Jika kita melihat kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah terjadi pergeseran dari orientasi "ke luar/outward-looking" menjadi "ke dalam/inward-looking" dengan fokus pada kepentingan dalam negeri. Di bidang keamanan, orientasi tersebut diikuti dengan prioritas kepentingan keamanan nasional. Salah satu langkah kontroversial yang diambil oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2017 adalah mengubah nama bagian dari Zona Ekonomi Eksklusifnya di Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan nasionalnya.Â
Tentunya, pemerintah harus terus berbenah atas berbagai tantangan yang ada dalam menghadapi konflik kawasan tersebut. Salah satu tantangan utama adalah meningkatkan kemampuan militer Indonesia yang terbatas oleh anggaran. Meskipun telah dialokasikan banyak anggaran untuk menghadapi ancaman luar, ketergantungan yang telah berlangsung bertahun-tahun pada pemasok asing seringkali menyebabkan masalah interoperabilitas dalam perangkat keras militer. Ini menunjukkan kompleksitas dan dinamika lingkungan keamanan di Indonesia, sementara upaya untuk meningkatkan kekuatan militer terus dihadapi oleh keterbatasan anggaran. Indonesia dengan tegas terus meningkatkan kegiatan keamanan di wilayah Natuna sebagai respons terhadap klaim yang dilakukan oleh China atas sebagian besar Laut Natuna Utara. Pertahanan negara diupayakan sebagai segala usaha untuk memelihara kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah, serta menjamin keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara.
Berbagai pendekatan dalam menyelesaikan konflik di Laut China Selatan dapat diimplementasikan melalui kombinasi pendekatan diplomatik, seperti dialog multilateral dan kerja sama regional. Dalam pendekatan Outward-looking ASEAN memainkan peran penting dalam memperkuat eksistensinya sebagai jembatan dalam penyelesaian sengketa dan konflik di kawasan bagi negara-negara anggotanya. Namun, banyak penelitian mengatakan bahwa ASEAN tidaklah cukup dengan hanya mengandalkan eksistensinya seperti konflik Myanmar yang masih terus terjadi. Apabila ASEAN tidak memperbaiki penanganan konflik dan meningkatkan koordinasi serta responsivitasnya, maka sulit bagi organisasi regional ini untuk memainkan perannya secara efektif. Oleh karena itu, eksistensi instrumen pertahanan juga memainkan peran penting dalam mendukung diplomasi, terutama ketika upaya diplomasi dianggap gagal. Dalam konteks orientasi inward-looking, langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh Pemerintah Indonesia meliputi:
1. Pengembangan Industri Strategis untuk Sistem Pertahanan: Melibatkan perusahaan seperti PT DI, PT Pindad, dan PT PAL untuk menguatkan industri pertahanan dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan kemandirian dalam produksi peralatan militer penting seperti pesawat tempur, senjata, dan kapal perang. Pengembangan industri pertahanan juga akan menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan keamanan nasional secara keseluruhan.
2. Transfer of Technology (ToT): Meningkatkan kemampuan teknologi dalam industri pertahanan melalui program kerjasama co-development antara pemerintah dan perusahaan multinasional. Ini termasuk evaluasi, pembagian biaya, dan keuntungan dari penjualan hasil produksi persenjataan, sehingga Indonesia dapat mandiri dalam pengembangan dan produksi peralatan pertahanan.
3. Manajemen Perbatasan Laut Natuna: Melibatkan nelayan lokal dalam kegiatan pemantauan dan keamanan untuk meningkatkan pertahanan Kepulauan Natuna secara keseluruhan.
4. Peningkatan Kapabilitas Pertahanan di Laut Natuna:Â Melalui pembangunan infrastruktur dan fasilitas pertahanan yang memadai. Kehadiran TNI di Natuna akan membuat Indonesia lebih siap menghadapi potensi ancaman dari ketegangan di Laut China Selatan, serta menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah tersebut secara efektif.
Kehadiran maritim Indonesia di Natuna merupakan aset berharga untuk diplomasi pertahanan melalui berbagai kerja sama angkatan laut dengan mitra regional. Dengan demikian, militer menjadi instrumen penting dalam kebijakan luar negeri Indonesia secara menyeluruh. Kedaulatan suatu negara dipengaruhi tidak hanya oleh sumber daya alam di wilayahnya, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti sejarah, politik, keamanan, dan identitas nasional. Prinsip-prinsip hukum internasional dan hubungan internasional memainkan peran penting dalam menjaga dan mengakui kedaulatan suatu negara. Oleh karena itu, kedaulatan merupakan hal yang kompleks dan multidimensional, mencakup aspek-aspek strategis dan diplomatik yang saling berhubungan. Untuk memastikan kedaulatan Indonesia di perairan Natuna tetap terjaga, diperlukan kombinasi antara penguatan militer, pengembangan industri pertahanan dalam negeri, serta diplomasi yang efektif dan berkelanjutan.
Referensi:
Bentley, Scott. (2013). Mapping the Nine-Dash Line: Recent Incidents Involving Indonesia in the South China Sea. The Strategist
Persada, Syailendra. (2019). Bakamla Jelaskan Kronologis Kapal Cina Bolak-Balik Masuk Natuna. Tempo.