu Boko menggugah keinginan saya untuk berkunjung ke lokasi fenomenal ini. Kunjungan ini sekaligus menjadi sebuah perjalanan spiritual bagi saya untuk mengulik jejak-jejak reruntuhan kerajaan jawa.
Berdiri megah sekitar 3 km ke arah selatan dariSaya mengawali perjalanan menuju Candi Ratu Boko dari Universitas Gadjah Mada dengan suasana terik dan penuh keramaian. 30 menit perjalanan mulai pukul 14.00 WIB sudah menunjukkan ramai dan teriknya Jl. Solo - Prambanan yang menjadi akses menuju Candi Ratu Boko. Sebelum sampai ke loket tiket Candi Ratu Boko, pemandangan khas pedesaan dengan hamparan hijaunya sawah melengkapi semangat saya mengawali perjalanan menyusuri Candi Ratu Boko.
Setibanya di Ratu Boko, saya langsung bergegas menuju loket tiket Kraton Ratu Boko dan kita hanya perlu membayar 40 ribu rupiah untuk menikmati panorama indah candi. Setibanya di gerbang utama Ratu Boko dan melakukan pass ticket, kita akan langsung disambut dengan iringan suara gamelan yang seakan menyambut kedatangan wisatawan. Tidak seperti candi-candi besar lain seperti Prambanan dan Borobudur, rasanya Ratu Boko terasa lebih privat dan memiliki nuansa yang lebih tenang.
 Menelisik Sejarah Kraton Ratu Boko
Sebelum saya mulai berkeliling, sebuah papan interpretasi Candi Ratu Boko menggugah rasa penasaran saya untuk menyempatkan membaca sekilas tentang sejarah situs ini. Diceritakan bahwa Situs Ratu Boko dibangun pada abad VII- IX M. Prasasti Abhayagiriwihara mencatat bahwa situs ini pada awalnya merupakan wihara dengan peninggalan arekologi yang bersifat Budhisme yaitu stupa dan arca Dhyani Buddha Stupika.Â
Baru kemudian situs ini pada 856 M berubah menjadi kediaman seorang penguasa bernama Rakal Walaing Pu Kumbhayoni yang beragama Hindu. Prasasti Ratu Boko yang ditemukan mengandung keterangan tentang pendirian lingga yaitu Lingga Krtivaso, Lingga Tryambaka, dan Lingga Hara. Selain Prasasti Ratu Boko juga ditemukan Prasasti Pereng (862M) yang mengandung keterangan pendirian sebuah bangunan suci untuk dewa Siwa yaitu candi Badraloka.
Baru melihat papan interpretasi, saya sudah semakin penasaran dengan isi kompleks Kraton Ratu Boko, benar saja sebuah atraksi seni dan budaya dengan gejog lesung yang ada didalamnya mengundang perhatian saya. "Saya berasal dari Madiun", jawab saya ditanyai sinden yang menjadi muara alunan gamelan kala melewati pass ticket. Sontak saya dinyanyikan sebuah lagu dengan iringan gamelan yang membahas tentang tanah kelahiran saya, Madiun.
Gerbang yang megah dan magis
Langkah pertama saya menuju situs ini dimulai dari gerbang megah yang menjadi ikon utama Ratu Boko. Gapura luar dan dalam, saya menyebutnya karena terdapat dua gapura yang menjadi pembuka perjalanan menyusuri Kraton Ratu Boko. Sekitar 100 m dari tempat parkir, gerbang bagian dalam terdiri dari 5 gapura paduraksa yang berbaris sejajar dengan diapit dua gapura pengapit di setiap sisi. Struktur bangunan ini dilengkapi dengan pipi tangga dengan hiasan 'ukel' (gelung). Saya melangkah perlahan melewati gerbang, membayangkan bagaimana para raja dan bangsawan masa lampau mungkin pernah melintasi pintu yang sama dengan rasa bangga dan kekuasaan. Tidak heran jika banyak wisatawan yang kemudian terpesona dengan panorama gerbang ini temasuk saya. Sayangnya, saya tidak bisa menikmati keindahan Ratu Boko di kala matahari terbenam.
Dari gerbang, saya mulai menyusuri tangga batu yang mengarah ke berbagai bagian situs ini. Meskipun beberapa bagian bangunan sudah tidak utuh, struktur-struktur yang tersisa cukup untuk memberikan gambaran tentang bagaimana megahnya kompleks ini pada masanya. Batu-batu yang tersusun rapi, pilar-pilar tinggi, serta denah bangunan yang rumit menjadi saksi bisu dari kejayaan masa lalu. Kompleks Kraton Ratu Boko terbilang cukup luas dan menawarkan lanskap Yogyakarta dari atas bukit Boko. Tampak pula Candi Prambanan yang terlihat kecil dari kejauhan. Rasanya, tempat ini sangat cocok bagi saya yang ingin merasakan nuansa damai dan tenang sambil menikmati cerita di balik situs-situs yang ada di kawasan Kraton Ratu Boko.
Melanjutkan perjalanan, saya kemudian menyambangi beberapa situs seperti Candi Pembakaran, Batur Paseban, Pendopo, Keputren, Kolam, dan Goa. Di bagian dalam kompleks Ratu Boko, saya menemukan sebuah keunikan dimana di kompleks ini masih terdapat warung-warung bahkan homestay yang berada di kompleks candi. Sungguh penampakan yang membuat saya penasaran ada cerita apa di balik kondisi ini. Karena saya tidak menggunakan pemandu, saya lantas menyempatkan untuk membeli minum sambil melepas dahaga di salah satu warung. Â Pak Dawud, salah satu pemiliki warung di bagian selatan situs Goa menjawab kegelisahan saya, mereka yang ada di dalam kompleks Kraton Ratu Boko ternyata merupakan masyarakat yang dulunya mendiami kompleks ini dan tidak mau untuk digusur oleh pemerintah. Disampaikan oleh Pak Dawud, ada sekitar 35 KK yang bertahan, salah satunya Pak Dawud.
Kepingan cerita mulai terungkap satu per satu, saya benar-benar merasakan sebuah sejarah, budaya, dan alam dalam sebuah kesatuan di kompleks Kraton Ratu Boko. Tidak sampai di situ, Puncak pengalaman saya adalah ketika mendekati sore hari, di mana saya menantikan momen yang paling ditunggu-tunggu para pengunjungmatahari terbenam di Ratu Boko. Seiring matahari mulai turun, langit yang tadinya biru cerah perlahan-lahan berubah menjadi semburat oranye dan merah muda. Pemandangan ini sungguh memukau, membuat seluruh kompleks Candi Ratu Boko tampak bersinar keemasan dalam balutan cahaya matahari senja. Momen ini terasa sangat magis, seperti perjalanan kembali ke masa lampau yang begitu megah.
Sebuah Refleksi Spiritual
Kunjungan saya ke Candi Ratu Boko tidak hanya tentang mengeksplorasi situs bersejarah, tetapi juga merasakan harmoni antara budaya, sejarah, dan keindahan alam. Kompleks ini menghadirkan atmosfer yang berbeda dari candi-candi lainnya---lebih tenang, lebih dalam, dan menawarkan ruang bagi pengunjung untuk merenung. Meskipun sebagian besar bangunan telah runtuh, aura kemegahan masa lalu masih bisa dirasakan.Â
Di sinilah saya merasa seolah-olah terhubung dengan sejarah panjang peradaban Jawa, yang tidak hanya tercermin dalam arsitekturnya, tetapi juga dalam suasana magis yang menyelimuti tempat ini.
Jika Anda mencari tempat yang bukan hanya sekadar destinasi wisata tetapi juga perjalanan batin, Candi Ratu Boko adalah pilihan yang sempurna. Selain memanjakan mata dengan pemandangan spektakuler, Ratu Boko juga memberi kita kesempatan untuk merenungi kebesaran peradaban masa lampau yang pernah berjaya di atas bukit ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H