Jangan Ganggu Kesenangan Orang Lain
Abah sering berpesan agar kami jangan suka mengganggu kesenangan orang lain. Tak mengherankan jika di rumah mertua, Fatih dibebaskan bermain apapun asalkan tidak membahayakan. Kadang bermain pasir, tanah liat, main air, dan banyak lagi permainan seru di alam pedesaan.Â
Kami yang sehari-hari tinggal di kawasan ibu kota kabupaten, di sebuah perumahan padat penduduk tanpa halaman, nyaris tidak pernah melihat tanah ataupun pasir. Makanya saya sering khawatir jika Fatih bermain dengan hal-hal yang 'kotor' seperti itu.Â
Namun, Abah selalu berpesan. "Ini bukan sekedar main kotoran, tapi lihatlah di otaknya dia belajar. Anak kecil akan merekam apa yang dia alami, dan itu adalah proses belajar." Ya, begitulah Abah.
Karena prinsip 'jangan ganggu kesenangan orang lain' ini pula, sempat terjadi kesalahpahaman antara saya dan beliau. Saat itu, suami sempat ada rencana berhenti merokok karena berbagai pertimbangan kesehatan, apalagi saya mempunyai anak kecil. Suatu hari, kami mudik ke Tanah Merah. Mungkin, Abah melihat suami saya jarang sekali merokok, sehingga bertanya,"Kenapa kok gak merokok?" Kami pun menjawab, demi alasan kesehatan dan lain-lain. Namun, Abah seolah tidak percaya.
"Apa kamu takut miskin gara-gara merokok? Sini, saya yang menyuplai rokoknya." Abah masih terus menyelidiki apakah ide berhenti merokok ini dari saya, dan ya, tidak bisa dipungkiri memang di antaranya ini ide saya. Dulu bapak saya perokok berat dan bisa berhenti, barangkali suami juga bisa demikian. Akan tetapi, reaksi Abah berbeda. beliau justru berpesan kepada saya dengan sedikit kesal,
"Jangan ganggu apa yang menjadi kesenangan orang lain. Setiap orang punya caranya sendiri untuk bahagia." Abah juga bercerita betapa beliau sangat demokratis dalam memberi pilihan hidup untuk anak-anaknya, tanpa ada pemaksaan. Katanya lagi, termasuk soal memilih istri. Jangankan yang normal, andai menantunya cacat tidak punya tangan dan kaki, asalkan anaknya suka, beliau akan setuju. Demikian secara panjang lebar mengungkapkan sikap untuk tidak mengganggu kesenangan orang lain.
Mendukung Prestasi dan Kemajuan
Untuk kalangan laki-laki biasa seumuran Abah, bukan kalangan priyayi dan ulama, apalagi tinggal di daerah Madura, masih jarang yang berpikiran maju. Namun, tidak demikian halnya dengan Abah. Saya menjadi saksi bagaimana beliau selalu mendukung anak-anaknya untuk berprestasi dalam bidang apapun. Bukan hanya anak-anak laki-laki, tetapi juga anak-anak perempuan. Bukan hanya kepada anak-anak kandungnya, tetapi juga kepada saya sebagai menantunya.
Saat itu saya mendapat undangan untuk mengisi seminar tentang muslimah di Universitas Trunojoyo Madura, yang jaraknya belasan kilometer dari rumah. Bukan jarak yang saya pikirkan, tetapi lebih kepada urusan teknis menjaga Fatih yang saat itu masih berusia sebelas bulan. Ternyata, Abah dan Ummi siap sedia untuk menjaga Fatih di rumah. Beliau berdua pagi-pagi betul sudah berada di rumah, sehingga saya bisa mempersiapkan diri dengan maksimal.
Saya bayangkan andai punya mertua yang berpikiran kolot, alih-alih mau ikut menjaga cucu, yang ada malah bisa kena semprot, "Ngapain juga perempuan ninggalin anak hanya untuk acara bla bla bla....!" Alhamdulillah, itu tidak saya alami. Bahkan sebaliknya, saya selalu mendapat dukungan untuk terus meraih prestasi.