Mohon tunggu...
Fera Nuraini
Fera Nuraini Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Ponorogo. Doyan makan, pecinta kopi, hobi jalan-jalan dan ngobrol bareng. Lebih suka menjadi pendengar yang baik.\r\n\r\nMampir juga ke sini ya, kita berbagi tentang BMI\r\nhttp://buruhmigran.or.id/\r\ndan di sini juga ya \r\nwww.feranuraini.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Serunya "Cheung Chau Bun Festival" di Hong Kong

29 April 2012   10:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_185005" align="alignnone" width="576" caption="Kuil Pak Tai , bergantian orang sembangyang untuk berdoa dalam dalam acara Cheung Chau Bun Festival (Foto: Fera Nuraini)"][/caption] [caption id="attachment_185035" align="alignnone" width="576" caption="Banyak yang sembangyang di kuil. (Foto: Fera Nuraini)"]

133569556968214720
133569556968214720
[/caption]

Sabtu, 28 April 2012 atau bertepatan dengan hari ke delapan bulan empat dalam kalender China, di daerah Cheung Chau Hong Kong, setiap tahun ada sebuah festival yang cukup menarik baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan asing, Cheung Chau Bun Festival namanya.

Berkumpul di Central Fery Piers pukul 11 waktu Hong Kong, saya, mbak Dwi dan mbak Lexy siap-siap untuk menaiki kapal yang akan membawa kami ke Pulau Cheung Chau, sebuah pulau yang jaraknya sekitar 12 km dari kota Hong Kong. Perjalanan naik kapal sendiri membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dengan harga tiket sekitar Rp 30 ribu.

Antrian untuk naik kapal mengular, mungkin karena di Cheung Chau sedang ada acara besar, jadi kebanyakan orang Hong Kong   berbondong-bondong ingin pergi ke sana, melihat festival yang hanya ada satu tahun sekali ini.

[caption id="attachment_185011" align="aligncenter" width="576" caption="Ini kue yang asli. Keesokan paginya siap dibagi untuk warga yang setia mengantri dan berharap keselamatan setelah mendapatkan roti ini. (Foto: Fera Nuraini) "]

13356928331772328579
13356928331772328579
Menara yang terbuat dari susunan bambu setinggi 18 meter dengan roti-roti warna putih imitasi karena kalau yang asli takutnya licin, maklum udara Hong Kong sedang lembab. (Foto: Fera Nuraini)
13356930851339343302
13356930851339343302
[/caption] [caption id="attachment_185027" align="aligncenter" width="538" caption="Salah satu presenter TV Hong Kong menyiarkan secara langsung jalannya Festival. (Foto: Fera Nuraini)"]
13356944901461130597
13356944901461130597
[/caption] [caption id="attachment_185029" align="aligncenter" width="576" caption="Polisi Hong Kong dengan telaten dan sabar mengatur lalu lalang ribuan orang yang datang untuk sembangyang di depan kuil. (Foto: Fera Nuraini)"]
13356945841035509981
13356945841035509981
[/caption]

Asal usul dari Cheung Chau Bun Festival sendiri adalah, konon pada abad 19, pulau Cheung Chau ini hancur oleh bajak laut yang mengakibatkan banyak orang meninggal. Untuk mengusir roh-roh jahat supaya tidak kembali lagi ke pulau ini, maka diadakanlah Festival Bun sebagai tanda rasa syukur kepada para dewa dan juga untuk menyenangkan roh-roh yang telah tiada akibat peristiwa  tersebut.

Pukul 12 lebih sedikit kami sampai juga di pulau Cheung Chau. Ribuan orang telah berlalu lalang memadati jalanan di kawasan ini. Hampir semua restauran pinggir jalan yang menyediakan makanan laut penuh, pun juga dengan warung-warung kecil yang menjual minuman dingin dan makanan ringan. Ada juga penjual aksesoris, baju-baju pantai, baju batik tapi sayang made in Thailad bukan Indonesia dan masik banyak lagi aneka macam barang yang di pajang di pinggiran jalan.

Suhu di Hong Kong  telah berganti ke musim panas, 27-30 derajat celsiul, namun tak menyurutkan para wisatawan lokal dan asing untuk setia menunggu festival dimulai.

Ritual selama satu Minggu digelar di kawasan ini untuk memperingati CheungChauBunFestival.  Parade tari-tarian singa baik oleh orang dewasa maupun anak-anak digelar. Tepat di depan kuil Pak Tai, berdiri dengan kokoh menara setinggi  18 meter yang ditutup dengan roti manis berwarna putih dan dibungkus plastik  , menara inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan.

Pukul 2 waktu setempat, parade iring-iringan dari berbagai jenis kebudayaan lokal silih berganti memasuki lapangan dan mengitari menara roti. Parade Floating Children untuk menandai keberhasilan berbagai profesi yang menyumbangkan nama baik negara secara umum,  anak-anak didandani dengan atribut yang melambangkan profesi yang bersangkutan. Sebagai rasa terima kasih kepada dewa sesembahan para balita juga didandani sebagai dewa (raja langit, kwan in dsb).

Setelah semuanya berkumpul, satu demi satu kelompok keluar lapangan lagi untuk berjalan keliling sambil beratraksi di sekitar daerah Cheung Chau. Banyak anak kecil yang ikut dalam parade ini ada yang terlihat begitu menikmati namun tak sedikit juga yang mengantuk dan kepanasan.

Puncaknya yaitu tepat pukul 12 malam, sebanyak 12 orang berlom-lomba naik ke menara tertinggi dan mengambil roti sebanyak-banyaknya lalu dimasukkan ke dalam kantong di punggung masing-masing dan siapa yang berhasil mendapatkan roti terbanyak, dialah yang keluar sebagai pemenang, tentu dengan batas waktu yang telah ditentukan. Karena pukul 9 malam kami bertiga sudah harus sampai rumah, kami tidak bisa menyaksikan acara lomba menaiki menara roti ini. Dengan alasan keselamatan pendaki menara, Beng On Pau (kue keselamatan) diganti kue imitasi karena roti asli akan menjadikan menara sangat licin ketika udara lembab.

Untuk tahun ini yang keluar sebagai pemenangnya kebetulan adalah perempuan. Dia berhasil membawa 939 bungkus roti, pemenang ke dua laki-laki dengan 873 bungkung roti. Perempuan pun tak kalah dengan laki-laki untuk urusan panjat-memanjat.

Minggu, 29 April atau keesokan harinya, roti-roti asli  dibagi-bagikan ke penduduk setempat yang sudah antri sejak pagi.  Kebanyakan para nenek-nenek dan kakek-kakek ( kungkung bobo) antri untuk mendapatkan roti. Hanya 30 menit saja roti ini ludes.  Berharap  semoga keselamatan  atau dalam bahasa kantonis beng-beng on-on selalu menyertai.

13356956491687918675
13356956491687918675
[caption id="attachment_185013" align="alignnone" width="576" caption="Karena takut jatuh, dua orang menyangga dari kiri kanan. Kok berani ya? (Foto: Fera Nuraini)"]
1335693212539974164
1335693212539974164
[/caption]

[caption id="attachment_185014" align="aligncenter" width="432" caption="Gak takut jatuh ya mui? (Foto: Fera Nuraini)"]

13356932791902575502
13356932791902575502
[/caption] [caption id="attachment_185015" align="aligncenter" width="553" caption="Ada yang melihat dari teras rumah. Atraksinya apik dan serasi (Foto: Fera Nuraini)"]
1335693346683086052
1335693346683086052
[/caption]

13356957682091706530
13356957682091706530
[caption id="attachment_185016" align="alignnone" width="553" caption="Seragam kuning memasuki lapangan (Foto: Fera Nuraini)"]
1335693420163689139
1335693420163689139
[/caption]

[caption id="attachment_185017" align="aligncenter" width="470" caption="Meskipun panas namun tetap semangat (Foto: Fera Nuraini)"]

1335693468398339427
1335693468398339427
[/caption] [caption id="attachment_185018" align="alignnone" width="576" caption="Menggoda penonton (Foto: Fera Nuraini)"]
13356935651166307443
13356935651166307443
[/caption]

[caption id="attachment_185019" align="alignnone" width="432" caption="Kuenya ikut keliling sebelum dibagi-bagi esok hari (Foto: Fera Nuraini)"]

1335693606388699561
1335693606388699561
[/caption] [caption id="attachment_185020" align="alignnone" width="470" caption="Semangat dan terus senyum (Foto: Fera Nuraini)"]
13356936551394044673
13356936551394044673
[/caption] [caption id="attachment_185021" align="alignnone" width="538" caption="Kayauuu, tiup terus (Foto: Fera Nuraini)"]
13356936971848654791
13356936971848654791
[/caption] [caption id="attachment_185022" align="aligncenter" width="605" caption="Baju batik made in Thailand. Kainnya pun tak sebagus made in Indonesia (Foto: Fera Nuraini) "]
13356937451908883596
13356937451908883596
[/caption] [caption id="attachment_185023" align="aligncenter" width="576" caption="Berat, panas, mandi keringat. Demi Cheung Chau Bun Festival tetep semangat (Foto: Fera Nuraini)"]
133569383955526852
133569383955526852
[/caption]

[caption id="attachment_185024" align="alignnone" width="538" caption="Para Fotografer setia menunggu setiap momen untuk dijepret (Foto: Fera Nuraini)"]

1335693900673134996
1335693900673134996
[/caption]

Festival Cheung Chau Bun sendiri pernah dihentikan setelah kecelakaan di tahun 1978, namun sekarang diadakan kembali tentu dengan persiapan dan pengamanan yang lebih matang lagi.

Nah bagi anda yang penasaran dengan festival ini, silahkan datang ke Hong Kong di setiap tanggal 8 bulan 4 kalender China, biasanya jatuh pada bulan April atau Awal Mei.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun