Namun sepenglihatan penulis, pembelinya tetap saja masih tak sesuai sasaran dan tetap diberikan juga kepada pembeli yang manapun dengan jatah satu ktp untuk satu kk mendapat satu tabung gas 3 kg.
Kemudian, pemerintah daerah juga mengeluarkan surat edaran bahwasanya tabung gas ini hanya untuk masyarakat ekonomi kelas bawah, tetapi begitu saja langsung memaksakan instruksi dengan pengurangan yang disengaja. Tentunya kebijakan ini membuat panik sementara pada masyarakat.Â
Menurut penulis, apabila memang gas tabung melon 3 kg ini pemerintah benar-benar ingin mengatur siasat agar sesuai sasaran, mengapa tidak melakukan pendataan kepada orang-orang yang sesuai dengan kriteria ini kemudian hanya menjualnya kepada sasarannya saja dan tetap memberikan alternatif distribusi penjualan tabung gas lainnya yang non-subsidi kepada masyarakat yang bukan termasuk sasarannya sehingga semua aman, tidak dirasa sebagai sebuah kelangkaan.
Begitu banyak komentar dan cuitan-cuitan masyarakat atas terjadinya kelangkaan ini, ada yang merasa ini akal-akalan pemerintah, perpolitikan katanya, ada juga yang menyatakan mungkin saja semua ini terjadi karena dorongan untuk masyarakat kemudian berganti menggunakan kompor listrik, dan bahkan cuitan lainnya yang tidak bisa dijelaskan satu per-satu.Â
Sejak awal, distribusi dari tabung gas melon 3 kg ini memang sudah tidak tepat, didistribusikan secara bebas tanpa hambatan agar semua pihak bisa menikmati, kemudian ketika konsumennya mulai membludak dan kecanduan, pemerintah mulai bingung akan kesesuaian arah tujuan dan sasaran atas hadirnya tabung gas melon yang mungil itu karena anggaran subsidinya juga mulai membengkak.
Suatu kebijakan memang tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi akan selalu ada kebijakan yang dapat membantu semua orang tanpa membuat sebagian orang menjadi merasa dirugikan.Â
Entah bagaimana kelanjutan kebijakan tabung gas melon 3 kg ini akan berjalan ke depannya, karena nyatanya bensin pertalite yang beberapa waktu lalu juga sempat sulit karena merupakan produk subsidi, masih terus tersedia dan terus berlanjut dikonsumsi hingga kini oleh masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H